Masa SMA dijuluki oleh banyak orang dengan sebutan “masa putih abu-abu” karena warna seragamnya yang seperti itu. Akan tetapi Rayla harus memberi julukan “masa kotak-kotak putih” pada perjalanan masa SMA-nya. Peraturan berpakaian di SMA tidak jauh berbeda dengan SMP, berhubung ia masuk hari Kamis, maka ia harus mengenakan baju batik.
Pakai dulu saja baju seragam sekarangkan hari pertama belajar kalau nanti ternyata harus pakai batik kamu tinggal ganti baju saja.” Pesan ibu saat sarapan. “Iya bu, nanti baju batiknya dibawa dulu.” Rayla membalas ucapan ibunya dengan sopan, kemudian tangannya mengambil segelas air putih di meja.
Belum mengetahui kelas apa dan di mana, maka Rayla dan teman-temannya terlebih dahulu berkumpul di aula sekolah seperti saat masa perkenalan. Berbeda dengan masa perkenalan dulu, kini para siswa mulai sibuk membicarakan jurusan yang akan mereka ambil nanti.
“Jadinya nanti ambil jurusan apa Ray?” Sebuah suara menyapa Rayla dari depan saat ia sedang mengelus-elus rambutnya sambil menunduk.
“Aku ambil IPS Karena nanti mau jadi guru. Aku mengambil keputusan ini sejak minggu overview sebelum lebaran tempo hari. Mau masuk kelas IPA, aku sudah jelas enggak akan bisa karena kesulitan Matematika dan otomatis aku enggak akan bisa jadi Arsitek. Ya sudahlah, aku masuk IPS. Insha Allah ini yang terbaik buat aku. Terus kamu ambil jurusan apa?”
Matthew diam sebentar dan selanjutnya langsung angkat bicara “Aku mau masuk IPS biar nanti bisa jadi pengusaha.” Di samping Matthew ada Stevie yang sejak pagi hanya irit bicara. Agaknya dia masih malu-malu, belum begitu akrab menyesuaikan diri dengan lingkungan SMA.
“Kamu gimana, Stevie?” Wajahnya terlonjak kaget. “Aku di IPS, Rayla. Sejak awal bakal merasa cocok di situ dan lagian ini bisa mendukung minatku di kesenian.” Tuturnya lembut.
Rupanya kegiatan yang dilaksanakan hari ini adalah psiko-test yang ditujukan untuk mengetahui minat dan potensi siswa. Dari hasil tes diketahui bahwa sebagian siswa dapat masuk jurusan IPS dan sebagian lagi masuk jurusan IPA. Bagaimana dengan Rayla? Hasil tes cukup bagus dan ada peluang baginya untuk menjadi siswa IPS, sehingga ia melupakan jurusan IPA untuk selamanya. Ternyata masih ada siswa yang masuk jurusan IPS dan IPA dengan minat serta potensi yang tidak sesuai. Setelah dimasukkan dalam daftar siswa, beberapa ada yang mengeluh bahwa dirinya unggul di IPA dibandingkan IPS, begitu juga sebaliknya dengan berbagai alasan. Menurut Pak Erlangga di awal tahun ajaran, biasanya ada siswa yang ingin masuk IPA karena kakaknya juga di IPA atau sekaligus mengikuti tradisi keluarga.
“Itu sebagian ya, masih ada yang kayak gitu.” Imbuh Pak Erlangga setelah membaca daftar nama siswa kelas IPS. Tadi ia mengguyon, “Kelas IPS kehilangan sebagian cowok” menyusul kepindahan beberapa anak laki-laki ke kelas IPA.