Rayla

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #36

Pameran Penghujung Tahun

Selesainya UAS Sejarah Peminatan bagi murid-murid kelas IPS dan Biologi bagi murid-murid kelas IPA mengarahkan mereka berkumpul di lorong depan Kelas 11 dan 12. Sebidang papan tulis putih menghalangi pandangan mereka dari terpaan bias sinar matahari yang merambat masuk melalui jendela ventilasi di atapnya.

Bu Atty datang lalu bicara, “Anak-anakku, sampai hari ini kalian sudah hampir selesai mengikuti UAS. Insha Allah tinggal satu lagi di Hari Senin depan. Sekarang sebagai pengisi waktu luang sebelum pulang, kita bakal briefing soal Vocational Expo tanggal 16 Desember nanti.” Mereka berdecak kagum mendengar ucapan Bu Atty tadi.

Jeda sejenak, Bu Atty meneruskan ucapannya lagi. “Vocational Expo ini sekaligus jadi ajang promosi kegiatan sekolah kita ke yang lain terutama yang SMP. Isinya ada stand semua pelajaranvocational. Dankhusus vocational musik, nanti tim karawitan dan penari bakal tampil di panggung tanpa ikut di stand.” Imbuh Bu Atty, lalu menyambung lagi penuturannya, “Sekarang kalian dibagi-bagi ke dalam kelompok sesuai masing-masing jabatan. Ingat, kalian jangan menolak jabatan yang dikasih karena jabatan ibu di acara vocational expo ini juga amanah langsung dari Pak Adrian.” Kemudian beliau membaca daftar pengisi stand.

“Di stand design grafis, nanti ada Andra, Jacqueline dan Mahmud. Andra jadi penanggung jawab stand design grafis ya.” Rayla bertepuk tangan heboh sendiri mendengar laki-laki pujaan hatinya menjadi penanggung jawab stand design grafis. Kemudian tiba giliran tim stand Bahasa Jerman disebut masing-masing nama punggawanya setelah Matthew ditunjuk menjadi penanggung jawab tim Bahasa Jerman. “Matthew ditemani oleh Stevie, Dessna, Fariq, Rayla, Radit, Diandra, David, Ahmad, Armand, Nico, Ferdi dan Rangga.” Bangga menjalar pada diri Rayla secara utuh dan mendorongnya turut pergi berduyun-duyun ke dapur sekolah.

“Sudah datang semua belum?” Tanya Matthew di dapur sekolah.

“Sudah Kang[1] Memet, langsung mulai saja.” Dessna yang tampaknya tidak ingin buang-buang waktu segera meminta Matthew agar mulai. “Hal-hal terkait Jerman apa saja ya? Terus menurut kalian apa yang bisa kita sajikan di stand?” Matthew kembali melempar sebaris tanya.

“Pastinya sih yang bisa dimakan, Kang Memet. Paling makanan-minuman khas Jerman kayak materi kita kemarin waktu ada si Wilson.” Stevie melempar segelintir idenya yang langsung disetujui hanya dalam waktu singkat.

Tidak sampai di situ, pertanyaan dari kelompok beranggotakan mayoritas anak lelakimuncul lebih banyak lagi. Mereka usul agar kelompoknya mengenakan pakaian khas Jerman saat vocational expo. Namun Matthew menolaknya mentah-mentah karena agaknya sulit didapat.

“Wah itu sih aku enggak tahu cari dimana... Di tempat-tempat sewa baju juga cuma ada baju khas Sunda. Atau alternatif lainnya, kita pakai baju bebas yang mengandung unsur seputar Jerman. Boleh pakai jersey pemain sepak bola Jerman, salah satunya.” Kini seisi kelompok mengangguk setuju dengan usulan Matthew tersebut. Rayla sendiri sekarang tengah berupaya memikirkan baju apa yang hendak ia kenakan saat meramaikan vocational expo nanti. Jersey tim nasional Jerman ia tidak punya. Baju yang menampilkan tiga warna bendera Jerman pun.., entah.

 Masih hanyut dalam pikirannya sendiri, Rayla mencoba mengingat warna baju kotak-kotak miliknya di rumah. Terdapat delapan potong kemeja kotak-kotak yang dua di antaranya adalah kotak-kotak biru dan merah berbahan kain flanel, dua berbahan kain katun, dua baju bermotif campuran putih, dua  kemeja flanel hijau-biru. Dan seolah-olah dapat membaca isi pikirannya, Stevie menepuk pundak Rayla yang ditimpa ikatan rambut panjangnya menyadarkan lamunannya.

“Ray, kamu punya banyak baju kotak-kotak kan? Kira-kira bisa dipakai waktu vocational expo enggak?” Tanya dara berusia hampir 16 tahun pada pertengahan Januari tahun depan tersebut.

“Banyak Stev, aku punya delapan stel. Tapi aku enggak yakin bisa dipakai, Karena motif kotak-kotak di baju itu cuma ada motif merah-biru. Bendera Jerman sendiri juga enggak punya warna biru.” Sergah Rayla membantah ekspektasi Stevie tentang kesesuaian motif baju.

“Kamu sering pakai baju yang mana?” Tanya Stevie lagi.

“Sekarang sih lebih sering pakai baju yang motif biru-hijau Stev, yang biru-merah sudah jarang dipakai.” Ujarnya singkat.

vvv

Sejurus kemudian begitu seisi kelompok menyetujui ide menjual makanan-minuman khas Jerman, Matthew segera merinci daftarnya dibantu Stevie. Dari sejumlah makanan yang tertulis, terdapat Wiener Schnitzel sebagai salah satunya. Ditambah kentang goreng pasti turut menambah kenikmatan. Stevie sendiri, beberapa kali terlihat mengoreksi daftar makanan dan minuman khas Jerman tepat di sebelah Matthew seraya mengumbar kecantikan parasnya. Ini sudah yang kesekian kalinya Rayla berdecak kagum tatkala melihat pesona fisik Stevie di sekolah. Ah, betapa sangat beruntung dirinya dianugerahi kawan dekat yang cantik wajah nan baik hatinya pula.

Tersadar dari kekagumannya pada kecantikan Stevie, Rayla diminta agar menuliskan kata-kata di kertas daftar menu dalam bahasa Jerman. Alhasil tiga bentuk tulisan dari tiga orang remaja pembelajar setia bahasa Jerman ini berbaur dalam kertas yang sama, bahkan sesekali Matthew menyisipkan aksara-aksara Mandarin dalam menu stand vocational Bahasa Jerman. “Ray, sekali lagi kita sudah bisa mengamalkan petuah-petuah Gus Dur hari ini... Coba kalau sekarang ada Gus Dur di sini, pasti beliau tersenyum melihat kita...” Bisik Stevie penuh haru pada Rayla. Kacamatanya sudah sedikit berembun tatkala air mata turun bergelombang meriak-riak di parasnya. Lalu Stevie membenamkan wajahnya di pundak Rayla yang lantas memeluk pundak Stevie.

Dan remaja-remaja di dapur sekolah tersebut pada ujungnya berhasil menyusun daftar menu stand dan sudah bulat mengambil keputusan bahwa tim stand Bahasa Jerman tidak akan memberi penampilan khusus di panggung untuk berikutnya didiskusikan dengan Herr Warsono.

vvv

Hiruk-pikuk di area olah raga Sasana Budaya Ganesha atau Sabuga-ITB menjadi teman bagi Rayla dan kawan-kawannya saat mengikuti sesi ujian praktik olah raga hari ini. Banyak dari mereka yang beranjak langsung dari rumahnya, pun ada segelintir dari mereka yang membawa kendaraan sendiri berhubung usianya cukup sudah tuk dapat berkendara. Cerahnya langit pagi menambah semangat Rayla dan teman-temannya mengikuti sesi ujian praktik olah raga yang dipimpin langsung Pak Taufik hari ini dan usai menaruh tas di bawah pohon, Rayla serta kawan-kawannya membentuk barisan di pinggir jogging track.

“Kelas 11, hari ini bakal dites lari sprint 12 menit, uji kekuatan tubuh di besi-besi pegangan serta tali tambang di ujung sana.” Terang Pak Taufik usai berdoa bersama. Pemanasan ringan tidak lupa dilakukan sesaat menjelang tes lari sprint 12 menit. Lalu Pak Taufik meminta anak laki-laki kelas 11 IPA berbaris di atas jogging track bersama anak perempuan kelas 11 IPS.

“Teknis lari sprint, sebagian-sebagian kelas dapat giliran. Sekarang cowok 11 IPA bareng cewek 11 IPS, nanti ronde berikutnya cowok 11 IPS bareng cewek 11 IPA.”

Teriakan “aduh” menggema di bibir jalur pelarian dua detik lepas kalimat terakhir. Dan Rayla turut membentuk formasi tepat di belakang teman laki-lakinya kala Stevie meragukan kacamatanya sendiri. “Mending dilepas atau dipakai saja?” Tanya dirinya bimbang.

“Kacamata mah mending dipakai saja Stev, daripada waktu lari enggak kelihatan belum lagi kalau nanti.” Jawaban Rayla dan Fatimah menguatkan diri Stevie agar tetap mengenakan kacamata saat berolahraga. Lalu keluar instruksi dari Pak Taufik supaya aksesoris seperti jam tangan, gelang dan kalung dilepas dan dititipkan di Bu Irvina. Jam tangan cokelat Rayla bersanding dengan jam tangan hitam Stevie.

Lihat selengkapnya