Lagi-lagi pemuda tinggi itu muncul di sekolah. Sekonyong-konyong ia muncul di mana saja sesuka hatinya menarik perhatian segelintir anak. Tetapi yang paling banyak perhatiannya dibetot pemuda tersebut justru anak laki-lak. Padahal dia orang bule. Dan kira-kira dia dari negara mana? Rayla hanya menduga-duga si pemuda bule berasal dari Jerman sebab selama tiga hari terakhir ini dia selalu datang didampingi Herr Warsono.
“Mirip orang Palestina gitu.” Tutur Nico dari jauh.
Satu kali, sang pemuda bule melempar senyum pada Rayla. Rayla hanya melempar senyuman balasan pada si pemuda bule. Lantas dirinya kembali ke kelas lalu ditanyai Stevie.
“Orang bule yang disana siapa? Terus kenapa Herr Warsono ada juga?”
“Enggak tahu, dia mau apa. Kayaknya sih orang Jerman mau ikut belajar di sini terus dia ditemani Herr Warsono.” Rayla memaparkan lagi spekulasinya tentang latar belakang orang asing tadi. Cukup mengangguk takzim seorang Stevie. Dan pemuda bule tersebut terus berkeliling sekolah bersama Herr Warsono sebelum Stevie berpindah ke ruang mata pelajaran agama Islam.
Materi pelajaran agama hari ini masih membahas seputar sikap taat kepada aturan Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW serta para pemimpin duniawi. Di ruang agama, Pak Khalid menghidupkan komputer laptop yang terhubung langsung dengan perangkat infocus Epson. Beliau mengutak-atik laptop sejenak kemudian baru bicara,
“Sekarang silahkan kalian tonton beberapa contoh video tentang taat pada aturan dari kakak kelas kalian. Nanti kalian akan dapat tugas yang serupa.” Terang Pak Khalid. Kemudian jemarinya menekan tombol “play” di komputer jinjing itu.
Gelak tawa sekali-kali meletup saat melihat adegan yang dirasa lucu. Puas menonton, Pak Khalid membagi seisi Kelas 11 IPS menjadi dua kelompok. Lalu konsep didiskusikan bersama-sama menyesuaikan instruksi Pak Khalid.
vvv
Dugaan Rayla mengenai siapa pemuda bule tempo hari terbukti benar adanya di jam pelajaran Bahasa Jerman hari ini. Usai mengambil tempat duduk, Herr Warsono memperkenalkan murid bule di sebelahnya.
“Teman kalian ini namanya Wilson, orang Jerman. Empat hari lalu baru sampai di Indonesia terus rencananya dia tinggal di sini selama tiga bulan. Dia juga bakal belajar di sini bareng kalian, tapi Wilson cuma datang seminggu sekali di jam pelajaran Bahasa Jerman.” Pungkas Herr Warsono sekaligus menggenjot semangat Rayla berbicara Bahasa Jerman langsung dengan orang Jerman asli. Kayaknya ini kesempatan emas buat aku biar bisa lebih memperlancar Bahasa Jerman. Batin Rayla di ruang hati.
Herr Warsono kemudian memberi kesempatan kepada bujang yang dianugerahi rambut cokelat kopi nan tipis sewarna dengan dua bola matanya, “Wilson, lass machst du ein grüßen mit dein Indonesischen freund jetzt bitte[1].” Wilson menarik nafas sejenak lalu memperkenalkan diri,
“Halo teman-teman, sekali lagi biar ingat, nama Wilson. Usia saya 18 tahun dan saya berasal dari Kota Heidelberg, Jerman. Ayah saya bekerja menjadi redaksi majalah Jerman, ibu saya bekerja menjadi pegawai toko buku.” Wilson mengakhiri perkenalan singkat dirinya.
“Was noch?[2]” Ceteluk Herr Warsono sedikit menghentak Wilson.
“Könnt Ihr sprecht auf Deutsch?[3]” Kali ini Wilson menanyai pemilih pelajaran Bahasa Jerman. Lalu Stevie menyeletuk cepat, “Können aber nur wenig[4].”
Dan sampai juga kesempatan Rayla berbicara Bahasa Jerman bersama Wilson. Ia lantas memperkenalkan dirinya paling pertama tentunya di tengah kelancaran Bahasa Jerman yang melebihi kawannya. Hanya mengulum senyum Wilson kala bertatap muka langsung dengan Rayla, kendati ia pernah berhenti di tengah pembicaraan lalu didorong lagi oleh anak lain. Setelah Rayla memperkenalkan dirinya, kini giliran Stevie disusul Fariq, Alif, juga murid lain.
Puas saling memperkenalkan diri, Herr Warsono lantas menyampaikan materi baru Bahasa Jerman. Tidak lain tidak bukan adalah jenis-jenis makanan dan minuman merangkap susunan kata percakapan di restoran dalam Bahasa Jerman. Layar televisi LED mempertontonkan dua jenis golongan makanan Jerman, yakni spezialitäten und favouriten in Deutschland[5] bersama jenis-jenis makanannya. Tangan kanan Rayla seperti biasa lincah mencatat nama-nama makanan dan minuman khas Jerman baik itu makanan berat atau ringan. “Jangan lupa, ini ada banyak jenis minuman khas Jerman juga.” Imbuh Herr Warsono di hampir setengah sesi pelajaran.
Kemudian guru alumni jurusan Pendidikan Bahasa Jerman dari salah satu universitas di Yogyakarta tadi menjelaskan perbedaan dua istilah untuk hidangan cokelat versi Bahasa Jerman.
“Ini memang mirip, tapi artinya beda jauh. Eine tafel schokolade ini istilah kalau kita meminta cokelat batangan terus eine taße schokolade ini istilah kalau meminta secangkir minuman cokelat.”