Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #27

Pagi Yang Sempurna

Celana legging selutut berwarna abu-abu terpaksa Rayla kenakan malam ini selepas mandi begitu ia tiba di rumah. Alasannya semata-mata agar terasa lebih nyaman di depan Bude Yatni yang saat ini tengah ngobrol ngalor-ngidul bersama bapak di ruang keluarga. Namun baru juga memakainya sebentar, Rayla kepalang merasa ‘gerah’ lantaran kakinya jadi tak mendapat pasokan ruang udara lebih. Tak kehabisan akal, sehabis mandi ia segera melesat ke kamarnya dan mencari pakaian lain yang lebih nyaman di badannya. Lalu simsalabim ketemulah sepotong daster batik kelabu-hitam selutut di lemari. Motif daster ini mirip daster punya Stevie. Maka tanpa pikir panjang Rayla segera melucuti pakaiannya semula dan menggantinya dengan daster tadi.

Handuk sudah dijemur di belakang Rayla lalu bergabung dengan bapak di ruang keluarga. Kala ia datang bergabung bapak sudah mengobrol cukup jauh dengan Bude Yatni. “Rayla ini kuliah tahun ke berapa?” Tanya kakak sulung bapak tersebut. “Masih tahun pertama bude, semester dua.” Ujar gadis ini sopan. “Christoff sama juga ya.” “Sama.” Bapak menambahkan. “Dua-duanya memang selalu satu angkatan sejak kecil. Sengaja dibarengi biar enggak repot berhubung dulu ikut ibunya ke Australia.” Lanjut bapak mengenang masa kecil Rayla dan Christoff. Sepasang kakak beradik ini lalu diidentifikasi Bude Yatni sebagai pendukung setia Presiden Jokowi baik di dunia maya maupun dunia nyata. “Terus ini berdua mesti ngerti acaranya Jokowi, banyak post di medsos.” Imbuhnya sekaligus membuktikan orang berusia tua belum tentu gagap teknologi alias gaptek.

“Jelas mbak, orang tahun kemarin saja menonton karnaval kemerdekaan. Tapi enggak bareng aku, bareng temannya. Aku cuma titip pesan ‘jangan kemalaman takut nanti capek’ eh tahunya sampai Maghrib masih di Jalan Merdeka karena pada mengejar Jokowi dulu. Tuh katanya sudah pada dapat salaman bareng Jokowi, tinggal foto bareng yang belum.” Terang bapak memantik kebanggaan dalam diri kedua buah hatinya. Bude Yatni hanya terkekeh. “Ya next time foto bareng Jokowi.” Begini respon Rayla menanggapi ucapan bapak. Ia mendadak mengingat lagi pertemuan pertamanya dengan Presiden Joko Widodo tahun lalu, butuh waktu sampai tiga tahun lamanya untuk bisa menemui sang tokoh idola secara langsung. Belum ada kesempatan berfoto bareng membuatnya menaruh harapan lebih tinggi lagi untuk hal tersebut.

Beres memperbincangkan pertemuan bersama Presiden Joko Widodo, Rayla mencoba mengingat-ingat lagi apa saja rentetan peristiwa yang ia alami minggu ini. Dari ingatan itu dirinya baru menyadari Bude Yatni datang ke rumahnya pada hari Selasa kemarin dengan dijemput bapak juga Rayla dan Christoff di Sariwangi, rumah Tante Laksmi dilanjut mampir sebentar ke rumah Ibu Wiratna, mertua Tante Laksmi di Gegerkalong lanjut ke kampus. Empat hari sebelumnya Bude Yatni menginap di rumah Tante Laksmi itu sendiri. Dan rencananya bude akan menginap di rumah Rayla sampai minggu depan atau kurang lebih selama 10 hari. Diam-diam dalam hati, Rayla tak menampik ini menjadi sesuatu yang istimewa karena jarang sekali ada saudara dari keluarga besar bapak yang datang menginap di rumah Rayla. Ia pun bersorak dalam hati kecilnya malam ini.

Tiba-tiba rencana besar ini mengingatkan ibu pada agenda liburan esok. Datang dari area belakang rumah tanpa basa-basi ibu langsung menanyai bapak tentang rencana besok. “Ya sudah besok mau gimana bapak? Jadi berangkat pagi ke Dago Dreampark?” Tanya ibu yang datang seraya membawa cangkir penuh berisi air. “Jadi dong. Besok semuanya bangun pagi ya terus langsung berangkat ke Dago Dreampark biar antriannya enggak panjang.” Perintah bapak ke seisi rumah. Rayla hanya menuruti begitu pula Christoff sebelum ia berbisik lewat telinga kiri Rayla. “Kamu ada kabar lagi dari Stevie enggak? Dia mau pergi kemana long weekend besok?”

*** 

‘Stevie mau pergi kemana? Kenapa jadi terus bergantung ke Stevie?” Rayla terhenyak sendiri mengingat pertanyaan kakaknya semalam. Sekejap saja ia menyadari bahwa selama ini dirinya banyak mengalami ‘ketergantungan’ pada Stevie. Apa-apa harus bersama Stevie. Mau pergi kesana dan kesini Stevie harus ikut juga. Termasuk setiap kali tiba hari libur. Akan pergi ke tempat-tempat tertentu sahabat dekatnya itu pasti selalu muncul sekalipun tak janjian. Sontak pikirannya jadi kacau kala melintasi Jalan Dago yang lalu lintasnya masih lengang pagi hari ini. Ia lalu mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil dan mendapati rerimbunan pohon bergoyang-goyang tertiup belaian angin pagi. Sungguh merupakan suatu pemandangan yang tak lagi asing baginya sebab ia sudah akrab dengan pemandangan demikian sejak masa remajanya dulu.

Mobil terus dipacu semakin jauh ke wilayah Dago atas. Kecepatannya justru bertambah kala berada di medan jalan yang menanjak dan semakin dekat ke Dago atas, pikiran Rayla justru semakin sulit lepas dari teka-teki mengenai keberadaan Stevie kini. Ia sama sekali tidak tahu Stevie akan pergi kemana. Biasanya jika Tiffany sudah ada dia tidak akan tinggal diam di rumah saja tetapi langsung tancap gas mendatangi lokasi tempat-tempat menarik di kota kembang Bandung. Tidak jarang mereka akan turut serta mengajak Rayla juga Christoff untuk ikut bersama mereka. Hingga antrian pendek kendaraan tepat di depan Terminal Dago membuyarkan pikirannya. “Ini lurus apa belok kiri ya?” Pak Warsono menerka-nerka arah navigasi dari balik kemudi. “Belok kiri ke bawah pak. Lurus mah ke Tahura Juanda.” Christoff meluruskan arah navigasi. Pak Warsono pun menurut.

Lihat selengkapnya