Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #21

Chapter 2 Page Number 16

Mata Tiffany mengerjap-ngerjap cepat sekelebat bayangan akan pemandangan sekitar beterbangan di pelupuk matanya. Alisnya terangkat sedetik lalu ia membuka mata lebar-lebar, mendapati pemandangan berupa langit biru bersih jauh di luar jendela mobil. Ingin melihat lebih jelas lagi ia lantas mengucek-uceknya dan beringsut bangun dari tidurnya di atas pangkuan Stevie. Dan awalnya begitu bangun tidur, ia masih mendapati pemandangan urban berupa sebagian wilayah pemukiman penduduk beserta warung-warung kecil tempat sebagian penduduk menjajakan makanan sebagai sumber penghidupan mereka sehari-hari. Namun lambat laun pemandangan tadi lenyap begitu saja━bertukar dengan deretan pepohonan Palem serta sedikit hamparan rumput yang mengelilinginya bersama jalan raya. Sebuah bangunan besar pun turut terjamah matanya di samping kanan mobil yang sekaligus menandakan bahwa tempat ini tidak lagi asing baginya.

“Kota Baru Parahyangan, Padalarang” Imbuhnya merapal nama tempat yang ia kunjungi hari Jumat ini, bertepatan dengan libur nasional Hari Raya Imlek 2569. Di libur long weekend kali ini bersama Stevie ia tak langsung ikut kumpul-kumpul keluarga besarnya untuk merayakan Imlek sebagai warga keturunan Tionghoa sebagaimana tradisinya karena mereka sendiri justru baru merencanakan akan berkumpul selama dua hari berturut-turut mulai Sabtu hingga Minggu pada sebuah hotel yang juga terletak di kawasan Kota Baru Parahyangan. Adapun siang ini mereka sudah datang kesana itu lebih karena ikut Rayla dan Christoff usai tadi mampir ke Museum 3 Dimensi di kawasan Jalan Setiabudi. “Sekalian saja mumpung rutenya relatif searah.” Tutur Rayla di jok depan. Stevie-Tiffany tak bergeming menanggapi ucapan Rayla lantaran sudah tahu sebelumnya. Juga mereka merasa ucapan Rayla tadi ada benarnya. Lebih baik sekalian saja mumpung dekat.

Pedal gas dipacu lebih kencang semakin menjauhi hiruk-pikuk kota Padalarang. Semakin jauh mobil Toyota Hiace silver ini masuk wilayah Kota Baru Parahyangan semakin sunyi pula suasana yang terasa. Volume kendaraan semakin berkurang, lalu-lintas kendaraan hanya memperlihatkan dua-tiga mobil melintas dan sesekali ditambah Bus Kota jurusan Alun-alun Bandung-Kota Baru Parahyangan. Menyadari situasi demikian ruas jemari Christoff segera beringsut memadamkan AC mobil untuk menggantikannya dengan udara sejuk yang masuk lewat jendela terbuka. Pemuda 18 tahun ini melakukannya, udara sejuk pun segera masuk menerpa wajahnya mengingatkan dia pada udara serupa tatkala menjemput Tiffany di Stasiun Kebon Kawung semalam. Rayla yang duduk persis di sampingnya turut merasakan hal serupa, mengajak kedua temannya di jok belakang agar bersama-sama menikmati udara sejuk Kota Baru Parahyangan.

Hal itu tetap terasa walau hari sudah Siang. Kesejukan udara adalah penyebab utamanya dan begitu melewati jembatan melengkung nan populer di kawasan elit ini tiba-tiba Christoff menyadari sesuatu. Dia nyaris saja melewatkan ibadah Shalat Jumat. Lantas begitu matanya menangkap letak keberadaan bangunan masjid tak jauh dari jembatan melengkung barusan ia segera memutari ‘U-Turn’ dekat sana supaya dapat parkir di pelataran Masjid Al-Irsyad. “Jumatan kak,” Imbuh Tiffany masih setengah terkantuk-kantuk. “Yap, exactly. Nanti kalian mau shalat Dzuhur saja kan?” Tanya Christoff seraya mendengarkan instruksi juru parkir masjid dari luar kaca jendela mobil. “Betul nanti shalat Dzuhur saja begitu yang lain bubaran shalat Jumat.” Tumben Stevie mendominasi percakapan bersama Christoff seperti Tiffany, bukan Rayla. Mobil terparkir, keempat sekawan ini segera beringsut turun dengan Christoff yang membawa sajadah.

Rayla memilih menunggu di pelataran parkir masjid bersama Stevie dan Tiffany.

Berselang kurang dari sejam Christoff telah kembali untuk makan siang. Dan di tengah makan siang inilah tercetus aneka obrolan mengenai tujuan mereka selanjutnya.

“Ngomong-ngomong kalian mau kemana setelah ini?” Rayla membuka percakapan.

Lihat selengkapnya