Rupanya, kali ini Stevie tidak ingin sekadar menjemput sekaligus menunggu Tiffany di ruang tunggu penumpang milik Stasiun Kebon Kawung belaka. Ia ingin menerobos masuk ke peron stasiun, melihat kedatangan sepupunya itu dari dekat. Tapi bagaimana caranya? Aturan sekarang sudah tak lagi memperbolehkan orang tanpa tiket kereta api masuk ke peron apalagi ikut nebeng jadi penumpang gelap di atas gerbong kereta api. Semua yang akan ke peron stasiun juga naik kereta api wajib mengantongi tiket untuk diperiksa petugas karcis di pintu masuk, sedangkan Stevie juga Rayla dan Christoff sama sekali tidak memiliki rencana naik kereta api dalam waktu dekat ini. Hanya saja Stevie ingin menerobos ke peron stasiun ‘tuk langsung meraih tangan Tiffany begitu turun dari kereta api. “Ingin memotret stasiun sekalian, aku sudah lama enggak begitu.” Ujarnya membeberkan alasan masuk peron stasiun di tengah kelas Isu-isu Global bersama Mas Alvin.
Berjalan setengah jam dengan membahas isu lingkungan di taraf internasional, Stevie pergi keluar dari kelas ke kamar mandi menyusul Rayla yang sudah lebih dulu ada di sana. Ketika ia masuk kamar mandi rupanya Rayla belum keluar sehingga ia mesti mengisi ruangan yang kosong berhubung ia enggan ‘menahan’ lebih lama. Baru di dalam ruangan kosong itu Stevie menyadari Rayla ada di ruangan sebelahnya. “Mas Alvin lagi bahas isu lingkungan ‘kan?” Sahut Rayla dari balik tembok. “Yap, isu lingkungan. Ngomong-ngomong itu beda enggak sih dari isu global warming/climate change?” Imbuh Stevie. “Kurang lebih hampir sama. Tadi baru intronya saja, palingan sebentar lagi lanjut ke arah global warming-climate change.” Jawab Rayla, mengurut lengannya yang tidak pegal hari Senin siang ini. Beres di kamar mandi, ia lalu memutuskan keluar.
Dan Stevie menyusul hanya sepersekian detik berselang. Terburu-buru gadis 18 tahun ini mengelap celana hitamnya lantaran tidak mau ditinggal Rayla. Ia lalu datang berdiri sejajar dengan Rayla di wastafel, baru selanjutnya masuk kelas lagi. Kini di dalam kelas Mas Alvin sudah masuk chapter global warming-climate change. “Ada yang tahu protokol konvensi internasional untuk chapter ini?” Tutur dosen alumni HI Unpar itu. “Kyoto?” “Bisa tolong uraikan isinya enggak?” Mas Alvin kini mengarahkan kelima jarinya ke Mirna sang ketua kelas. “Kurang lebihnya Protokol Kyoto itu membahas tentang upaya pengurangan efek gas rumah kaca serta emisi gas karbon mas, diantaranya itu tentang pengendalian pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi serta berbagai hal yang semuanya serba ramah lingkungan.” Papar Mirna panjang lebar. “Ada lagi yang mau menambahkan?” Mas Alvin melanjutkan supaya diskusi jadi terasa lebih hidup.
“Konfirmasi saja, kalau efek gas rumah kaca berarti pengurangan limbah industri ya?” Rifat, seorang mahasiswa lelaki mengajukan pertanyaan. “Ya betul Rifat, seperti itu.” Mas Alvin serta-merta menarik kesimpulan. “Oke ya, kurang lebih isi Protokol Kyoto itu sama seperti yang teman kalian ucapkan tadi. Lalu ada satu lagi Konvensi Paris, tapi jujur saya lupa itu isinya apa. Apakah tentang lingkungan juga seperti Protokol Kyoto atau yang lainnya, saya lupa. Tapi isinya sih mungkin tidak jauh berbeda ya.” Tuturnya menarik kesimpulan sementara, sebelum membahas teknis perkuliahan di pertemuan-pertemuan selanjutnya termasuk setelah UTS. Kemudian pada momentum inilah Stevie langsung menyikut badan Rayla pertanda hendak menanyai sesuatu. “Tiffany baru kirim Line. Kasih tahu dia datang ke Bandung hari Kamis malam, naik kereta dari Jakarta jam 18.45 sampai Bandung jam 21.55. Terus berhubung dia datang malam dia minta kita jemput dan sesuai rencanaku tadi. Kita harus masuk peron stasiun, langsung bawa Tiffany begitu dia turun dari kereta.” Stevie bicara lugas. “Caranya masuk peron, gimana?” Rayla mendadak bingung.
“Nah ya itu tadi. Kita harus pikiran itu dari sekarang habisnya enggak ada waktu lagi. Tapi menurutku sih kita bisa masuk peron stasiun pakai tiket kereta lokal saja. Kita bisa beli langsung di Stasiun Bandung pintu selatan terus pura-pura mau naik kereta lokal taruhlah ke Padalarang atau Kiaracondong. Kita beli tiketnya saja, terus begitu dapat langsung jalan kaki ke tempat kedatangan Tiffany enggak tahu di sebelah mana.” Bukannya lega, Rayla malah jadi bingung mendengar penjelasan rencana taktis Stevie ini. “Hah, memangnya boleh ‘gitu beli tiket doang tanpa naik keretanya? Aku mah malah jadi aneh Stev. Sudah, lebih baik stay di ruang tunggu saja deh.” Tolak mahasiswi cantik pemakai kupluk abu-abu ini. Tetapi Stevie tidak kehabisan akal. Dirinya tetap berusaha membujuk Rayla agar mau menuruti keinginannya masuk stasiun ini.
“Ya sah-saja saja kok, orang penumpang kereta lokal itu jumlahnya banyak. Petugas enggak akan menghitung mereka di dalam gerbong, juga di peron stasiun. Mereka mah pasti cuek.” Rayla jadi semakin bimbang sekaligus dibuat bingung oleh hal ini. Menurutnya ide Stevie ini tergolong sangat aneh. Jika ingin menjemput Tiffany di Stasiun, tinggal langsung datang saja dan menunggu di ruang tunggu bagi para penjemput tanpa harus menerobos ke peron.
Kembali lagi ke kelas.