Rayla

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #20

Februari dan Maret

Bulan Februari agaknya kurang bersahabat bagi perjalanan masa SMA Rayla dan teman-temannya sebab tenggang waktu untuk menghadapi UTS hanya tinggal sebulan lagi.

           “Ugh, kenapa ya mesti harus UTS lagi? Pusing deh lama-lama.” Ketika istirahat Stevie datang menghampiri Rayla di depan kelas dan menceritakan semua isi pikirannya. “Namanya juga sekolah, ya kayak ginilah. Yang penting kita berusaha terus sabar saja. Hasilnya ditentukan sama Allah SWT.”

           Dua gadis tersebut menarik nafas dan kemudian menghembuskannya kembali. Kali ini mereka membicarakan materi Pelajaran Bahasa Jerman selama satu bulan pertama di semester dua.

           “Kamu gimana Stev, mengerti enggak materi Bahasa Jerman?” Stevie yang sedang melihat jam tangannya kemudian berpaling kepada Rayla dan menjawab, “Masih agak-agak bingung juga Ray Karena kata-kata benda dalam Bahasa Jerman itu pakai pembedaan jenis kelamin juga kayak manusia.” “Bahasa Jerman memang kayak gitu, kadang-kadang materi pembagian artikel buat benda mati itu bikin bingung sama pusing juga. Tapi Herr Warsono pernah bilang ini bakalan gampang asal kita hafal Karena satu-satunya cara mempelajari der-die-das itu dihafalkan.” 

           Untuk beberapa mata pelajaran, formatif atau ulangan harian sudah dilaksanakan di Bulan Februari ini dan Rayla dapat melewatinya dengan baik. Kendati demikian, Rayla tetap merasa suasana bulan Februari 2015 telah mengalami perbedaan ketimbang bulan Januari kemarin.

           Lalu bagaimana dengan ulangan tengah semester? Alhamdulillah, Rayla mampu melewatinya dengan baik dan lancar pula. “Jokowi! Jokowi! Jokowi!” Teringat akan tokoh idolanya Rayla berjalan-jalan keliling sekolah sambil menyebut nama Presiden Jokowi dan kemudian Fariq meminta Rayla untuk bergabung dengannya. “Ray, mending kamu gabung sama aku saja daripada kamu jalan sambil menyebut-nyebut Jokowi Karena sekarang beliau sudah jadi presiden.”

           Di lain hari, Pak Erlangga berdiri di hadapan siswa dan menyampaikan sebuah kabar. “Buat semuanya, hari ini Matthew, teman kalian dari Kelas 10 IPS tidak bisa masuk sekolah dan sedang dirawat di rumah sakit. Bapak mohon doanya terus rencananya Hari Kamis sore kita mau menjenguk. Buat yang mau ikut, silahkan hubungi bapak.”

           “Duh, Kang Memet, Kang Memet. Biasanya kamu enggak pernah sakit setelah ujian. Tapi sekarang kok sakit ya? Apa dia stress?” Tutur Fariq sebelum Shalat Dzuhur di aula sekolah. “Enggak stress juga kali, mungkin dia capek Karena semester dua ini kegiatan kita banyak. Ya research-lah, ya UTS, ah pokoknya macam-macam deh.” Alif menyambung ucapan Fariq tadi. “Eh ngomong-ngomong kamu research-nya tentang apa Ray?” Kali ini Fariq yang bertanya. “Tentang pendapat siswa sama guru soal Presiden Jokowi.” 

           “Gila, fanatik banget ya Rayla. Sampai sekarang kamu masih terus mendukung Presiden Jokowi apa pun yang terjadi.” Fariq menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum salah seorang siswa Kelas XII mengumandangkan iqomah pertanda shalat akan segera dimulai.

vvv

           Tak sampai disana, rupanya Stevie masih memendam rasa penasaran terhadap Matthew yang acap kali dipanggil Kang Memet. Terdengar oleh Rayla, Stevie akhirnya mengetahui bahwa saat duduk di bangku SMP pernah ada seorang satpam yang mengantarkan sesuatu ke kelas. Ia menyebut nama penerimanya “Memet” yang mengundang gelak tawa. Maksudnya adalah Matthew.

           Awalnya Matthew merasa kurang senang dipanggil dengan sebutan Matthew, namun lama kelamaan ia merasa terbiasa dengan panggilan bernuansa Sunda tersebut.

           Sore yang diguyur hujan bukan menjadi alasan untuk tidak menjenguk Matthew. Buktinya Rayla dan teman-teman tetap pergi menjenguk ke rumah sakit dan saat sampai, mereka mendapati anak laki-laki bertubuh kurus dan tinggi ini sedang duduk di sebelah kasurnya.

           “Eh Kang Memet, kumaha kaayaan kanggo ayeuna?[1] Ketika masuk Fariq mencoba menyapa Matthew dalam Bahasa Sunda. “Masih kénéh teu damang Fariq. Abdi ogé masih resep ngaraos mual sareng pusing[2] .” 

Lihat selengkapnya