Ia menjepit jari jemarinya ke kedua belah ruas ketiak juga celah di antara kedua paha kecilnya begitu hujan deras menghujam (lagi) kota Bandung dan seisinya hari Selasa sore ini, tepat ketika ia tengah menyempatkan diri mampir ke Perpustakaan Kampus di sela-sela kuliah Bahasa Inggris untuk Hubungan Internasional (BIHI) dan Perekonomian Indonesia (Perekindo). Dan masih sama seperti kunjungan-kunjungan terdahulu, gadis berusia hampir 18 tahun per pertengahan 2018 ini tidak datang ke perpustakaan kampusnya hanya dengan tangan kosong belaka melainkan ia turut serta membawa kartu kunjungan dari mata kuliah Ilmu Politik Indonesia. “Biasa, ini masih dalam rangka mengisi kartu kunjungan perpustakaan.” Imbuh Rayla kalau ditanya alasannya ‘keranjingan’ mendatangi perpustakaan semester ini. Lalu gadis pemilik raut paras ayu ini wajib mengisi kartunya apapun kegiatan yang ia lakukan di sana.
Dan khusus hari ini Rayla hanya bertekad ingin membaca aneka ragam koran yang juga tersedia di perpustakaan kampusnya terlebih lagi saat masih menjalani kuliah BIHI tadi dirinya teringat sesuatu di dalam benaknya sendiri. Selama kuliah ini ia menyadari perhatiannya kepada Presiden Joko Widodo sang idola mengalami penurunan secara agak signifikan padahal cintanya sendiri kepada beliau sama sekali tak pernah padam sejak masih remaja. Dan entah apa penyebabnya ia merasakan hal demikian, sehingga tanpa berpikir panjang lagi ia langsung saja merogoh eksemplar demi eksemplar koran dari rak di dekat pintu keluar perpustakaan. Koran-koran tadi lalu ia baca sambil memanfaatkan kursi-meja kerja lebar yang tersedia di sana. Rayla pun duduk dan mulai membaca koran yang mayoritas mengungkit berita terbaru mengenai Presiden Joko Widodo sembari tentunya mendengarkan alunan lagu Peterpan-Noah dari telepon selulernya.
Tak lupa seutas kabel earplug berbentuk spiral terhubung ke telinga kanan-kirinya. Kabel earplug itu merupakan pemberian Christoff sang kakak yang tempo hari iseng mencarinya di pedagang aksesoris ponsel. “Aku sengaja beli ini, habisnya aku suka modelnya kayak yang punya Paspampres.” Tutur cowok ganteng yang juga pengagum Presiden Jokowi tersebut. Kemudian tak lagi mengingat dari mana asal-muasalnya perangkat earplug tersebut, Rayla segera membenamkan dirinya ke semua ulasan berita di kertas koran yang akan ia baca sore ini.
Sorot kelopak matanya mendapati, per awal Februari 2018 silam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah merilis sebutir keputusan besar untuk kembali mengusung Presiden Jokowi sebagai calon presiden petahana pada Pilpres 2019 mendatang seiring sudah dimulainya pengundian nomor urut parpol peserta pemilu secara bersamaan. Ini sekaligus mengartikan bahwa panggung pilpres kali ini tidak akan jauh berbeda dibandingkan Pilpres 2014 lalu dimana Mantan Walikota Solo dan Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut muncul sebagai penguasa panggung yang bintangnya paling bersinar. Sedangkan sosok calon lawannya diprediksi masih sama seperti 2014 lalu, yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Sejauh ini dialah lawan terkuat Jokowi andaikata ini kelak mempertandingkan mereka berdua.
Lalu seiring dengan hal tersebut, lembaga survei seolah tidak mau ketinggalan pertandingan. Mereka berlomba-lomba mengambil sampel calon pemilih dari segala lapisan elemen di seluruh Indonesia sebelum hasilnya dipublikasikan melalui media massa. Dan hasilnya, tadaaa.... elektabilitas sang presiden mengalami kenaikan sebesar 9,6% dalam kurun waktu enam bulan. Hasil survey tadi menunjukkan, semula per Oktober 2017 elektabilitas beliau mencapai kisaran angka 46,3% sedangkan April 2018 ini kisaran angkanya telah mencapai 55,9%. Ini sekaligus mengartikan kalau kinerja Jokowi jelas terlihat semakin memuaskan banyak orang yang otomatis hatinya juga sudah terpikat pada Jokowi, persis seperti Rayla yang sudah kadung ‘cinta mati’ dengan Jokowi sejak masih remaja dulu. Kalau sudah begini, jelas tidak mungkin baginya untuk mengalihkan dukungan.
Pindah ke halaman paling depan alias sampul koran. Pilihan akan headline koran hari ini dijatuhkan pada sepotong berita mengenai kunjungan Presiden Jokowi kepada anak-anak korban bencana alam gempa bumi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah belum lama ini. Guncangan gempa tadi memaksa mereka mengambil rasa aman-nyaman di kamp pengungsian sementara waktu dan kondisi demikian tentu saja menarik perhatian banyak orang termasuk Presiden Jokowi sendiri yang dengan penuh rasa belas-kasihan memberi ‘suntikan’ semangat kepada mereka. Mendeteksi gerak-gerik sang idola tentu membuat Rayla tidak bisa berhenti menarik senyum di paras lonjongnya. Belum lagi berita tentang perbandingan mengenai lebih ketatnya substansi Peraturan Presiden (Perpres) pengatur regulasi tenaga kerja asing (TKA) di era Jokowi dan SBY. Senyum Rayla bertambah lebar pertanda hatinya tak lagi kuasa berpaling dari Presiden Joko Widodo.
“Duh, rasanya aku padamu banget nih Pak Presiden Jokowi.” Batinnya seraya mengunggah lembaran berita tadi ke Instastory-nya. Dan senyum yang tadi ia terbitkan sekarang memiliki dua makna, antara membanggakan Presiden Jokowi sekaligus tersipu malu mengingat ‘pandangan pertama’-nya kepada beliau tatkala menjadi Calon Gubernur DKI 2012 enam tahun lalu. Rayla, pada 2012 masih baru saja menginjak 12 tahun pertama kali terpesona ke Jokowi oleh karena keunikan motif bajunya yakni kotak-kotak. Motif tersebut sama sekali belum pernah dipakai calon lainnya sehingga tidak heran apabila Jokowi-Ahok dapat keluar sebagai pemenang kala itu. Dan lalu Rayla yang sudah kepalang suka, sampai dibelikan baju sewarna dari bapak. Tiap kali berangkat terbang bapak selalu memulainya dari Bandara Soekarno-Hatta & Jakarta, maka otomatis pilot senior itu jadi punya waktu luang untuk membelanjakan baju anaknya.
Rayla jadi lebih tersipu mengingat masa-masa itu. Wajahnya memerah semu mengartikan dia malu-malu tanpa peduli apakah lingkungan sekitarnya bereaksi atau tidak.
Sadar jam kuliah Perekonomian Indonesia sudah semakin dekat, ia bergegas pergi meninggalkan perpustakaan sekaligus tak lupa mengisi kartu kunjungannya tepat pukul 14.55 WIB.
***
Isu climate change alias perubahan iklim di kawasan Asia-Pasifik terutama negara-negara kepulauan kecil sekelas Fiji, Vanuatu, Micronesia, Polynesia dll bukanlah isapan jempol semata alias benar-benar terbukti nyata. Perubahan suhu dan tidak menentunya arah mata angin ternyata mampu mempengaruhi pasang-surut kenaikan air laut di sana. Rayla mencatat lewat slide presentasi kelompoknya di kelas HI Kawasan Kamis ini, isu pasang-surut air laut jelas merupakan suatu hal yang tak layak dipandang sebelah mata, karena kalau air laut terus dibiarkan naik maka kelak negara-negara kecil di area Samudera Pasifik akan tenggelam. “Dengan begitu maka produksi pangan sebagai sumber penghasilan utama semua negara tadi akan hilang kalau mereka tenggelam.” Imbuh Rayla saat mengisi bagiannya di depan kelas HI Kawasan.
“Contoh lainnya ada di Maladewa, sebelumnya maaf kalau enggak nyambung atau kejauhan. Sekarang ukuran Maladewa jadi semakin kecil, luasnya terus menyusut karena air laut terus naik dan garis pantainya semakin maju ke daratan. Jadi penduduk Maladewa sudah mulai banyak yang pergi mengungsi ke India, Srilanka atau bahkan Afrika.” Imbuh Christoff menambahkan penjelasan. “Itu yang juga akan terjadi di negara Kepulauan Pasifik.” Tutup Rayla di akhir presentasi. Teman-temannya lalu melanjutkan sisa presentasi sampai selesai sepenuhnya di akhir. Dan habis presentasi langsung terbitlah sesi tanya jawab dari banyak mahasiswa di kelas. Semua pertanyaan itu mereka jawab secara bergantian tergantung bagian mana yang mereka pegang saat presentasi.
Pertanyaan terjawab semua kini giliran Mbak Arina mengambil alih panggung. “Ok clear ya, presentasi hari ini sudah diselesaikan kelompok Kepulauan Pasifik & Amerika Latin. Kalian yang sudah beres presentasi jangan lupa revisi lagi paper-nya paling lambat dikumpulkan minggu depan berbarengan presentasi dari.., kelompok regional Eropa dan Afrika. Jangan lupa siapkan diri ya & good luck for you all ^_^ ^_^ ^_^.” Rayla menarik nafas lega mengetahui presentasinya telah usai. Tak pelak ia segera pergi keluar kelas mengikuti kawan-kawannya yang berhamburan bahagia. Dan dia melonjak-lonjak lebih bahagia begitu Stevie menyergapnya dari arah belakang. “Kita langsung ke Warung Nasi Punclut sekarang juga. Kayaknya asyik kalau kita ke Ciumbuleuit atas!!” Mahasiswi cantik pemakai kacamata Rayban ini membuat Rayla dan Christoff tak bisa mengelak ajakannya sehingga mereka pergi ke Ciumbuleuit atas dengan penuh bahagia bagai mendapat rezeki nomplok.
***
Bandara Dubai, menjelang keberangkatan ke Kanada jam tiga pagi.
Mengikuti keterangan yang tertera pada kertas boarding pass, penerbangan selanjutnya yang akan membawa Rayla dkk bertolak ke daratan Kanada baru akan tinggal landas pukul setengah empat pagi waktu Dubai. Itu artinya Rayla akan menunaikan ibadah Shalat Subuh dalam pesawat di ketinggian terbang puluhan ribu kaki, sekaligus menjadikan itu sebagai pengalaman pertamanya shalat di langit. Dan suasana di luar kabin juga masih gelap, bakal menambah kesyahduan suasana ibadah shalat Subuh. Lalu kembali lagi ke pesawat. Perintah boarding bagi semua penumpang pesawat Emirates Airlines EK-241 tujuan Toronto, Kanada bergema sejak setengah jam lalu. Waktu boarding sengaja dimulai sejam lalu mengingat kapasitas pesawat yang begitu besar dan banyaknya jumlah penumpang yang terbang bisa membuat antrian jadi padat dan panjang. Sehingga mau tidak mau, Rayla yang tadi sudah keburu mengantuk dan nyaris tertidur di pundak Stevie harus langsung berkemas-kemas menyiapkan barang bawaannya masuk pesawat.