Dianugerahi rambut panjang nan hitam, kulit putih serta wajah oriental sejak lahir mampu membuat orang berpikir banyak tentang Stevie termasuk saat kemarin pergi mengunjungi Kanada. Sepulang dari Negeri Maple, bibir Stevie seolah-olah tidak kenal keringnya membahas pengalaman dia selama berada di negara yang letaknya paling dekat dengan Kutub Utara tersebut dari berbagai perspektif termasuk pandangan orang-orang setempat tentang rupa wajahnya yang sering dikira berasal dari negara-negara Asia Timur entah itu Jepang, Korea Selatan atau Tiongkok. Setiap kali ada yang ‘memvonis’ dirinya berasal dari salah satu ketiga negara itu, dengan cepat Stevie selalu menepisnya sambil mengatakan bahwa sejatinya dia berasal dari Indonesia. Dan orang-orang setempat yang mendengar pengakuannya selalu saja kaget sampai tak percaya kalau Stevie adalah orang Indonesia asli walau kulit putihnya sangat bersih mulus seperti orang Asia Timur.
Jika mereka masih penasaran mengapa orang Indonesia juga ada yang memiliki kulit putih selain sawo matang, di situlah justru Stevie mengungkapkan jati diri asli negara asalnya sebagai negara multikultural yang menampung segala jenis suku, agama, ras hingga etnis. Indonesia telah sejak lama dikenal akan keberagaman orang-orangnya sehingga ia terlihat begitu indah di mata dunia. Bangga mendengar pujian orang asing tentang negara asalnya, rasa nasionalisme gadis cantik ini sampai berkobar-kobar laksana api ketika mengunjungi Kanada tempo hari. Dan hari ini setelah ia pulang lagi ke Bandung, hatinya tak segan-segan meneguhkan komitmen untuk terus mencintai Indonesia sepanjang hidupnya apapun yang terjadi. “Insha Allah aku tetap jadi Warga Negara Indonesia sampai kapanpun sepanjang hidupku.” Gumamnya menggambarkan keberagaman Indonesia. Kata “Insha Allah” adalah cerminan bahwa dia memang seorang Tionghoa-Muslim sejati.
Hari ini ketika dia sedang asyik mengerjakan tugas ujian akhir semester mata kuliah Ornop Ormas dan Pemberdayaan bersama Rayla dan Christoff, di tengah pengerjaan tugas sekonyong-konyong saja ia membekap pikiran kedua teman baiknya itu memakai sebutir pertanyaan menghentak yang bunyinya sendiri masih tidak jauh-jauh dari politik tanah air. Perempuan cantik ini mendadak diilhami suatu ide atau gagasan tentang peran kalangan minoritas untuk kemajuan NKRI saat melihat berita tentang perkembangan terkini hasil Pilpres 2019 yang sejauh ini masih mengunggulkan Jokowi-Ma’ruf Amin atas Prabowo-Sandi. Mengetahui Jokowi bisa memenangkan lagi berkat kontribusi sekaligus kolaborasi suara dari pemilih Mayoritas dan Minoritas, begitu saja Stevie menanyai Rayla dan Christoff.
“Ray, Chris, menurut kalian sebenarnya sekarang Indonesia sudah siap menerima pemimpin dari kalangan minoritas apa belum ya?” Ujarnya mengagetkan sepasang kakak beradik tersebut.
“Pemimpin dari kalangan minoritas? Maksud kamu apa Stev?” Tanya Rayla tak mengerti.
“Iya maksudku kalau sewaktu-waktu Presiden atau Wakil Presiden Indonesia itu orang minoritas, yang lainnya sudah siap menerima apa belum?” Stevie mengklarifikasi.
“Mestinya sih sudah siap,” Tutur Christoff sekenanya, meragukan argumen Stevie tadi.
“Ya harus siap dong Stev. Kita ini ‘kan Indonesia, agamanya enggak cuma Islam. Kalangan minoritas juga berhak maju kalau memang mau, bisa dan mampu. Aku yakin someday bakal ada orang minoritas pertama yang jadi Presiden Indonesia meskipun itu juga butuh waktu lama,” Rayla memotong perkataannya sendiri sejenak.
“Habisnya Amerika saja butuh waktu sampai ratusan tahun sendiri sampai mereka punya presiden kulit hitam pertama, Obama. Sebelum-sebelumnya selalu kulit putih. Atau jangankan kulit putih, Presiden Amerika pertama yang agamanya Katolik saja juga butuh waktu lama setelah Kristen. Tempo hari Wakil Presiden JK pernah bilang begitu Stev.”
Stevie diam saja mendengar kalimat panjang-lebar Rayla yang terasa bertenaga dan mengagumkan ini. Sahabat baiknya yang telah lama ia kenal sebagai sosok cerdas dan berpengetahuan luas akan Sejarah ini mengelaborasikan kecerdasannya itu dengan kata-kata motivasi. Gadis Tionghoa ini seolah mendadak luluh mendengar ucapan Rayla yang dalam sekejap telah mampu menyihir sekaligus membuat dirinya berpanjang angan. Ia yakin sewaktu-waktu seseorang seperti dirinya dari agama apapun akan mampu memimpin Indonesia. Dan tiba-tiba ada sesuatu yang mengambang di pelupuk matanya. Semula itu hanya menggenang membentuk sebutir kawah super kecil di sana, namun lambat laun kawah kecil itu terpecah membentuk leliukan sungai kecil yang mengaliri sekujur raut putihnya.
Maka dengan demikian jati diri asli Indonesia akan tampak begitu Jokowi dilantik lagi kelak. Menyadari Stevie diam saja sejak tadi, Rayla berkali-kali menyenggol kakinya agar kembali berkutik. Usai disenggol untuk ketiga kalinya barulah Stevie sadar. Cepat-cepat ia menyeka air matanya dan kembali berbincang lagi dengan Rayla terkait tugas kuliahnya kini. Tanpa disadari ternyata mereka sudah setengah perjalanan mengerjakan tugas UAS Ornop. Kini mereka telah mengetikkan pemaparan tentang kondisi lingkungan yang mereka observasi bareng kelompoknya tempo hari. Dan selain laporan tertulis, dosen mereka turut meminta laporan dalam bentuk infografis. Alhasil jadilah Christoff mengerjakan infografis bersama teman-teman sekelompoknya yang lain sedangkan Rayla dan Stevie fokus mengerjakan laporan tertulis mereka berupa proposal.