“Ray, bangun. Sekarang sahur.”
Perintah sahur meluncur singkat membangunkan Rayla dari tidur nyenyaknya semalam. Masih dirinya bergelung di atas kasur malas-malasan layaknya ada keengganan menyantap sahur. Bapak, karenanya wajib hukumnya meluncurkan perintah kedua. Ajaib, hanya satu patah kata yang diluncurkan perintah kedua, Rayla lantas terhenyak dari tidur panjang seraya penglihatannya masih samar-samar. Namun ia tetap beranjak dari kasurnya.
Lauk makanan sahur relatif sama dengan makanan buka puasa kemarin kendati ia tak makan di rumah. Dua hari sebelumnya bahkan Rayla berbuka puasa di suatu restoran ramai. Pun dirinya tetap menikmati makanan apa adanya tanpa banyak mengeluh baik itu tentang jumlah porsi atau rasa makanan di rumah. Lalu dengan mengenakan kaos t-shirt hijau muda dan sarung, Rayla menelan santapannya sembari mengelus paha kanannya di ruang televisi bersama bapak yang sedang asyik menonton televisi. Terkadang bibirnya a tak kuasa menahan gelak tawa melihat lawakan lucu Sule dan Andre dalam acara “Ini Sahur.” Makanan di piring raib, giliran kopi yang hendak Rayla seruput. Satu sachet kopi ia ambil dari laci di bawah dispenser air untuk selanjutnya dibanjur air panas dan setelah jadi, Rayla menyeruput kopi tersebut sampai selesai. “Enak banget kopinya.” Gumamnya seorang diri tak terdengar bapak atau Christoff.
Masih sama seperti tahun kemarin, lebaran Idul Fitri tahun ini bapak mematut keinginan untuk membeli kue lebaran dari Bulik Darsini. Wanita 72 tahun tersebut, walau sudah lanjut usia, tetap saja mengantongi semangat kerja nan tinggi apalagi dalam urusan memasak. Setiap tahun, puluhan atau barangkali ratusan toples kue dapat dihasilkan tangannya sehingga bapak selalu membeli kuenya. Tidak hanya kue, bahkan lauk-pauk makanan berat acap ia ciptakan seorang diri di rumahnya. Shalat Subuh berakhir, bapak menawarkan sesuatu hal pada Rayla.
“Hari ini Jam 09.30, bapak mau beli kue di rumah Bulik Darsini. Mau ikut? Nanti sekalian belanja.” Tawaran yang tidak bisa ditolak diiyakannya usai melepas mukena. Tidak lupa kunciran rambut dirapikan.
Hanya sedikit aktivitasnya selain berselancar ria di internet. Biasanya ia gemar melacak informasi aktivitas kerja Presiden Jokowi di facebook setiap hari serta mendengarkan musik di Youtube. Kebiasaan rutin Rayla sejak awal Jokowi menjadi kepala negara. Menggelung senyum gadis pematut kaos kelabu tersebut saat meratapi info kegiatan Jokowi pagi ini sehingga tak sungkan jemari kanannya menekan tombol “like” lalu membagikannya.
Tiba akhirnya saat yang dinanti. Kurang dari pukul 09.30, bapak justru sudah siap menyambangi rumah Bulik Darsini. Disusul Rayla yang mematut diri mengenakan kaos, rok biru donker serta kupluk abu-abu seperti milik Stevie. Ibu memilih tidak ikut sehingga bapak lantas berangkat. Sepanjang perjalanan sedikit saja perihal yang Rayla bahas bersama bapak. Paling-paling hanya seputar aktivitas kerja bapak.
“Insha Allah mengko bapak arep terbang maning sak wis-e lebaran. Wiwit saiki luwih akeh nang omah thok[1]” Hati Rayla bersorak gembira mengetahui bapak hendak lama bersamanya. Pun mereka tiba di rumah Bulik Darsini tak sampai satu jam berlalu.
“Kepripun kabare? Sehat sedoyo?[2]” Beliau menyambut bapak di halaman rumah mungilnya. Bapak menjawab baik dan sehat seluruhnya. Enggan berkompromi lagi, Bulik Darsini mempersilahkan bapak masuk ke ruang tamu.
“Enggak punya apa-apa, maaf ya.” Ujar Bulik Darsini. “Ya enggak apa-apa, enggak usah repot dan masih puasa.” Bapak menambahkan, santai. Kedua tangan sepuhnya membawa beberapa toples kue lebaran yang beliau taruh di meja ruang tamu.
“Monggo dipilih[3].” Tersedia kue kaastengels, bolen, keju, dan lain-lain. Bapak jadi sibuk memilih-milih kue buatan Bulik Darsini. Seraya menanti pilihan bapak, Bulik Darsini mengajak ngobrol ngalor-ngidul dengan macam-macam topik.
“Sekarang kelas berapa, Rayla?” Ujar Bulik Darsini.
“Kelas 11 atau 2 SMA.” Rayla menjawab seraya merapikan rambutnya.
“Enggak kerasa ya kamu sudah besar. Sebentar lagi sudah akan kuliah.”
“Iya, sudah tinggal dua tahun lagi Rayla kuliah. Pokoknya 2017 enggak akan terasa.” Imbuh bapak menambahkan.
“Iki, aku arep tuku 7 toples. Sedoyo piro, bulik?[4]”
“Sedoyo dadi 200.000. Iki tak bungkus kanggo dus.[5]” Lalu kedua ruas jemari Bulik Darsini mencomot lagi tiga toples pilihan bapak untuk berikutnya “disekap” dalam kardus sedang bersama empat lainnyadengan cepat. Tatkala kardus telah diikat tali rafia, bapak menyerahkan uang Rp. 200.000,00 kepada Bulik Darsini.
“Matur kesuwun sanget, bulik. Mengko ketemu maning.[6]”
“Inggih, sami-sami.[7]” Demikian bunyi kalimat perpisahan bapak dengan Bulik Darsini di beranda depan rumah.
vvv
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar... Laa Ilaha Ilallah Huwallahu Akbar, Allahu Akbar Wakhira Ilham...
Gema takbir melantun sedemikian syahdu di langit fajar 1 Syawal hari ini menandakan puasa sudah haram di hari raya bagi siapapun. Kini mereka sudah lebih bebas makan dan minum setiap saat. Pagi-pagi sekali sekira pukul 05.30 WIB, Rayla telah membersihkan diri tuk setelahnya mengenakan baju muslim demi menghadiri kegiatan ibadah Shalat Ied tidak jauh dari rumah. Rayla mengisi shaf jama’ah perempuan di belakang sedang bapak dan Mas Chris mengisi shaf laki-laki di depan. Jama’ah yang hadir kian banyak menyesaki tempat shalat Ied.