Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #61

Ciumbuleuit-Jatinangor

Rayla tertegun cukup lama di depan buku agenda coklatnya itu seiring pesawat mencapai ketinggian jelajah 33.000 kaki, level ketinggian terbang yang telah dijanjikan pilot sejak awal penerbangan tadi. Dan tahu-tahu kini pesawat tengah mengarungi langit negara-negara Skandinavia alias baru saja membelah langit Rusia beberapa saat lalu. Warna langit di luar masih hitam pekat, terang saja karena matahari belum juga terbit dan belum masuk waktu Subuh juga. Kata Pramugari yang tadi lewat di dekat tempat duduk Rayla, jadwal shalat lima waktu bagi para penumpang Muslim selalu disesuaikan dengan zona waktu terdekat atau mengambil patokan waktu terkini di Dubai. “Kami menggunakan patokan itu supaya lebih mudah mengatur waktunya,” Tutur si pramugari yang wajahnya terlihat berasal dari India tersebut. “Tenang saja, waktunya juga masih lama. Silahkan istirahat lagi karena perjalanan masih panjang.” Tambahnya.

Dia membaca lagi buku agenda coklatnya itu di bawah penerangan sinar lampu baca. Tanpa terasa kini dirinya sudah hampir menceritakan setengah perjalanan masa kuliahnya kepada Tiffany yang sejak berangkat dari Dubai, lagi-lagi bertukar kursi dengan Stevie demi bisa menyimak cerita. Lalu antara setengah sadar atau tidak, perempuan cantik asal Bogor ini seperti mengerjap-ngerjapkan matanya seolah ingin tidur karena terbuai cerita Rayla yang sudah terdengar bagai dongeng pengantar tidur di telinganya. Rayla pun jadi ragu ketika hendak melanjutkan ceritanya tadi. Tiffany sudah sangat mengantuk mengingat dirinya kurang tidur sepanjang penerbangan dari Singapura malam ini. “Lho, kok ceritanya berhenti? Ini sudah setengah perjalanan belum?” Begitu saja ia menghentak Rayla di tengah keheningan kabin. Kepala Rayla nyaris saja mendongak ke atas sebagai isyarat tubuhnya terlonjak cukup kencang.

“Eh, iya aku sengaja berhenti dulu biar ada waktu istirahat. Ini, kayaknya sudah hampir setengah perjalanan Tif. Nih posisi pesawatnya di peta sudah masuk langit Swedia. Patokannya di atas Samudera Atlantik, itu sudah setengah perjalanan. Btw waktu shalat Subuh masih lama ya.” Terangnya meneruskan ucapan pramugari yang barusan melintasi kursinya. Mata Tiffany segera menjamah lembaran-lembaran halaman buku agenda Rayla. Masih tersisa banyak sekali bab cerita yang belum dikisahkan untuk setengah perjalanan masa kuliahnya selama dua tahun pertama. Tetapi dirinya mendadak sadar. Dua tahun kuliah saja sudah banyak sekali isi ceritanya, apalagi sampai tiga setengah atau empat tahun. Bisa-bisa ceritanya dihabiskan sepanjang perjalanan ini. Atau mungkin, bahkan targetnya memang cerita ini dihabiskan sampai nanti mendarat di Kanada. Pun seketika saja raut wajah Tiffany berubah murung. Sisa cerita kuliah yang selanjutnya bakal ia terima dari Rayla sepenuhnya terjadi di tahun 2019 yang terasa menyenangkan dan tidak.

Ada rasa yang mendadak bersemayam di lubuk hatinya, terasa begitu hangat memenuhi ruang udara di hatinya sampai menimbulkan air mata yang melimpah-limpah bagai alunan ombak. Hatinya sempat ingin menyuruh Rayla berhenti bercerita dengan dalih Tiffany ingin segera beristirahat karena sudah berjam-jam kurang tidur. Namun di saat bersamaan hatinya juga mengingkari sendiri dalih tadi. Dirinya sudah kepalang penasaran ingin mengetahui kelanjutan isi cerita Rayla tentang pengalamannya selama empat tahun menjalani kuliah di HI.

***

Mayoritas UTS genap yang terselenggara secara take home exam membuat hati Rayla bersorak gadang. Wajahnya pun banyak menyungging senyum penuh kemenangan pertanda harapan dan keinginannya menjalani banyak sekali ujian secara tertulis untuk dibawa ke rumah telah berhasil terwujud lagi untuk kesekian kalinya selama kuliah. Dan yang lebih bagusnya lagi, pada semester ini hampir semua ujian mata kuliahnya terselenggara dalam bentuk take home exam kecuali untuk mata kuliah Etika Dasar dan Analisis Kebijakan Luar Negeri. “UTS Etika Dasar sengaja kita adakan tatap muka, maksudnya tertulis di ruang ujian karena UAS-nya nanti kita buat dalam bentuk presentasi di kelas. Jadi setelah UTS, kalian langsung masuk kuliah lagi tapi isinya nanti presentasi kelompok semua sehingga saat UAS nanti kalian enggak perlu ke ruang ujian lagi.” Imbuh Pak Yosef di kelas Etika Dasar tempo hari, sebelum UTS.

“UTS dan UAS Kebijakan Luar Negeri sama ya. Tugas kelompok itu jadi nilai terpisah.” Mas Erik mengingatkan lagi tempo hari juga. Kini kedua ujian tersebut telah selesai, tinggal menyelesaikan ujian take home mata kuliah Kepemimpinan Global dan Ornop-Ormas-Pemberdayaan bagi Rayla. Dan dia benar-benar mengerjakannya sendiri. Namun saat ia sedang mengerjakan tugas UTS Kepemimpinan Global tiba-tiba saja pikirannya melayang jauh menuju apa yang dirinya lihat di tayangan streaming televisi hari Sabtu lalu. Debat ketiga Pilpres 2019 yang melibatkan masing-masing calon wakil presiden dari kubu 01 dan 02 terlihat begitu berwarna lantaran debat cawapres kali ini mempertemukan dua sosok pendamping capres yang beda usianya berselisih begitu jauh yakni Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. Tema debat yang mengusung isu pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan sosial-budaya membuat publik menerka-nerka siapa penguasa panggung sesungguhnya kelak.

Apakah Ma’ruf Amin atau Sandiaga Uno, belum diketahui pasti. Sebagian orang menganggap Sandiaga Uno akan lebih menguasai panggung karena sejak awal kampanye, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017-2018 ini selalu digaung-gaungkan sebagai cawapres pilihan kaum millennial alias anak muda mengingat penampilan fisik dan gaya busananya yang dianggap mewakili kalangan muda. Sedangkan Ma’ruf Amin hanya diproyeksikan untuk mampu merebut pemilih tua mengingat penampilan fisik dan gaya busananya yang sangat khas dari seorang ulama. Setelan berupa peci hitam, jas aneka warna, baju koko, selendang dan sarung menjadi kostum andalannya termasuk saat kampanye kali ini. Dan ulama senior berusia 76 tahun ini digadang-gadang takkan kuasa merebut hati pemilih muda atau kaum millennial. Namun kendati demikian, Rayla berkeyakinan sebaliknya. Hatinya sangat yakin beliau akan mampu berdiri sebagai penguasa panggung ‘tuk mengantarkan Jokowi pada kemenangan Pilpres kelak.

Tayangan streaming dinyalakan, gemerlap lampu studio debat menyapu seluruh pandangan mata Rayla lewat layar komputer tablet kesayangannya itu. Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno naik ke gelanggang panggung debat, moderator segera mempersilahkan kedua cawapres yang tampak bagai ayah dan anak laki-laki tersebut untuk saling beradu argumen. Rayla menikmati setiap detik peraduan argumen cawapres yang katanya pilihan kaum millennial dan bukan tersebut. Dan sungguh jauh di luar dugaan, ternyata Ma’ruf Amin berhasil mempersembahkan penampilan yang sangat baik melebihi Sandiaga Uno dalam debat kemarin. Beliau yang selama ini kerap dipandang bukan sebagai representasi anak muda justru membuktikan hal sebaliknya. Sepanjang debat, berkali-kali beliau menyebut sejumlah istilah kosakata kekinian yang sedang naik daun di telinga anak muda seperti 10 years challenge, infrastruktur langit dan istilah-istilah Bahasa Arab lainnya.

Adapun maksud dari istilah-istilah kekinian ala Ma’ruf Amin tadi adalah progres kualitas riset Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun berikutnya. Bersama Presiden petahana Jokowi, Ketua MUI non-aktif ini mengupayakan kemajuan kualitas riset tanah air yang hasilnya bisa dilihat nanti dan Infrastruktur langit tadi beliau maksudkan kepada penguatan pengembangan sektor teknologi digital yang belakangan ini menggunakan internet. Jika kelak terpilih menjadi Wakil Presiden selanjutnya mendampingi Jokowi, Ma’ruf Amin juga ingin mengusahakan kualitas koneksi internet Indonesia bertambah semakin kencang didukung pancaran sinyal satelit yang lebih modern. Bahkan peningkatan kualitas koneksi internet lewat modernisasi satelit ini ujung-ujungnya juga akan Jokowi-Ma’ruf Amin proyeksikan untuk penambahan kualitas jumlah usaha start-up sebagaimana pilihan banyak anak muda zaman sekarang alias kids jaman now.

Rayla merasa hatinya berhasil dimenangkan oleh statement Ma’ruf Amin ini. Dirinya merasa sosok cawapres pendamping tokoh idolanya sejak masih remaja itu mampu mematahkan argumentasi banyak orang tentang potret dirinya selama ini. Alhasil ia jadi semakin yakin ingin memilih Jokowi pada Pilpres 2019 kali ini sekaligus haqqul yakin beliau akan menang lagi. Kembali lagi ke panggung debat. Pemandangan tadi jelas sangat kontras dibandingkan sosok Sandiaga Uno yang selama ini diagung-agungkan sebagai cawapres idola anak muda mengingat penampilan fisik serta gaya busananya. Berbanding terbalik dengan isi kepalanya, sepanjang masa kampanye termasuk hingga debat cawapres kemarin pria berkacamata ini justru banyak sekali mengungkit isu yang terkesan klasik seperti isu sulit mencari lapangan kerja, kenaikan harga-harga bahan pokok serta dinamika angka inflasi belakangan ini. Istilah yang tak sebagus Ma’ruf Amin menjadi alasan mengapa nilai penampilan Sandi jadi tertinggal di belakangnya kini.

Rayla yang gembira melihat sang pendamping calon petahana mampu melibas lawannya ini segera membagikan berita tersebut kepada teman-teman baiknya termasuk Stevie kala ia menemuinya di kampus hari ini. Kepada sahabat baiknya sejak SMA itu Rayla mengungkapkan rasa bangganya atas pencapaian terbaik Ma’ruf Amin saat debat Sabtu kemarin. “Sama Ray, aku juga feel surprise banget waktu lihat Pak Kiai ngomong segaul itu di debat. Terus aku juga baru ingat, tempo hari aku pernah baca di internet, ternyata Pak Kiai ini juga berjiwa muda. Buktinya dulu waktu masih muda, masih sekolah beliau hobi banget main bola. Sekarang, meskipun sudah tua, fisiknya enggak selincah dulu lagi ternyata Pak Kiai juga suka nonton pertandingan Bola Manchester United, Liverpool juga klub-klub sepak bola Eropa lainnya.” Ujarnya panjang-lebar.

“Jelaslah, umur & fisik boleh sudah tua, penampilan seklasik itu tapi pikiran, jiwa juga semangat tetap harus muda. Makanya kita-kita yang masih muda jangan mau kalah dari Pak Kiai Ma’ruf Amin.” Sergah Rayla menguatkan argumentasi Stevie tadi sambil diam-diam ia memperhatikannya juga lingkungan sekitarnya. Tanpa terasa mereka sudah hampir lima tahun berteman, saling kenal satu sama lain sejak awal menduduki bangku SMA. Yang artinya mereka sudah menjadi teman baik seutuhnya sepanjang masa jabatan Jokowi-JK sejak 2014 hingga 2019 ini. Tanpa terasa, lima tahun masa jabatan Jokowi-JK 2014-2019 sudah akan segera berakhir berikut sosok Wakil Presiden Jusuf Kalla yang pernah mengisi masa kecil dan masa remaja Rayla juga Stevie harus segera menanggalkan masa jabatannya per tahun 2019 ini.

Itu karena beliau sudah menjabat selama dua periode walau tidak berturut-turut. Situasi begini sama sekali tak bisa Rayla dan Stevie atasi karena demikianlah aturan konstitusi. Presiden dan Wakil Presiden tak dapat kembali mengajukan diri usai menggenapi dua periode masa tugas. Alhasil jadilah hanya Jokowi yang bisa mengajukan diri lagi di Pilpres 2019 ini. Dan selama lima tahun mengenal Stevie, Rayla menyimpulkan bahwa sosok sahabatnya ini merupakan partner diskusi paling enak yang pernah ia temui sepanjang hayatnya. Tak salah lagi ia memilih Stevie jadi sahabat baiknya sejak SMA, kuliah bahkan untuk pengisi hidupnya nanti.

Lihat selengkapnya