Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #16

Mengharap Sabtu Libur

Memasuki tahun baru 2018 sama dengan menaruh banyak harapan baru bagi banyak orang termasuk Rayla sendiri. Baginya, harapan baru yang dapat ia tanamkan pada tahun 2018 ini adalah indeks prestasi yang bagus, semakin lancarnya aktivitas perkuliahan dan satu hal paling penting yakni ia dapat mengulangi kenangan manis semasa kecilnya 10 tahun silam atau lebih spesifik lagi pada tahun 2008. Kendati begini, ia pun sejatinya mengetahui bahwa suasana tahun 2018 ini takkan sepenuhnya sama dengan tahun 2008 apalagi sangkut-pautnya dengan Presiden Indonesia. Tahun 2008 Indonesia masih dipimpin Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tahun 2018 ini Indonesia juga masih dan sedang dipimpin Presiden Joko Widodo. Lantas apa yang ia harapkan dari tahun baru ini supaya ia mampu mengulangi kenangan masa kecilnya? Hanya kesamaan suasana kota Bandunglah tumpuan harapannya pada tahun ini. Apalagi sebagai anak dosen, Rayla sudah mengenal sedikit seluk-beluk lingkungan kampus Unpar sejak tahun 2008 bahkan sebelumnya.

Ia ingin perkuliahannya di semester dua ini turut sekaligus membangkitkan sebagian kenangan masa kecilnya. Lalu ia mengharapkan jadwal kuliah semester ini memberinya waktu libur pada hari Sabtu berhubung sepanjang semester kemarin ia mendapat jadwal kuliah Sabtu. Berikutnya di sepanjang hari pertama dan kedua tahun 2018 ini Rayla tidak jarang membuka Student Portal baik melalui telepon seluler maupun komputernya. Alasan ia melakukan hal begini ialah semata-mata karena ingin mengetahui nilai mata kuliah apa saja yang sudah keluar. Dan per hari ini, Alhamdulillah syukurlah semua nilainya sudah dirilis sistem portal. Mayoritas nilainya memuaskan, sedangkan sisanya masih butuh perbaikan. Nilai-nilai mata kuliah yang masih ‘jeblok’ itu disebabkan kesulitan Rayla dalam memahami materi hitungan serta sistem pilihan ganda nan baru di kampusnya. Dan nilai jeblok itu bisa diperbaiki kapan saja, nanti.

Hal selanjutnya adalah masalah Indeks Prestasi. Tidak sulit menemukannya lantaran telah tercantum di bawah tabel nilai. Tingkat kelulusan selevel itu memberinya angka indeks prestasi sebesar 2,55 pada semester pertama kuliah. Artinya IP sebesar itu menandakan prestasinya sudah amat baik, tinggal ditingkatkan sedikit lagi agar mampu mencapai angka tiga. Dan IP 2,55 pun mengartikan dirinya mengantongi jatah 21 SKS di semester dua ini. “Ya sudah bagus ya Ray. IP segitu membuat kamu bisa kuliah selama 4-4,5 tahun. Selanjutnya jangan lupa kontak Mas Herdi, tanya kapan bisa ketemu di perwalian terus jangan lupa isi FRS[1]. Pastikan pilihan mata kuliahnya sudah benar.” Tutur ibu menanggapi ‘pencapaian’ putri bungsunya ini. “Ini penting ya. Jangan sampai kamu mengira daftar mata kuliah masih sama kayak mata pelajaran SMA sampai enggak perwalian. Terus dia jadi cuti satu semester.” Tandasnya.

“Terakhir, kalau mau kontak biasakan harus sopan ya. Ngomong baik-baik dan sebaiknya di jam kerja biar enggak mengganggu.” Sambung ibu. Dan Rayla menuruti titah sang ibu sore harinya. Lewat percakapan Whatsapp dengan, ia mencoba menanyakan kesediaan beliau meladeni perwaliannya sembari menyetorkan screenshot nilai kuliahnya. “Hari Senin depan saja ya tanggal delapan, siangan jam setengah satu. Aku harus sidang dulu sebelumnya dari jam 10.” Jawabnya dari jauh. Jadilah ia membuat perjanjian pekan depan. Berikutnya, tinggal keinginan Rayla mengetahui jadwal kuliahnya yang belum terpenuhi akibat harus menunggu selesai mengisi FRS sampai tiba pengumuman jadwal dan kelas-kelas. Tidak ayal lagi ia membayangkannya kala rebahan di atas kasur pada kamar tidurnya. Paha jenjang tak kenal henti diurut dari atas ke bawah menghasilkan rasa rileks cukup mumpuni, sedang pikirannya sulit berhenti membayangkan apa saja yang akan terjadi besok-besok.

*** 

Lipatan pada secarik kertas folio bergaris itu terus bertambah banyak dari waktu ke waktu. Jemarinya terus melipat dari segala arah sisi, membentuk pola simetris menyerupai sebuah benda nan tersusun rapi. Kedua sayap membentang lebar di kedua sisi, membentuk sejenis benda yang amat Rayla sukai: pesawat kertas. Terinspirasi lagu ‘Pesawat Kertas’-nya Maudy Ayunda, mengawali tahun 2018 ini Rayla sengaja menciptakan pesawat kertas untuk dibawa reuni bersama teman-teman SMA-nya di Sydwic Cafe Bandung. Dari total 16 siswa kelas IPS angkatan 2014-2017, hanya delapan orang yang menghadiri reuni termasuk Rayla sendiri. Selain dirinya, ada Stevie, Matthew serta Alif yang turut hadir di sana sedangkan sisanya kebetulan berhalangan hadir. Dan ini merupakan reuni pertama selepas lulus SMA lewat setengah tahun lalu.

Obrolan yang meletus di ruang kafe tentu masih berkutat di seputaran pengalaman masa kuliah. Juga curhatan mengenai perasaan cinta, baik cinta di SMA maupun di kampus sama-sama ikut meletus di sana. Lalu seperti biasa, bukan Rayla namanya jika ia tak mengumbar perasaannya pada Andra. Kepada kawan-kawannya semasa SMA, Rayla mengaku punya perasaan senada seperti kakaknya. Lebih dari enam bulan kehilangan pujaan hati, lebih dari enam bulan pula ia sama sekali belum pernah menemui lagi si pujaan hati. Kemudian dimanakah Andra hari ini? Chat terakhirnya pagi hari ini mengabarkan ia sedang ada acara di kampusnya, bentrok dengan reuni. Maka otomatis Andra tidak bisa hadir dan reuni pun berlangsung secara tidak full team. Stevie apalagi, setali tiga uang. Fariq menjadi sulit dihubungi sejak memulai pendidikan pilot tahun kemarin.

 

“Emangnya di kampus enggak ada cowok ganteng? Cari atuh, pasti banyak.” Goda Fandy.

“Aku malah enggak menemukan cowok ganteng, menurutku cowok kampus biasa-biasa saja. Malah banyak cewek cantiknya apalagi di HI.” Imbuh Stevie antara murung atau tertawa.

“Si Fariq asa[2] kuliah di Teknik Dirgantara ITB. Waktu di SMA dia pernah bilang begitu Stev.” Diandra memutar ingatan sekenanya, segera dibantah Stevie.

“Itu alternatif pilihan keduanya kalau gagal masuk sekolah pilot. Mungkin sambil menunggu giliran tes di tahun berikutnya, dia mengisi waktu sambil kuliah Teknik Dirgantara. But at least, finally doi diterima masuk sekolah pilot masih di Bandung sini. Dekat kok.” Tambah Stevie.

“Paling dia keluar kampus setiap weekend atau libur tanggal merah berhubung sistem pengawasan di sekolah kedinasan itu terkenal ketat. Komo deui[3] pendidikan semi militer.”

“Pastilah, jelas.” Matthew dan Alif kompak bicara tanpa sempat Stevie memberi jawaban.

“Terakhir bertemu sebelum aku masuk kuliah bareng Rayla, Fariq pernah ngomong durasi pendidikan pilot minimal setahun maksimal 2 tahun. Bisa secepat itu karena menurut dia pendidikan pilot banyak prakteknya di samping kelas teori ilmunya. Jadi ya wajar saja sih mahasiswa sekolah kedinasan jadi pada cepat lulus dan auto cepat kerja.” Imbuh Stevie.

“Dulu bapak bisa lulus sekolah pilot 1,5 tahun terus langsung masuk Garuda sampai sekarang. Fariq pasti juga begitu. Eh, ngomong-ngomong nanti dia mau jadi pilot maskapai penerbagan apa?” Rayla menyingkap tabir ‘ke-kepo-an’-nya sendiri.

“Ada banyak pilihan. Mau ke Garuda Indonesia, AirAsia, Singapore Airlines, Malaysia Airlines, Cathay Pacific, China Airlines sampai Emirates Airlines.” Tutup Stevie.

Lihat selengkapnya