Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #52

Senin Penuh Kelabu

Lambat laun, perubahan pasca kepergian mendiang Mas Moel untuk selama-lamanya terasa semakin kental dan berubah jadi begitu lekat menghiasi kehidupan perkuliahan Rayla di HI. Termasuk salah satunya di kelas MIHI itu sendiri. Seiring waktu berjalan, terhitung mulai pertemuan minggu kedua pasca UTS Mas Guntur semakin memperlihatkan sosoknya yang memang berbeda. Jika dulu penulisan materi sangat mengandalkan tulisan tangan di papan tulis, maka kini mengandalkan slide powerpoint. Kalau dulu sama sekali tidak pernah ada tugas, maka sekarang diberi tugas.

“Dik, saya ingin kalian mengisi kuliah di sisa semester ini dengan presentasi ya. Biar kelas kita jadi terasa lebih interaktif, terus saya ingin kalian presentasi berkelompok.” Maka jadilah Rayla duduk satu kelompok dengan Wicak, Otha, Melly serta tentu saja Stevie dan Christoff. Kelompok yang sepakat mengusung Wicak sebagai ketuanya ini kebagian jadwal presentasi November ini.

Dan seperti biasa, beliau tak pernah absen menitipkan pesan agar setiap kelompok yang presentasi untuk menggunakan studi contoh kasus dalam topiknya. Lalu untuk jadwal presentasi minggu depan, kelompok Rayla sepakat mengusung tema mengenai kaitan antara relevansi teori post-konstruktivisme dengan peluang hegemoni Tiongkok menyaingi hegemoni Amerika Serikat di masa mendatang. Ketika mengobrol dengan teman-teman kelompoknya, dari sini saja gadis yang wajahnya pernah disebut-sebut mirip penyanyi Raisa ini sudah bisa menebak kalau separuh perjalanan di semester tiga ini bakal terasa lebih berat. Belum lagi tugas-tugas mata kuliah lainnya yang belum ia selesaikan selama ini. Minggu-minggu selepas UTS yang semula ia kira akan terasa lebih ringan malah justru terasa sebaliknya, jadi lebih berat lagi ketimbang sebelumnya.

Sambil menggaruk paha kanannya ia pun berlalu ke kelas Kajian Keamanan hari Kamis ini. Jadwal kuliahnya tetap berlangsung seperti biasa, berbeda dari hari Selasa dan Rabu kemarin yang melonggar karena 90% mata kuliahnya ditiadakan sang dosen pengampu. Ketika mengayunkan langkah ke kelas ini, secara tidak sengaja dirinya berpapasan dengan Yogi, salah seorang teman laki-lakinya dengan tubuh tinggi besar memakai kacamata serta rambut keriting. Pada saat berpapasan inilah Yogi menanyakan Rayla tentang dua tugas Kajian Keamanan yang lagi-lagi harus dikerjakan secara berkelompok.

“Ray, gimana maneh[1] sudah dapat yang lain buat kelompok kita belum?” Tanyanya memakai logat Sunda yang kental.

“Paling ajak si Christoff saja gi, habisnya kemarin aing[2] sudah kesusahan pisan[3]nyari orang lain. Si Agatha sudah dapat kelompok bareng Cantika. Stevie yang paling dekat ke aing aja juga sudah sekelompok bareng Sakura.” Ujarnya lirih.

Yogi tak lagi kuasa banyak bicara mendengar jerih Rayla yang sulit mengajak orang lain duduk satu kelompok. Tidak ada lagi pilihan selain membentuk kelompok bertiga dengan Christoff. Di kelas, sekali lagi Mas Irman mengkonfirmasi topik pilihan setiap kelompok yang hendak presentasi sampai pertemuan terakhir sebelum UAS nanti baik untuk tugas poster maupun slide powerpoint.

“Seingat saya, rasanya minggu lalu ada teman kalian yang menanyai saya apakah tema poster itu boleh sama kayak presentasi slide powerpoint. Nah terus saya tegaskan sekali lagi, tema antara kedua model tugas itu berbeda ya. Tema poster bebas terserah kalian yang penting informasinya jelas sedangkan tema presentasi sesuai outline yang sudah saya kasih tempo hari. Kelompoknya juga berbeda, makanya kalian tolong pastikan itu jangan sampai meninggalkan teman kalian di belakang. Kasihan banget kalau ceritanya kayak itu.” Tutur dia sebelum mengkonfirmasi pilihan topik.

“Kelompoknya Yogi…, benar ya sudah fix memilih topik kejahatan transnasional?” Mas Irman seketika menunjuk batang hidung Yogi, Rayla serta Christoff.

“Ya fix kejahatan transnasional mas,” Ujar mereka pendek namun serempak.

Beliau lalu mempersilahkan kelompok yang hari ini mau presentasi agar maju ke depan kelas. Menurut jadwal, kelompok yang hari ini akan presentasi adalah kelompok pembahas topik mengenai peran aktor non-negara berupa multi/transnational corporations dalam keamanan global. Kelompok beranggotakan mahasiswa senior tiga angkatan 2014, 2015 serta 2016 ini maju mempertontonkan apa saja hasil kajian mereka, Rayla dkk kompak mencatat semua poin mereka. Berikutnya di sela-sela presentasi, sesekali Rayla memperhatikan gerak-gerik tubuh Yogi yang sejak tadi tak bisa diam. Bahkan ia sampai harus berkali-kali menggaruk rambutnya walau tidak gatal. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan pemuda asli orang Sunda ini, Rayla lalu menyikut lengan kanan besarnya untuk dapat menanyakan sesuatu.

“Yogi, ini tugas poster mau bahas perang dagang AS-Tiongkok saja?”

“Iya Rayla, kita bahas itu saja deh. Topik organisasi terorisme internasional buat presentasi nanti.” Konfirmasi Yogi masih di sela-sela mendengarkan presentasi.

Sedangkan Christoff diam saja, tetap asyik mencatat dan memperhatikan presentasi.

***

Ia mengira dirinya sedang berenang amat lincah di kolam renang langganannya pagi ini sambil tentunya mengenakan pakaian renang merah muda miliknya. Sambil berenang lincah menggerak-gerakan semua anggota tubuhnya melalui gaya katak, pikirannya sendiri menyiratkan bahwa pilihannya menggunakan baju renang seperti ini tidaklah salah karena sejatinya baju renang memang dirancang memakai model terbuka apalagi zaman dulu. Tidak ada yang namanya baju renang tertutup, hanya baju renang model terbuka seperti ini sekalipun untuk anak perempuan seperti dirinya sendiri. Bahkan ibunya saja pernah bercerita, saat kecil dulu ia selalu mematut pakaian renang seperti ini karena alasan serupa. Belum ada pakaian renang tertutup dan pakaian renang terbuka hanya satu-satunya pilihan yang tersedia.

Enggan memikirkan model pakaian renang lebih panjang lagi, Rayla pun kembali melanjutkan renangnya mengarungi sepanjang bagian kolam kurang lebih sebanyak 30 kali sampai ia merasa ada sesuatu yang tak bisa ia tahan lebih lama lagi. Alhasil ia pun beringsut segera naik ke tepian kolam untuk bisa pergi ke kamar mandi. Tetapi belum juga sampai kamar mandi, ia melihat banyak orang sesama pengunjung lain sudah berkumpul di pinggir kolam sambil melihat-lihat ke sekitar. Telinga mereka pun telah terpasang untuk mendengar sebuah suara bising yang jatuh dari langit. Berkali-kali para pengunjung itu menengok ke sekujur payung langit di atas kepala, namun lagi-lagi mereka tidak menemukan objek pemilik suara sehingga mereka hanya bisa menduga-duga itu adalah pesawat yang sedang terbang rendah di sekitar kolam renang dan mereka juga merasa heran, letak Bandara Husein Sastranegara masih terbilang jauh dari kolam renang. Namun kenapa pesawat sudah terbang serendah itu seolah menukik dengan kecepatan tinggi, akan jatuh.

Dan beberapa saat kemudian, semua pengunjung kolam renang begitu juga para petugas layanan terlonjak kaget mendengar sebuah suara dentuman keras. Mereka berlomba-lomba mencari titik sumber suara dentuman itu, hingga mereka semua terbelalak mendapati asap telah mengepul tinggi-tinggi dari kejauhan dalam jarak kurang lebih tiga kilometer. Para perenang itu tidak mempercayai apa yang mereka lihat sekarang termasuk Rayla. Di meja-kursi tempatnya menaruh barang bawaan, dirinya hanya bisa tercekat memandangi kehebohan pengunjung kolam renang sambil terus mengingat-ingat meletusnya suara dentuman keras tadi. Rasa tercekatnya semakin bertambah membuatnya terus diam saja hingga seseorang bertanya kepada dia,

“Rayla, kenapa kamu gerak-gerak terus sih dari tadi?”

“Aku kedinginan juga kaget mendengar suara dentuman keras tadi.”

Bangun dari mimpinya Rayla lalu mengalihkan pandangan matanya ke kalender yang ia gantung sendiri di tembok tepat di atas meja belajarnya. Tahu-tahu sudah hari Senin lagi atau lebih tepatnya Senin terakhir di bulan Oktober 2018. Hari ini jatuh bertepatan dengan tanggal 29 Oktober dan sesuai rencana, hari ini bapak sampai lagi di Bandung usai merampungkan tugas penerbangannya ke London selama 10 hari kemarin. Juga seperti yang telah direncanakan sejak jauh-jauh hari, pagi hari ini Rayla sekeluarga akan pergi menjemput bapak namun bukan di Bandara Soekarno-Hatta melainkan di Stasiun Bandung.

Lihat selengkapnya