Rayla melipat surat tentang Dilan tersebut. Jemarinya kini menyingkap lembaran demi lembaran selanjutnya di buku agenda yang mengantarkannya semakin jauh menuju cerita-cerita selanjutnya di sepanjang masa kuliah. Lembaran yang terbuka kini telah mencapai penghujung bulan Februari 2018. Artinya tinggal sekejap lagi menuju bulan ketiga di kalender masehi 2018 yakni Maret. Sama seperti bulan Maret tahun-tahun sebelumnya, gadis pendukung setia Presiden Joko Widodo ini tidak pernah absen memulainya dengan banyak kurang menyenangkannya suasana lantaran agenda ujian tengah semester (UTS) umumnya berlangsung di bulan ini. Intensitas belajar akan meningkat lebih tinggi dari biasanya, apalagi Rayla termasuk tipikal anak yang jarang belajar walau nilai prestasi akademiknya sejak dulu sekolah selalu mencapai angka-angka tinggi.
Kuliah pada minggu pertama Maret pun tinggal menghabiskan sisa-sisa silabus menjelang UTS saja. Di minggu ini malahan sebagian dosen hanya tinggal menitipkan bahan ujian tanpa sempat membahas materi lagi. Terutama untuk ujian take home atau soal dikerjakan di rumah masing-masing, para dosen mata kuliah terkait sudah mulai memberikan soal ujiannya. Jawaban dikumpulkan bisa lewat e-mail atau print-out pada jam ujian di kelas. Begitu juga mata kuliah HI Kawasan. Minggu pertemuan terakhir menjelang UTS ini dipakai membahas teknis ujian juga teknis merangkap metode perkuliahan selepas UTS berakhir nanti.
“Rasanya kalian sudah tahu ya. Saya sudah titip info via ketua kelas, UTS kita adalah take home━soal akan kalian ambil pada hari dan jam ujian. Lembar jawaban tentu saja diketik, formatnya tinggal ikuti petunjuk di lembar soal. Nanti jangan lupa kumpulkan ke Tata Usaha Fisip hari Kamis jam 10.” Mbak Arina memaparkan teknis ujian take home. Tidak lupa ia mewanti-wanti mahasiswanya supaya tidak lupa mengumpulkan, “Habisnya pengalaman tahun-tahun sebelumnya ada sebagian kecil mahasiswa yang lupa mengumpulkan tepat waktu. Akibatnya nilai mereka jadi berkurang walau tetap saya terima lembar jawabannya. Bahkan lebih parah lagi ada yang mengumpulkannya lewat e-mail tanpa pakai subjek serta nama-nomor pokok mahasiswa yang jelas. Yang seperti itu jelas sangat mengurangi nilai, jadi kalian hati-hati ya.”
Berikutnya ia mengalihkan topik diskusi kepada topik seputar persiapan teknis perkuliahan pasca UTS. Mulai minggu pertama usai UTS berakhir sampai minggu pertemuan terakhir sebelum UAS, semua kuliah HI Kawasan akan diisi presentasi berkelompok dari setiap mahasiswa. Topik disesuaikan dengan hasil undian setiap kelompok menurut masing-masing regional. Ada regional benua Eropa, Amerika, Afrika, Asia-Pasifik serta Australia dan tugas masing-masing kelompok yakni mengangkat isu-isu terkini di benua tersebut. Referensi sumbernya seperti biasa boleh dari internet, tetapi tidak memakai situs blogspot, wordpress atau wikipedia lantaran ketiga situs tersebut tidak kredibel menurut kampus. Atau jika ketahuan tetap memakai ketiganya, dosen akan langsung mengurangi nilai tugas setiap mahasiswa yang melakukannya. Usai itu ia meminta semua mahasiswa berembuk bersama kelompok masing-masing.
Untuk kali ini Rayla berada satu kelompok dengan Vianna, Angie, Dinara, Tiara, Christoff, dan tentu saja Stevie. Tiap kali ada kesempatan bersama Stevie dimanapun pasti Rayla akan senang. Pilihan regional yang jatuh kepada kelompok mereka adalah regional Asia Pasifik atau lebih tepatnya negara-negara Kepulauan Pasifik seperti Fiji, Nauru, Vanuatu, Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Polynesia, dsb. Kesemuanya adalah negara kecil yang mengambil letak di belakang ‘ekor’ Pulau Papua alias Papua Nugini. Kepala ‘Pulau Papua’ adalah Indonesia. Pilihan regional sudah fix, tinggal isu topik bahasannya yang belum diputuskan. “Daerah situ enaknya ngomongin apa ya?” Tiara, mahasiswi berambut panjang dan kulit coklat memulai pembicaraan duluan. “Bebas sih. Yang lainnya ada ide?” Vianna bicara bak gayung bersambut.
“Ekosistem + kaitannya ke climate change mungkin. Leh uga kuy.[1]” Rayla menyumbang pendapat sekenanya. Christoff menyumbang ide yang lebih ekstrim, yakni seputar ancaman bencana alam tsunami di regional Kepulauan Pasifik. “Idenya Christoff & Rayla kurang lebih hampir sama. Aku sih cuma mau menambahkan, kalau bencana tsunami berarti bisa dikaitkan ke pasang-surut air laut di sana sekaligus ancaman erosi-abrasi yang bisa mengikis garis pantai negara-negara Kepulauan Pasifik. Kalau terus dibiarkan bisa-bisa semua negara itu tenggelam ke dasar laut.” Imbuh Stevie semakin memperkokoh keinginan kelompoknya membahas climate change. “Gue sreg sama ide kalian bertiga. Gue setuju bahas isu perubahan iklim di sana. Sisanya?” Vianna kian menunjukkan sisi kepemimpinannya. “Iya deh setuju.” Dinara dan Angie menyusul menjawab.
Tiap kelompok selesai merundingkan topik presentasi, Mbak Arina kembali mengambil-alih ‘panggung’ lagi. Beliau menyuruh semua mahasiswanya agar memperhatikan slide Powerpoint berisi silabus pasca UTS. “Oke ya. Kita selesai UTS antara tanggal 24 atau 25 Maret setelah itu langsung mulai kuliah lagi. Artinya per akhir bulan Maret kita sudah mulai presentasi. Ini jadwalnya, sudah saya cocokkan. Ngomong-ngomong apakah ada yang keberatan dengan jadwal ini?” Pertanyaannya mengundang sebagian mahasiswa mengacungkan tangan. “Pertengahan April sebagian kelompok kami harus media visit ke Jakarta. Bisa ditukar ke kelompok + hari lain enggak?” Tutur salah seorang mahasiswa laki-laki. “Mau ditukar ke hari apa sama kelompok mana?” Beliau menggerak-gerakkan kursor komputernya demi mengubah jadwal presentasi kelompok tadi. Ini berarti beliau menyetujui usulan lelaki tadi.
Tok! Jadwal presentasi kelompok HI Kawasan otomatis berubah sedikit. Ada yang mengalami pergeseran minggu sedangkan sisanya tetap bertahan pada jadwal semula. Kelompok Rayla termasuk golongan kelompok yang tetap bertahan pada jadwal semula. Lebih tepatnya yakni di pekan kedua bulan April atau sekitar tiga minggu selepas UTS berlalu.
***
Dua sosok wanita paruh baya berbeda warna kulit turun dari sebuah mobil kijang berplat nomor “CD[2]” di halaman Fisip menuju ruang teater beberapa saat lalu. Dua wanita tersebut, satu di antaranya memiliki kulit gelap seperti orang Ambon dan Papua sedang rekannya yang satu lagi memiliki kulit lebih terang. Persamaannya adalah mereka berkacamata. Rayla yang melihat keduanya dari jauh sudah menduga-duga mereka adalah dosen kuliah tamu HI Kawasan hari ini bertemakan ‘Dinamika Kawasan Asia-Pasifik di Era Globalisasi.’ Melihat kedua dosen tamunya datang Rayla lantas bergegas membuntutinya ke ruang audio visual di lantai satu. Ruangan ini sudah diisi segelintir mahasiswa yang datang duluan. Melihat pemandangan begini ia lalu merogoh komputer tablet dari saku kanan celana hitamnya.
“Dosen tamunya sudah datang. Kamu bisa ikut kuliah tamu hari ini ‘kan? Cepat ke sini.”
Ping! Sebaris pesan singkat Line terkirim ke Stevie yang entah rimbanya ada dimana. Sementara Christoff tengah menempuh perjalanan dari Bandara Husein Sastranegara, sejenak mengantarkan ayahnya yang pilot berangkat terbang ke Denpasar, Bali sebagai awak cadangan untuk penerbangan selanjutnya dari Denpasar menuju Osaka, Jepang. “Buruan sini Stev.” Rayla membatin seraya memperhatikan sekelilingnya, bak mengikuti gaya Pengawal Presiden Amerika Serikat yang pernah ia tonton di film-film Hollywood. Ting-tung! Bunyi notifikasi menggetarkan paha kanan Rayla membuatnya harus mengangkat lagi tabletnya yang baru beberapa saat dimasukkan ke saku. Tangannya lalu merogoh ‘benda sakti’ tersebut sekaligus mengurut pahanya.
“Oke. Aku kesana sekarang. Ini habis fotokopi catatan.” Stevie membalas pendek. Dari jauh hati Rayla bisa menduga-duga Stevie akan mengayunkan langkahnya lebih cepat lagi menuju Gedung Fisip. Keduanya sengaja berpisah seberesnya kelas HI Kawasan tadi pagi. Rayla memilih ke lantai lima. Christoff langsung menghambur ke halaman Fisip, bergabung bersama Pak Warsono yang siap mengantar bapak ke Bandara Husein. “Tumben kamu enggak ikut.” Itu ucapan Christoff tadi yang hanya ditanggapi “capek” dari Rayla. Dan sejurus berselang tahu-tahu Stevie sudah datang. Tanpa basa-basi anak sulung tiga bersaudara ini mengajak sahabatnya masuk ke ruang audio visual mengingat kian bertambah banyaknya mahasiswa di dalam sana. Rata-rata mereka adalah anak HI angkatan 2017. Teman mereka sendiri.
Satu dus makanan ringan mereka dapatkan usai mengikuti proses registrasi di depan dan begitu mereka mendapat kursi di dalam, hanya dalam hitungan menit jumlah peserta kuliah tamu membludak. Antrian di luar bertambah panjang. Beruntung mereka sudah masuk duluan, tinggal Christoff yang belum datang. Menyadari belum datangnya sang kakak otomatis mendorong Rayla mengangkat ponsel demi bisa menghubungi kakaknya━menyuruh ia supaya cepat datang atau nanti tidak kebagian kursi. Tetapi belum juga menghubungi, tahu-tahu pemuda kurus-tinggi itu sudah hinggap di sampingnya. Rupanya ia berjalan cukup cepat usai tadi pergi ke bandara sebentar. “Bapak sudah berangkat?” Tanya Rayla begitu kakaknya datang. “Sudah.” Jawabnya singkat.