Ketinggian 33.000 kaki di atas Samudera Atlantik
“Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh…”
Rayla buru-buru menyingkap bagian atas mukena pink kesayangannya begitu rampung menunaikan ibadah shalat Subuh secara munfarid berbarengan dengan pesawat yang telah berhasil mencapai batas maksimum ketinggian jelajah sejak beberapa jam lalu. Menggunakan sistem perhitungan waktu antar lintas batas negara, total hingga kini Rayla sudah menempuh durasi penerbangan selama lima jam dari Dubai ke Toronto, Kanada yang artinya masih ada waktu selama sekitar tujuh jam lagi untuk sampai di tujuan akhir yakni Negeri Maple Kanada. “Penerbangan masih jauh,” gumamnya melihat suasana kabin pesawat yang juga masih gelap. Kebanyakan penumpang masih terlelap tidur, hanya sebagian yang tetap terjaga dibuktikan dengan sedikit televisi yang menyala atau lampu baca yang bersinar dari atas kursi. Rayla lalu mengerling sampai tak sengaja melihat ke area kabin yang ada di depannya. Di sana tampak sebutir lampu baca menyala terang-benderang, memperlihatkan seorang gadis remaja sedang bergerak-gerak.
Rambutnya panjang dikuncir satu ikatan ke belakang, wajahnya berbentuk bulat telur alias oval dan kulitnya putih khas oriental. Mirip Tiffany, sampai-sampai Rayla mengira Tiffany pindah tempat duduk ke depan. Ia nyaris saja memanggilnya dan bertanya kenapa harus sampai pindah tempat duduk serta apakah sudah shalat Subuh atau belum. Namun beruntunglah matanya masih jeli memperhatikan ciri-ciri fisik perempuan muda itu. Ternyata tubuhnya lebih pendek ketimbang Tiffany walau sama-sama kurus. Malah tinggi badannya jauh di bawah dia serta pakaian yang gadis itu kenakan dinihari ini berupa sepotong kemeja lengan pendek dan rok setengah paha. Tanpa disadari, pergerakannya yang kurang hati-hati membuat sebagian kecil pakaian dalam gadis muda tersebut terlihat oleh Rayla dari kejauhan. Rayla yang kaget langsung saja berpaling dalam sedetik. Matanya pun kembali menangkap sosok Tiffany yang terlelap di kursinya. Busana mahasiswi 19 tahun ini masih sama seperti tadi, yakni rok dress selutut aneka kembang.
Dibanding anak perempuan di depan tadi, badan Tiffany jelas jauh lebih tinggi. Mungkin saja anak perempuan di kabin depan barusan masih SMP atau SMA sehingga wajar kalau badannya terlihat lebih pendek. Puas dan yakin memastikan dirinya tidak salah orang, Rayla memilih kembali duduk di kursinya guna istirahat sambil membaca lagi buku agenda coklatnya yang ternyata sudah banyak melewati lembaran cerita. Sebelum duduk, matanya yang jeli dalam keremang-remangan cahaya lampu kabin pesawat menangkap tonjolan di balik selimut yang ia taruh pada kursinya. Tanpa langsung menyibak ia sudah tahu pasti ada benda apa di balik selimut tebal itu. Celana jeans panjang kesayangannya yang ia lepas sejak pesawat mengudara dari Dubai lewat tengah malam lalu. Ia sengaja menukarnya dengan mukena merah muda karena belum tinggal landas saja, ia merasa kedua belah kakinya seperti terkurung. Alternatif agar kakinya bisa ‘merasakan udara lebih segar’ hanya memakai sarung atau mengganti sekujur bajunya dengan daster selutut yang ia bawa dari rumah di Bandung. Enggan memakai keduanya, ia memilih bawahan mukena pink ini.
Kembali menduduki kursi, ia tak lupa menarik selimut coklat tadi serta menaruh celana jeansnya yang telah ia lepas berjam-jam lalu di lantai. Selimut tebal itu menutupi bagian bawah tubuhnya usai sekonyong-konyong rok mukena pinknya tersingkap. Tapi lagi-lagi toh tidak akan terlihat orang lain karena ia duduk ditutupi selimut. Buku agenda coklat yang barusan sempat nyaris jatuh ke lantai pun ia singkap lembaran demi lembaran tebalnya. Sudah banyak sekali jumlah halaman yang ia baca sekaligus resapi maknanya sepanjang penerbangan ke Kanada ini. Dan tiba-tiba usai mengelus permukaan kakinya di balik selimut, ia merasakan ada sesuatu yang tumbuh menjalari sekujur relung hatinya seperti bertahun-tahun lalu. Beres menunaikan ibadah shalat Subuh mengingatkannya pada suasana lebaran Idul Fitri jauh sebelum pandemi Covid-19 menyerang muka bumi tidak terkecuali negaranya tercinta, Republik Indonesia. Lembaran demi lembaran cerita tentang lebaran Idul Fitri 1440 Hijriyah atau 2019 masehi pun ia buka satu per satu.
***
Pukul setengah enam pagi biasanya masih terlalu awal untuk kebanyakan orang termasuk Rayla sekeluarga memulai aktivitas, apalagi di bulan puasa kemarin. Biasanya jam tersebut digolongkan sebagai jam yang krusial atau kritis lantaran orang-orang yang berpuasa baru saja menyelesaikan sahur dilanjut shalat Subuh. Dan usai bangun tidur sepagi itu pun sering kali orang jadi mengantuk sehingga memilih melanjutkan tidurnya lagi sampai matahari terbit. Namun rutinitas seperti itu sudah tak lagi berlaku bagi Rayla sekeluarga pada hari H lebaran Idul Fitri 1440 Hijriyah atau 2019 masehi ini, Senin 3 Juni 2019. Lebaran yang jatuh pada hari Senin membuat hari pertama dalam setiap pekan ini jadi terasa amat berbeda dari biasanya. Kalau sepanjang semester empat kemarin Rayla selalu siap-siap pergi kuliah Analisis Kebijakan Luar Negeri bersama dosen Mas Erik, maka kali ini dia siap-siap pergi ke rumah neneknya di kawasan kompleks Puri Dago bersama Christoff, ibu dan bapak. Pak Warsono sudah mudik sejak hampir sepekan lalu.
Alasan keluarga pilot senior Garuda Indonesia ini memilih ikut shalat Ied di Puri Dago, Arcamanik ini semata-mata karena sudah ditunggu Bude Astri, kerabat sekaligus sepupu ibu yang datang dari kota pahlawan, Surabaya-Jawa Timur sejak jauh-jauh hari. Ini kesekian kalinya beliau merayakan hari lebaran di kota kembang bersama kerabat dekatnya sendiri. Dan benar saja ketika Rayla membuka pintu rumah eyang, Bude Astri langsung menyambut dia beserta keluarganya dengan penuh kehangatan bahkan canda dan tawa. Tanpa tedeng aling-aling dosen senior berusia melebihi 60 tahun ini langsung menyinggung rencana Rayla sekeluarga pergi mengikuti konferensi autisme di Singapura pertengahan bulan ini. Rayla pun hanya bisa mengiyakannya.
“Kapan ini pada berangkat ke Singapura?” Tanya Bude Astri menyambut mereka.
“Masih lama bude, Insha Allah pertengahan bulan ini. Berangkat tanggal 19 balik ke Bandung 23 Juni. Totalnya lima hari ini.” Rayla memberi jawaban pertama.
“Terus jadi yang presentasi di sana nanti siapa?” Bude Astri menyelidiki lagi, penasaran.