Rata-rata perolehan suara 50% yang diraih Jokowi dalam perhelatan pilpres kemarin membuat Rayla tidak bisa berhenti mengulum senyum beberapa hari terakhir ini. Hatinya girang saat mengetahui Jokowi unggul di mayoritas provinsi seluruh Indonesia termasuk sebagian besar Pulau Jawa yang seringkali menjadi kunci kemenangan dalam setiap perhelatan pilpres. Adapun provinsi yang sejauh ini berhasil direbut Jokowi yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Sedangkan Provinsi Jawa Barat dan Banten masih jadi milik Prabowo seperti pada Pilpres 2014 lalu. Adapun di Jawa Barat, sepengamatan Rayla melalui situs resmi KPU per hari ini, meski kalah jumlah perolehan suara Jokowi di Jawa Barat tetap signifikan yakni 40%. Mayoritas suara tersebut berasal dari pemilih yang berdomisili di kawasan Pantura seperti Subang, Indramayu, Cirebon dan Kuningan serta di pesisir pantai selatan Pangandaran. Sedangkan sisanya termasuk Kota/Kabupaten Bandung tempat Rayla tinggal, Prabowo unggul.
Namun hal berbeda terjadi di TPS tempat Rayla mencoblos bersama ibu dan abangnya kemarin. Dari keseluruhan suara yang direkapitulasi, TPS itu menjadi salah satu yang memenangkan pasangan calon petahana Jokowi-Ma’ruf Amin. Bapak sendiri bilang, perolehan suara Jokowi di TPS-nya berada pada kisaran angka 300 suara berbanding 241 suara untuk Prabowo. Hal tadi jelas berbanding terbalik dari dua TPS lain di sebelahnya yang tetap memenangkan Prabowo.
Namun terlepas dari itu, dia tetap bersemangat mendukung Jokowi dan Stevie sendiri langsung jadi yang paling pertama berbalik menyatakan diri kembali mendukung Jokowi sebagai Capres petahana 2019. Lebih-lebih dia sendiri seorang gadis cantik. Mungkin dirinya bisa jadi magnet pemersatu antara teman-temannya dari kalangan pemilih mayoritas juga minoritas.
“Ah jelaslah Ray. Coba bayangkan saja kalau dia jadi model majalah anak muda sekaligus influencer politik andalan generasi milenial. Pasti Jokowi sudah menang banyak tuh, orang wajah cantiknya saja memang pemersatu.” Entah menggombal atau apa, Christoff usil saja membayangkan seberapa besar pengaruh Stevie kalau dijadikan model influencer. Paras orientalnya yang menawan tentu wajib diakui bisa memikat setiap orang saat beruntung dapat menemuinya termasuk Rayla sendiri. Sadar sahabat karibnya itu digombali sang kakak, ia langsung menyindir balik. “Hah benar nih Stevie secantik itu sampai mas bilang dia cocok jadi pemersatu? Terus lebih cantik siapa dibanding si Bunga, Senja atau Tiffany?” Laki-laki 19 tahun ini hanya bisa diam. Dia kebingungan menentukan siapa perempuan paling cantik yang pernah ia lihat sepanjang hayatnya. Rayla cekikikan saja melihat kebingungan abangnya yang mengagumi banyak perempuan cantik ini.
Fitur panggilan video dari aplikasi Line pada komputer tablet Rayla sekonyong-konyong mengeluarkan bunyi nada dering yang sangat keras secara bertubi-tubi ketika dirinya baru saja selesai merampungkan bagiannya saat kerja kelompok untuk tugas ujian presentasi kuliah Etika Dasar. Awalnya dia cuek saja karena mengira nada dering itu berasal dari gadget milik temannya. Namun saat Andro, temannya dari program studi Arsitektur-Fakultas Teknik menyuruh Rayla mengangkat atau memadamkan nada dering itu, barulah dia sadar. Ternyata nada dering tadi berasal dari gadget milikya sendiri. Dan ketika mengangkat sang komputer tablet, barulah dia menyadari kalau nada dering panggilan video tadi berasal dari seseorang nun jauh di ujung dunia sana: Stevie. Perbedaan waktu selama 12 jam rupanya tak menghalangi keinginan dia untuk tetap bisa menghubungi Rayla di Bandung. Tercekat melihat Stevie menghubunginya, sekejap mata saja Rayla langsung saja meladeni panggilan video dari Kanada tersebut.
“Stevie?! Apa kabar, tumben kamu menelepon aku lewat video begini. Sekarang lagi apa, jam berapa nih di Kanada?” Ujar Rayla penuh kegirangan melihat wajah Stevie di layar tablet.
“Alhamdulillah baik dong Rayla. Ini sekarang aku lagi istirahat, tadi habis makan malam di pusat kota Toronto bareng Mr. Coffin & Mrs. Jeannette, dosen mentorku selama di Kanada.”
“Wah asyik diajak dinner bareng Pak Dosen-Bu Dosen. By the way sekarang kamu lagi dimana, hotel tempat menginap bukan?” Rayla penasaran melihat background ruangan Stevie.
“Aku lagi di rumahnya Mr. Coffin & Mrs. Jeannette. Mereka suami-istri sama-sama jadi dosen program studi Desain Komunikasi Visual-nya Toronto University, tapi rumah aslinya di Saint-Raymond. Mereka punya tiga anak, sekarang sudah pada kuliah di Toronto University.”
“What? Saint-Raymond dimana tuh Stev?” Rayla tercekat mendengar nama kota tersebut. Seumur-umur rasanya dia sudah pernah mendengarnya tapi entah dimana.