Lagu “Negeri di Awan” hasil gubahan Katon Bagaskara menyeruaki telinga Rayla Minggu sore ini, mengiringi persiapannya berangkat ke Dataran Tinggi Dieng. Pemandangan berupa awan nan indah di sana berdasarkan cerita orang lain tak henti-hentinya membuatnya merasa takjub. Lagu lawas tersebut seolah membawanya hanyut pada suasana Dataran Tinggi Dieng di pikirannya.
Kalian takkan percaya itu sebelum kalian membantah atau menyimak cerita dibawah ini.
Shalat maghrib, makan malam, mempersiapkan barang-barang sudah selesai Rayla lakukan dan saat ini tinggal menunggu keberangkatan saja menuju ke Dieng, sebuah dataran tinggi yang terletak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Dataran Tinggi Dieng terkenal akan pemandangan alam nan indahnya dan udaranya yang dingin. Malam itu, aku dan teman-temanku datang dan berkumpul di sekolah. Bukan untuk belajar, melainkan untuk melakukan persiapan dan pengkondisian sebelum berangkat ke Dieng memakai dua mobil Toyota Hiace. Mulanya Rayla ingin duduk di barisan paling depan, akan tetapi pintunya terkunci sehingga Rayla duduk bersama Diandra dan Stevie di belakang.
Karena kemacetan lalu lintas di sepanjang Jalan Dago mereka membutuhkan waktu lama untuk bisa keluar dari Kota Bandung. Lalu di depan sebuah restoran yang mungkin letaknya tidak begitu jauh dari Nagreg, mobil yang ditumpangi anak laki-laki sempat berhenti sejenak karena harus menunggu mobil Hiace laki-laki yang sedang menambal ban. Ketika hari semakin malam Rayla tidak dapat tidur dengan nyenyak seperti di rumah ketika yang lainnya sudah tidur. “Tidur saja, Ray.” Ujar Natalie kepada Rayla. Namun aku hanya memberi jawaban “Aku suka susah tidur secara sengaja kalau di perjalanan kayak gini. Kalau tidur secara sengaja baru bisa.” Ketika itu Dessna yang bertanya.
Saat jarum jam menunjukkan pukul 12 malam, secara tiba-tiba telepon seluler milik Pak Hardjo, supir Hiace anak perempuan berbunyi dan rupanya Pak Gani memberitahukan bahwa mobil Hiace yang dikemudikannya mengalami masalah. Sehingga kami yang kala itu sudah berada di depan langsung putar balik guna menemui Pak Gani. Ketika diperiksa oleh Pak Hardjo dan Pak Gani, ternyata bagian yang bermasalah adalah fanbelt pada mesin. Usai berhenti selama kurang lebih setengah jam, perjalanan kembali dilanjutkan hanya sampai Ciamis. “Mau silaturahmi ke sini.” Ujar Natalie melihat pagar rumah Pak Hardjo dibuka. Ada apa gerangan? Mengapa demikian? Karena pintu dikunci, maka mereka menunggu di luar sebelum akhirnya bisa masuk.
vvv
“… Iya, ini setengahnya juga belum tapi Alhamdulillah masih di sini. Kalau diteruskan sampai terjadi apa-apa, nanti bingung.” Kira-kira begitulah ucapan Pak Hardjo dan Pak Gani ketika beberapa anak perempuan bertanya, termasuk Rayla. “Masih berapa lama lagi perjalanan ke Dieng pak?” Ujar Rayla di depan rumah dan kemudian dijawab Pak Gani “Masih jauh, sekitar 14 jam perjalanan lagi” dan selanjutnya disambung Pak Hardjo, “Rayla, sok istirahat dulu ini sudah malam. Tuh gurunya lagi kasih penjelasan.” Rayla datang terlambat ke ruang tamu yang menjadi “kamar” bagi anak laki-laki dan menemui Pak Erlangga sedang melakukan briefing. “… Supaya tidak membahayakan nyawa supir dan juga kita semua, maka akhirnya diputuskan kita bermalam di sini terlebih dahulu karena mobil sedang bermasalah dan jalan yang kita lalui juga berada ditengah hutan. Ini memang diluar kehendak kita, manusia hanya bisa berencana sedangkan Allah yang menentukannya.” “…Jika orang tua kalian bertanya sudah sampai mana, bilang saja sedang ada kendala dan masih menunggu mobilnya sehat kembali.”
Selanjutnya Rayla menuju kamar dan berbaring.