Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #77

Bersatulah Penguasa Negeriku

Satu hal lagi yang membuat Rayla berani mengambil dan tahu apa tindakan ekstrim yang harus ia ambil dalam rangka memenuhi semua kebahagiaannya sepanjang bulan Juli 2019 ini, dalam rangka merayakan kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin sekaligus sebagai kado ulang tahunnya yang ke-19. Baru saja kemarin, ia mengetahui dari radio mobilnya tentang sebuah event langka yang rasanya jarang sekali diadakan di kota kelahirannya Bandung. Ia mendengar sendiri apa nama acaranya yang turut jadi buah bibir sang ibu, yakni Big Bad Wolf 2019 yang kali ini mendapuk kota kembang sebagai tuan rumah atau lebih tepatnya di Ballroom Hotel Mason Pine, Kota Baru Parahyangan. Konon menurut informasi yang beredar lewat media lokal Bandung juga media sosial warga setempatnya, acara Big Bad Wolf 2019 sendiri merupakan sebuah event pameran buku terbesar di Bandung sepanjang sejarah. Namun rupanya perkiraan Rayla tentang tuan rumah tadi salah.

Ternyata sejatinya acara ini sudah pernah diselenggarakan di Jakarta tempo hari selama dua pekan sebelum akhirnya pindah lokasi ke Bandung. Dan rupanya pameran ini baru saja dibuka Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kemarin. Penasaran seperti apa wujud rupanya, hari ini menjelang pertengahan bulan Juli 2019 Rayla langsung saja memutuskan bertolak ke Kota Baru Parahyangan Padalarang lagi-lagi bersama Christoff, Stevie dan Tiffany mumpung cewek terakhir yang tadi ia sebutkan masih libur sekolah. Dirinya baru akan masuk lagi menjelang akhir bulan ini, mengikuti kebiasaan jadwal libur sekolahnya di Bogor yang seringkali berbeda dari sekolah lainnya persis seperti sekolah Rayla, Christoff dan Stevie dulu. Lalu enggan membawa mobil walau Christoff sudah bisa menyetir sendiri, keempatnya kini lebih memilih naik bus kota.

Turun dari bus Damri jurusan Dago-Leuwi Panjang di perempatan Jalan Suniaraja, begitu melihat bus Damri jurusan Alun-Alun (Masjid Agung)-Kota Baru Parahyangan datang dari arah berlawanan, Rayla langsung cepat-cepat mengajak ketiga kawannya menyeberang jalan dan mencegat bus bercat biru itu dari sisi kiri jalan. Warna cat demikian pada semua bus kota di Bandung beberapa tahun terakhir ini kerap kali membuat mereka dijuluki “Si Tayo,” mengacu pada warna tubuh bus mungil kartun yang tengah trending di televisi dewasa ini. Bus jurusan Kota Baru Parahyangan itu muncul di depan batang hidung Rayla, telapak kirinya mencegat si bus. Pengemudinya yang telah berusia paruh baya itu menginjak rem, tangannya lalu menekan tombol pembuka pintu. Rayla masuk diikuti tiga rekannya, pengemudi asli Bandung itu melajukan busnya lagi tanpa banyak cingcong. Pandangan mata beliau menyiratkan konsentrasi tajam ke arah jalanan.

Sekali-dua kali, mumpung masih membelah jalan biasa dari Wastukencana sampai Pasteur ada penumpang yang naik bus seperti Rayla tadi. Tujuan Kota Baru Parahyangan yang jelas diakses lewat jalan tol membuat Rayla bisa memastikan semua penumpang tadi akan sama-sama datang ke Big Bad Wolf 2019 di Hotel Mason Pine. Dan benar saja, begitu plang hotel elegan itu tampak dari kejauhan satu per satu penumpang mulai berdiri dan berteriak “kiri” kepada supir busnya. “Hotel Mason Pine pak,” Imbuh Rayla memperjelas tujuan akhirnya hari ini. Bus berhenti tepat di depan hotel, usai membayar karcis bus seharga 24 ribu untuk berempat Rayla langsung meloncat turun dan langsung melangkah ke pintu masuk bersama Christoff, Stevie juga Tiffany.

Tiba di pintu masuk, ternyata antrian sudah kadung mengular panjang saking antusiasnya orang datang ke acara ini. Enggan melewatkan kesempatan emas ini begitu saja keempat sekawan tadi memilih ikut antri. Walau panjang namun nyatanya toh mereka tetap mendapat giliran masuk juga. Dan begitu sampai di dalam ketakjuban Rayla bersinar sedemikian benderangnya laksana gemintang yang pecah sinar bersama rembulan malam hari, berusaha menyamai pecahnya sinar mentari siang hari ini. Seumur-umur tinggal di Bandung dan mengunjungi aneka ragam pameran, tampaknya ia baru kali ini melihat pameran buku sebesar ini. Tak sudi memendam penasaran lebih lama lagi ia langsung saja bersafari lebih jauh mencari serta melihat-lihat aneka ragam buku di sana tentunya sambil sekalian menawari Stevie dan Tiffany agar memanfaatkan kesempatan ini baik-baik.

Dan Tiffany mendadak teringat petuah orang tuanya tempo hari. Berhubung sekarang dia sudah naik kelas 12, dia diminta untuk segera mencari buku paket soal ujian nasional (UN) dan Saringan Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Maka atas dasar itulah dirinya kini bergerak sendiri mencari kedua jenis buku maha penting untuk kesuksesan menembus perguruan tinggi idamannya itu. Mencari selama 20 menit, sekonyong-konyong dirinya muncul kembali tepat di hadapan Rayla dengan kedua tangannya menenteng kedua tipe buku itu. “Aku cocok sama buku yang ini kak, setelah aku coba lihat contoh isinya aku bisa paham sekaligus mengerti soalnya mudah.” Ujarnya membeberkan alasan membeli sepasang buku persiapan ujian tersebut. Kemudian berbeda dengan Tiffany, Rayla, Christoff dan Stevie sekejap tersulut naluri bacaan politiknya.

Mumpung berhubung ketiganya sudah lulus SMA sejak dua tahun lalu, mereka sudah jelas tak lagi mencari buku paket UN dan SBMPTN melainkan incaran mereka hari ini adalah buku biografi tokoh-tokoh politik yang mereka kagumi pamornya belakangan ini. Dan semula, mereka punya maksud ingin mencari buku biografi Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin lantaran masih belum tahu banyak seluk-beluk kehidupannya dibandingkan Presiden Joko Widodo. Namun apa daya ketiganya malah justru mendapatkan buku biografi Presiden Joko Widodo dengan versi sudut pandang terhadap beliau dari keyakinan agama Islam semata-mata untuk menepis fitnah keji kepadanya lima tahun terakhir ini. Penasaran dengan isinya sekaligus merasa perlu membelinya, hanya sekejap Rayla memutuskan untuk menjatuhkan pilihan bukunya pada buku itu.

Selain itu ia mencari lagi buku-buku novel yang dapat ia jadikan sebagai hiburan sekaligus selingan di kala jemu membaca buku biografi. Total ia mendapat buku dari tiga penulis ternama dengan karya yang sudah patut mendapat pengakuan penuh atas kemahsyuran kata-katanya dan modal kemasyhuran itu dapat ia jadikan pula sebagai inspirasi dalam menulis buku novel ke depannya. Puas membeli buku-buku tersebut, ia lalu memutuskan membayar di meja kasir.

*** 

Hembusan semilir angin bersepoi-sepoi meniup rambut panjang ketiga gadis cantik itu di Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan yang tidak biasa ini lantaran desainnya yang dirancang jadi bangunan masjid ramah lingkungan dalam artian ruang mihrab untuk imam dan khotibnya didesain sangat besar dan lebar langsung menyatu dengan alam, begitu juga pintu keluar-masuknya di sisi utara dan timur masjid. Tiupan angin dan tingginya intensitas sinar matahari yang masuk lewat ketiga celah besar tadi memungkinkan pengurus masjid menghemat penggunaan listrik baik untuk lampu maupun AC di siang hari. Artinya, desain masjid ini menandakan arsitek perancangnya sangat cerdas dan peduli akan isu lingkungan. Tidak tanggung-tanggung arsitek yang dulu kebagian tugas merancang masjid ini adalah Ridwan Kamil dimana saat ini beliau jadi Gubernur Jawa Barat. Rayla tersenyum saja persis sesaat usai melepas mukena pink kesayangannya di shaf perempuan.

Beres menunaikan shalat Dzuhur, bersama Stevie, Tiffany dan Christoff ia pergi melangkah keluar masjid. Kembali memakai sepatunya, keempat sekawan ini terlebih dahulu menikmati hembusan semilir angin nan bersepoi-sepoi bersama indahnya pemandangan rumput di lahan kosong yang masih banyak tersedia di kawasan ini. “Paling sebentar lagi sudah penuh. Ini mumpung masih menunggu dibangun.” Imbuh Stevie saat Rayla mengomentari pemandangan seperti ini. “Ya, mungkin kamu benar Stev. Seumur-umur tahu Kota Baru Parahyangan dari kecil, rasanya sejak dulu ini masih terus dibangun dari depan ke belakang. Artinya area ini luas juga Stev. Tuh sampai ke belakang juga masih banyak yang kosong.” Imbuh Rayla ketika itu. Matanya yang jeli mampu menangkap pemandangan nan jauh di area belakang Kota Baru Parahyangan sana. Seutas sungai yang bermuara di sepetak telaga tampak seolah-olah kian memanjakan matanya, isyarat agar dia mau bertahan di tempat ini lebih lama lagi sampai nanti. Tidak buru-buru pulang.

“Makanan di sini apa saja ya?” Christoff mulai kepo, tapi juga sekaligus keroncongan.

“Enggak tahu kak, coba cari sampai ke daerah belakang. Kayaknya banyak pilihan.” Seloroh Tiffany menduga-duga sendiri apa saja pilihan kuliner yang tersaji di sini.

“Setahuku pilihan di sini enggak banyak Tif. Ada juga yang itu-itu saja. Memangnya kamu mau makan apa?” Stevie cepat-cepat membantah spekulasi adik sepupu dekatnya itu.

Lihat selengkapnya