“Hmmm, Stevie. Tumben dia sudah datang sepagi ini terus dia duduk sendirian di bawah pohon terus enggak tahu dia pegang apa.” Rayla bergumam sendiri di ruang hatinya ketika ia melihat sesosok gadis remaja sebayanya duduk di bawah sebatang pohon pada halaman sekolah. Rambut hitam nan panjang, kacamata bening pembekap wajah dan kulit putih menandakan tak banyak perubahan dari fisik Stevie, gadis yang ia lihat hari pertama masuk sekolah sebagai Siswi Kelas 11. Hanya kupluk abu-abu polos sebagai tambahan di puncak batok kepalanya. Dan enggan berdiam diri lama-lama, Rayla lantas menghampiri Stevie. “Ni hao[1] Stevie. Kamu sendirian saja nih. Lagi apa?” Rayla menyapa singkat, sedikit menyentak. Ia lalu mengulum senyum sedetik sebelum membalas sapaan Rayla. “Wo han hai[2] Rayla. Iya aku sendirian saja, sambil membuka lagi album Hari Yang Cerah-nya Peterpan dulu. Ini salah satu album favoritku. Mau lihat?” Tawar Stevie sambil menyodorkan benda persegi merah dari pahanya. Kemudian Rayla menerimanya.
Tertulis nama “Peterpan” di sampul paling depan bersama lukisan siluet Ariel, Uki, Lukman dan Reza di bawahnya. Tinggal berempat saja bukan alasan Rayla bertanya mengapa anggota Peterpan kala itu telah berkurang. Lepas meratapi album keempat Peterpan tersebut, di relung benak Rayla timbul sebutir pertanyaan spesial untuk Stevie.
“Bist du eine Noah Lieberin, Stevie?[3]” Berselang singkat Stevie memalingkan paras cantiknya pada Rayla usai dirinya ditanya dalam Bahasa Jerman.
“Genau Rayla, ich bin eine Noah lieberin seit ich bin noch klein, es ist 2003. Warum?[4]” Rupanya Stevie sudah cukup lancar berbicara dalam Bahasa Jerman.
“Das macht nichts. Nur frage mich nach dich. Und dann mein lieblingsmusik ist der song von KLa Project, Chrisye und Kahitna.[5]” Jadilah dua gadis ini menjalin percakapan dalam Bahasa Jerman kendati mereka orang Indonesia asli dan tinggal di Indonesia pula. Dan setelah puas berbincang-bincang, sorot kelopak mata Rayla menjamah buku agenda cokelat di paha Stevie. Lantas ia meminta izin kepada teman dekatnya tersebut dan tanpa basa-basi, Stevie mengizinkan Rayla membaca isinya secara lengkap.
Suasana sekolah kian ramai sebab murid yang datang jumlahnya kian banyak. Banyak teman Kelas 11 yang sudah datang antara lain ialah Andra, Matthew disusul Alif. Rayla menggelung senyum merekah begitu Andra bergabung paling pertama. Sebagaimana memori di hati merekam peristiwa dalam kisah, Rayla pertama kali menaruh perasaan jatuh cinta pada Andra saat fieldtrip ke Dataran Tinggi Dieng tiga bulan silam. Ia dipaksa kawannya menjawab pertanyaan tentang pujaan hatinya sambil diberi sejumlah pilihan nama anak laki-laki. Mulanya ia menjawab tidak merasa jatuh cinta, namun karena terus dipaksa maka ia memilih Andra. Dahulu hanya sedikit kawan yang tahu, akan tetapi lama-kelamaan kawan satu angkatan berhasil mengendusnya. Sejak menyebut nama Andra sambil ia jatuh cinta, Rayla tak berhenti mengenangnya.
“Ray, jangan senyum-senyum sendiri dong. Biasa saja.” Ujar Stevie menepuk-menepuk pundak kiri Rayla. Lalu dia menyerahkan kembali album Peterpan dari genggaman ruas jemarinya.
“Danke schön, Stev[6].” “Bitte schön, Ray[7].” Andra pun berlalu dibuntuti Matthew dan Alif.
Wajahnya dua kali menoleh usai Shalat Dhuha. Aula telah dikepung gemuruh suara obrolan atau canda-tawa yang sesekali meletup di sudut aula sebelum Pak Khalid mulai berbicara.
“Assalamu’allaikum Wr. Wb. Anak-anakku siswa dan siswi yang bapak banggakan, teman-teman bapak dan ibu guru yang saya hormati, Alhamdulillah pagi ini kita bisa berkumpul di aula untuk senantiasa menunaikan shalat Dhuha serta memanjatkan doa agar kita diberkahi pula dirahmati Allah SWT. Shalawat pula salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarganya hingga akhir zaman. Amin.”