“Stevie, maaf banget ya kemarin kita belum sempat mengobrol sekaligus bersilaturahmi langsung waktu lebaran kemarin habisnya aku langsung asyik menjalani agenda keluargaku sendiri. Tapi enggak apa-apa ya kita ketemunya sekarang saja, toh masih suasana lebaran juga.”
“Enggak ada kamu justru bikin hari-hariku jadi terasa berjalan lebih lambat Ray, sekaligus jadi lebih sepi. Ya sudah enggak apa-apa deh, selamat lebaran Minal Aidzin Walfaidzin ya Ray maafkan aku…”
“Sama-sama Stevie,”
“Kamu jadi berangkat ke Singapura? Titip oleh-oleh ya Ray, aku sarankan beli makanan dari situ deh. Nanti kita makan bareng-bareng sambil menonton sidang putusan hasil Sengketa Pilpres 2019 di MK ya. Aku yakin banget, Insha Allah Jokowi bakal menang lagi di situ…”
Sekejap saja percakapan dengan Stevie usai hari lebaran 2019 kemarin membekap sekujur isi kepala Rayla pagi hari ini sekitar pukul enam di Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung-Jawa Barat menjelang keberangkatannya ke Singapura bersama ibu dan Christoff. Tadi ia berangkat dari rumahnya menggunakan jasa taksi online Grab juga diantar bapak karena Pak Warsono masih mudik ke kampung halamannya di Temanggung, Jawa Tengah. Dan selepas bapak pergi, Rayla masuk ke area check-in untuk penerbangan internasional dibuntuti ibu dan kakaknya. Hari ini bapak tidak ikut mereka terbang ke Singapura karena sudah ada jadwal penerbangan yang menanti beliau ke Hong Kong dan Osaka, Jepang melalui transit 90 menit di Denpasar, Bali. Selepas itu jadwal penerbangan bapak akan langsung padat kira-kira hingga sepekan ke depan. Bertepatan dengan agenda konferensi Rayla di Singapura lima hari mendatang.
Memastikan tidak ada barang tertinggal di mobil Grab atau terbawa bapak ke Bali, Hong Kong dan Jepang lewat Stasiun Kereta Api Kebon Kawung dan Bandara Soekarno-Hatta, Rayla langsung mengantri di loket check-in untuk maskapai penerbangan AirAsia Indonesia tujuan Singapura. Antrian pagi ini sangat kontras dengan apa yang ia lihat sekaligus alami persis setahun lalu. Ketika itu ia hendak pergi liburan ke Bali bersama Christoff, Stevie dan Tiffany menggunakan jasa maskapai penerbangan yang sama. Dan setahun lalu, antrian penumpang tujuan Bali mengular jauh lebih panjang ketimbang tujuan Singapura hari ini entah apa sebabnya gerangan. Wajah sebagian penumpangnya pun banyak yang setipe dengan Stevie dan Tiffany serta pemandangan itu sempat Rayla duga akan terputar ulang atau ter-replay hari ini, seolah-olah dejavu setahun lalu. Tetapi kenyataannya berbanding terbalik 360 derajat pagi hari ini. Antrian penumpang ke Singapura hari ini bolehlah lebih pendek, wajahnya di dalam bangunan bandara pun lebih beragam namun entah di dalam kabin pesawat terbangnya beberapa jam mendatang.
Satu hal yang paling menarik perhatian Rayla di Bandara Husein Sastranegara pagi ini adalah tersedianya mesin check-in secara otomatis atau mandiri. Dengan mesin ini, para calon penumpang hanya perlu memindai barcode yang tertera pada boarding pass mereka. Lalu koper atau barang bawaan akan otomatis terkirim pada bagian loading dock atau kargo bandara agar segera dimasukkan ke bagasi pesawat. Dan Rayla sendiri kebetulan belum memahami teknis check-in memakai mesin otomatis ini sehingga ia memilih check-in di loket konvensional saja. Koper masuk bagasi usai diarahkan petugas check-in, Rayla langsung naik ke lantai dua terminal keberangkatan internasional mengarahkan langkahnya ke loket imigrasi. Di tempat ini kira-kira sebanyak empat atau lima bilik loket imigrasi yang masing-masing dijaga satu petugas sudah disesaki antrian panjang para calon penumpang tujuan Singapura dan/atau Malaysia. Hanya itu rute luar negeri dari sini.
Antrian merangsek maju satu per satu, Rayla-Ibu-Christoff akhirnya mendapat giliran sendiri. Ketiganya antri di depan seorang petugas laki-laki yang pagi itu berdinas memakai setelan jas-dasi bertabur tanda pangkat di sepasang pundaknya. Beres menerima cap keberangkatan di paspor, ketiganya lalu masuk ruang tunggu dan menduduki kursi yang langsung menghadap jendela ke arah lapangan parkir pesawat terbang. Dari balik kaca jendela raksasa tersebut mata mereka bisa menangkap lalu-lalang pesawat di apron. Kebetulan sekali lalu-lintas pesawat pagi hari ini, Selasa-19 Juni 2019 terpantau masih lengang. Kemudian sambil menunggu keberangkatan, usai ke kamar mandi tiba-tiba ibu merasa lapar kendati sudah sarapan di rumah pagi buta tadi. Untuk itu maka ia meminta Christoff membelikan kue atau roti di toko dekat tempat duduk mereka. Christoff menuruti permintaan ibunya, dalam waktu kurang dari 10 menit tangannya sudah menggenggam sebungkus plastik putih berisi makanan-makanan ringan tersebut.
Ibu yang sekarang kebagian menyantap seporsi lontong sesuai pilihannya ternyata membuat Christoff dan Rayla ikut ketularan lapar. Alhasil tanpa berpikir panjang lagi sepasang kakak beradik ini langsung saja mencomot dua butir bacang di kantong plastik yang sama, masing-masing dapat satu butir. Mereka mengudap cemilan tradisional Indonesia ini, hanya berselang kurang dari satu menit selepas gigitan terakhir sorot kelopak mata Rayla yang jeli sekaligus tajam terhadap pemandangan sekitar menangkap sebuah pesawat penumpang berbadan sedang menjejak landasan Bandara Husein Sastranegara. Ujung sepasang sayapnya melengkung agak runcing ke atas, dan tubuhnya dilumuri tulisan “AirAsia” besar-besar menutupi sekujur sisinya. Rayla sempat mengira pesawat tunggangannya ke Singapura hari ini sudah datang. Pesawat tadi terlebih dahulu berputar ke sisi barat landasan bandara, sejurus kemudian kembali lagi ke hadapan mata Rayla.
Saat si pesawat kembali ke depan Rayla inilah mendadak ia melihat sepercik kejanggalan pada badannya. Ternyata itu bukan pesawat milik AirAsia Indonesia walau tulisannya sama-sama “AirAsia”, melainkan milik AirAsia Malaysia terbukti dari adanya corak Bendera Malaysia yang bertengger di bawah kaca kokpitnya. Kode penerbangannya sendiri pun berbeda dari Indonesia, yakni “QZ” dan “AK” lewat pengumuman di pengeras suara. Tiwas wis kadung siap-siap, ndelalahe kuwi montor mabur sing arep budal nang Kuala Lumpur, Malaysia. Terlanjur sudah siap-siap, ternyata itu pesawat yang akan berangkat ke Kuala Lumpur, Malaysia. “Eh itu pesawat kita bukan?” Christoff menyembur terpana usai memotret badannya dari sisi depan memakai kamera. “Bukan mas, itu mah yang ke Kuala Lumpur. Tadi aku juga mengira kita naik yang ini.” Imbuh Rayla pendek. Namun hanya butuh jeda sesaat, sebuah pesawat sejenis ikut menjejak landasan mengikuti yang pertama tadi. Kali ini catnya banyak berwarna putih namun entah apa tulisan di badannya.