“Rayla, nanti siang jemput ibu ke gedung Fikom[1]Unpad bareng bapak & Mas Chris ya. HP kamu pastikan menyala terus nanti kontak-kontakan. Sekarang ibu berangkat sendiri ke reuni bareng teman-teman kuliah di sana.” Undangan temu kangen yang diperuntukkan kepada para alumni Fikom Universitas Padjajaran Bandung dipenuhi oleh ibu pasca disebar jauh-jauh hari. Ini merupakan acara reuni yang kesekian kalinya untuk orang-orang yang pernah menjadi mahasiswa atau mahasiswi Fikom Unpad. Sebagaimana cerita yang pernah Rayla dengar dari ibunya, dahulu ketika masih muda—pada kisaran usia yang hampir menyamai kisaran usia Rayla tahun ini, ibu mendapat kesempatan emas untuk menimba ilmu dari jurusan Hubungan Masyarakat Fikom Unpad selepas lulus SMA. Kala itu, ibu diterima menjadi mahasiswi jurusan Ilmu Humas Fikom Unpad melalui PMDK[2]atau SNMPTN[3]. Jadi dengan kata lain, ibu tidak perlu menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk berjuang belajar mengikuti tes masuk perguruan tinggi. “Coba Rayla daftar lewat jalur tanpa tes nanti. Semisal ke UPI.” Saran ibu beberapa waktu lalu. Memiliki impian berguru di bangku jenjang perguruan tinggi negeri, jelas Rayla sangat berharap dirinya bisa tembus tes masuk perguruan tinggi. Bahkan dirinya lebih ingin menembus jalur tanpa tes ke jurusan Pendidikan Bahasa Jerman UPI. Amboi nian, alangkah hebatnya bila demikian.
Reuni Fikom Unpad angkatan 1986 diadakan bertepatan dengan acara pembukaan PON XIX 2016. Sebagai konsekuensi akan kedatangan Presiden Joko Widodo ke sini, kemacetan lalu-lintas pasti akan terjadi dimana-mana dan untuk mengantisipasi hal tersebut, di ponsel telah terselip jadwal kunjungan kerja mantan Walikota Solo itu. Sabtu pagi di sela-sela belajar materi formatif Sosiologi, Rayla mengecek lagi alur kunjungan singkat Presiden Jokowi ke Bandung. “Jokowi enggak menginap, mas.” Imbuh Rayla pada Christoff. “Iya, cuma sebentar banget di Bandung. Tengah malam paling sudah balik ke Jakarta lagi.”
Rayla berupaya sungguh-sungguh menghafal materi pelajaran Sosiologi selama lebih dari sebulan belakangan ini. Dia mulai belajar pukul 07.45 dan belum selesai sampai sekarang pukul 09.55 WIB. Artinya sudah dua jam lebih sepuluh menit dia mendalami catatan Sosiologinya. Lalu ia menyimpannya di benak dalam-dalam menjelang bapak datang ke kamar. “Masih belajar?” Tanya beliau singkat di ambang pintu kamar. “Iya pak, masih belajar. Nanti berangkat jam berapa?” Sahut Rayla yang perlahan-lahan konsentrasi belajarnya buyar. “Jam 12.30. Biar bisa makan sekalian shalat dulu.” Bapak kemudian memastikan lagi jam keberangkatan. Rayla lalu mengerahkan sisa tenaganya sebelum benar-benar menyerah.
vvv
Bapak menepati janjinya. Pukul 12.30 WIB, Rayla bersama dua anggota keluarganya pergi meninggalkan rumah menuju Kampus Unpad, salah satu perguruan tinggi papan atas di tanah Legenda Padjajaran. Keruwetan selama belajar Sosiologi tadi pagi Rayla buang jauh-jauh sekarang. Dara pemilik koleksi baju kotak-kotak khas Presiden Jokowi ini ingin memanfaatkan kesempatan jalan-jalan ke Kampus Unpad dan nanti menonton film Warkop DKI Reborn entah di bioskop pusat perbelanjaan mana ini untuk refreshing. Bukan untuk terus-terusan belajar. Buku catatan sudah ditinggalkan jauh di rumah. Sekarang a tinggal menyegarkan pikiran.
Pak Warsono sedikit menggerutu saat melihat kemacetan. Pelan-pelan supir 47 tahun itu mencari celah di antara himpitan mobil, lalu merangsek menembus kemacetan. Sekali, dua kali berhasil, namun berikutnya harus rela menerima nasib setali tiga uang. Tidak ada jalanan yang tidak macet seperti yang sudah disebutkan di atas tadi, sebagai konsekuensi akan kedatangan Presiden Jokowi serombongan ke Bandung. Rayla yang duduk di jok depan, serius sekali mendengarkan berita seputar pembukaan PON dari radio. Dimana-mana macet, sama saja bahkan hingga ke pertigaan jalan akses Tol Cileunyi. Arus kendaraan menumpuk sudah di sana. Belum lagi di belokan ke arah Kampus Unpad, ada kampus lain yang hari itu mengadakan wisuda.
Setelah berjibaku dengan kemacetan, akhirnya Rayla sampai juga di Kampus Unpad Jatinangor. Menyambung cerita dari ibu, dahulu saat ibunya masih kuliah, Kampus Unpad masih menggunakan bangunan kampus yang terletak di Sekeloa dan Dipatiukur. Sementara kampus Jatinangor baru didirikan sekitar tahun 1990-an saat ibu sudah lulus dan sekarang, Rayla menyambangi area Unpad yang jauh lebih luas dari Kampus Unpar. Mobil juga motor saja dapat berkeliling sepuasnya di dalam kampus. Kemudian waktu ia ingat lagi kemana arah tujuannya, ia mencoba mengingat lagi di mana letak gedung Fikom. “Pak, seingatku Fikom ada di pojok dekat lembah yang ada bekas jembatan kereta téa. Masih di pinggir jalan kok.” Rayla mengungkapkan pikirannya pada bapak. Pak Warsono mencoba mencari-cari gedung Fikom seperti apa yang dituturkan Rayla tadi. Luasnya Unpad membuat dia kebingungan. Pak Warsono mengajak Rayla, Christoff dan bapak berputar-putar mengelilingi Unpad sembari tidak ketemu. Adapun yang Rayla ingat hanya letak lokasi gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) serta Fakultas Peternakan yang tadi sudah disambar. “Kayaknya dulu bisa dua arah. Tapi sekarang cuma bisa satu arah.” Imbuh Pak Warsono yang berikutnya memarkirkan mobil di salah satu bidang area parkir.
Bapak yang tidak tinggal diam masih tetap berjuang mencari Fikom. Beliau terus memencet tuts di layar ponselnya sampai ibu mengirim jawaban pasti. Katanya dari parkiran tinggal ke bawah saja sedikit lagi, sudah sampai di gedung Fikom. Selepasnya bapak menyuruh Pak Warsono menggerungkan mesin mobil, berbelok menuruni jalan sebelum berlabuh kembali di halaman Fikom. Inilah tempat tujuan Rayla yang sejak tadi dicari.
Turun dari mobil seraya merapikan rupa penampilannya, Rayla mendapati banyak orang paruh baya sepantaran bapak dan ibu sedang asyik berbincang-bincang. Kebanyakan dari mereka berkerumun di sejumlah sudut halaman, dan dia melihat ibunya berdiri di teras Fikom ditemani kawan-kawan lamanya yang sudah berusia hampir separuh abad. Mereka mengenakan kaos polo warna putih yang dituliskan logo angkatan kuliah serta logo perusahaan penyumbang sponsor acara reuni. “Rayla, Christoff, ini teman-teman ibu waktu masih kuliah.” Sambut ibu memperkenalkan teman-temannya. Atas inisiatif sendiri ia menyalami mereka.
Rata-rata dari mereka menanyakan “kelas berapa” dan “sekolah dimana” tambah “mau kuliah di jurusan apa” melihat perawakan Rayla yang sudah menyamai anak kuliahan. “Belum tahu,” Rayla menjawab pertanyaan teman-teman ibunya. Pun ibu berikutnya memperkenalkan seorang temannya yang sekarang mengabdi sebagai Dosen Fikom Unpad. Memang tidak jarang ibu menyarankan Rayla agar sering membuka website beberapa perguruan tinggi di Bandung—terutama untuk jurusan berikut kurikulumnya mencakup Fikom Unpad dengan rentetan jurusannya yang terdiri atas Ilmu Jurnalistik, Fotografi dan Perfilman, serta lain sebagainya. “Jurnalistik terhitung cocok buat kamu yang senang menulis. Di Jurnalistik, kamu enggak akan cuma menulis blog, cerpen atau novel, tapi sekalian menulis beragam artikel sama berita.” Imbuhnya dulu.
Merasa ingin ke kamar mandi, Rayla kemudian masuk gedung dan mencari kamar mandi sampai ketemu di sudut lorong gedung. Suasana yang sepi mengundang nuansa tersendiri dalam gedung yang bagus. Dan ketika selesai, Rayla mendapati Mas Chris juga ke kamar mandi laki-laki alias melakukan hal yang sama dengan tempat berbeda. Oleh karenanya mereka berdua berjalan bareng ke depan seiring dengan acara yang beranjak selesai. Para alumni Fikom angkatan 1986 berduyun-duyun pulang baik itu membawa kendaraan masing-masing atau ikut menumpang bagi yang tidak membawa kendaraan. Tadi, Rayla sempat menyisihkan waktunya untuk berkenalan dengan Om Mukhlis, teman kuliah ibu yang saat ini bekerja sebagai Guru Matematika di daerah Kudus, Jawa Tengah. Jebolan Fikom Unpad ini semula mengikat niat menumpang temannya ke studio foto. Namun rupanya ia tertinggal rombongan sehingga ia meminta ibu agar sudi mengantarnya ke studio foto. Ibu dan bapak mempersilahkan Om Mukhlis ikut menumpang. Akan tetapi kendati demikian, ternyata sudah ada teman lain yang berbaik hati menawarkan tumpangan. Maka ia tidak jadi menumpang di mobil Rayla dan otomatis, bapak serta ibu langsung membidik tujuan berikutnya. “Mau nonton Warkop dimana? Ada bioskop di Jatos, ada juga di TSM.” Tawar bapak sambil keluar Unpad. Rayla dan Christoff bingung menerima tawaran bapak.
Lalu mengingat Mall Jatinangor Town Square yang ukurannya lebih kecil ketimbang Trans Studio Mall, Rayla memutuskan agar dia sekeluarga menonton film di bioskop TSM. Artinya, dengan kata lain perjalanan diteruskan dari Jatinangor ke TSM melintasi sepotong ruas jalan tol Purbaleunyidiawali dari Cileunyi serta diakhiri di Buah Batu. Sudah menjelang sore ini Sabtu tatkala Rayla melintasi jalan tol menuju TSM. Pun masih di tengah jalan tol, dari kejauhan Rayla bisa melihat gedung Stadion Gelora Bandung Lautan Api atau Stadion Gedebage. Nantinya stadion besar nan megah di kota Bandung ini akan menjadi tempat bagi perhelatan PON dibuka sekarang pula ditutup dua pekan mendatang. Presiden Joko Widodo akan berada di sini nanti malam, menyampaikan pidato sambutannya sebagai kepala negara.
Mata Rayla bisa melihat semarak keramaian di Stadion Gedebage dari jalan tol. Puluhan bendera serta umbul-umbul berkibar di pinggir stadion, ditambah balon udara yang diikat tali pada keempat sisinya. Lengkap sudah keramaian jelang pembukaan PON. Sedangkan di langit stadion, dirinya melihat sebuah pesawat jet penumpang komersial yang terbang bermanuver mengitari stadion. Pilotnya bisa dipastikan ingin mempertontonkan sedikit keramaian jelang opening PON pada penumpangnya. Juga di kedua sisi jalan tol, nyatanya proyek pembangunan simpang susun stadion Gedebage masih jua sedang dikerjakan.
vvv
Tiba di parkiran Trans Studio Mall, Rayla mengayunkan langkah kaki paling cepat dan paling depan mendahului bapak-ibu. Waktu di arloji bertali cokelat tuanya menunjukkan pukul 15.50 WIB. Dia harus cepat mencari jadwal penayangan film Warkop DKI Reborn antara sore ini atau nanti malam. Juga ia belum sempat shalat Ashar. Gadis yang mengincar aksi paskibraka favoritnya pada acara pembukaan PON ini terburu-buru mencari Musholla di parkiran basement TSM tapi tidak ada. Ingin dirinya menunaikan shalat di masjid TSM saja walau masih memungkinkan ada musholla di dalam mall. “Rayla, coba tanya petugas dulu ada musholla apa enggak. Siapa tahu di dalam mall ada.” Perintah bapak. Rayla hanya dapat menuruti perintah bapak karena hanya sekejap, seorang petugas parkir muncul di hadapannya. Langsung saja Rayla menyergap petugas pria tersebut dan bertanya, “Pak, di dalam mall ada musholla enggak?” Petugas ber dasi hitam itu menyetujui argumentasi Rayla barusan seraya berucap, “Ada mbak. Naik ke lantai tiga bisa pakai eskalator atau lift. Di atas belok kanan, dekat dari bioskop.” Jelas si petugas parkir lengkap. Selanjutnya Rayla menyeret keluarganya ke lantai tiga dan sesaat usai menapaki lantai tiga, bapak menelurkan sebuah usul. “Lebih baik sekarang lihat jadwal film dulu. Kamu katanya ingin nonton yang Sully juga. Tapi kita lihat mana yang ada, terus kita nonton yang ada saja. Semuanya ikut dulu ke dalam, pastikan mau jam berapa terus baru nanti shalat.”
Alhasil Rayla hanya bisa tunduk terhadap instruksi kapten di bioskop. Mesti ia memastikan jadwal penayangan film sebelum nonton. Lalu kala membaca jadwal di layar monitor loket, Rayla sama sekali tidak menemukan film tentang perjuangan pilot Amerika Serikat bernama “Sully” Sullenberger. Adapun hanya Warkop DKI disertai lain film baru. Dan rupanya setelah ditanya bapak yang tadi mengantri tiket, film “Sully” sudah ditarik dari peredaran di Bandung sehingga tinggal film Warkop DKI yang tersisa dalam daftar rencana Rayla. Hanya bisa berpasrah, Rayla mengiyakan tawaran menonton film Warkop DKI Reborn. Baru setelah mendapatkan empat tiket, Rayla bisa shalat ashar di musholla dekat bioskop. Mestinya aku tadi siang menjama’ shalat Dzuhur-Ashar Karena aku ‘kan dalam perjalanan. Rayla membatin di musholla sesaat jelang shalat secara khusyu’ biarpun dirinya dikepung oleh keramaian lalu-lalang orang di luar musholla.
Kurang dari setengah jam jelang jam penayangan film atau lebih tepatnya hanya 20 menit sebelumnya, semua penonton film Warkop DKI Reborn yang telah memegang tiket dipersilahkan masuk studio satu. Bapak yang memegang empat lembar karcis menyerahkannya kepada petugas wanita yang menunggu di pinggir pintu. Karcisnya disobek setengah, lalu Bapak masuk ruang film dibuntuti Rayla ke arah kursi di deret atas bersama penonton lain yang jumlahnya banyak.
vvv
Hati Rayla tetap saja was-was walau tadi dia puas menonton film Warkop DKI Reborn bersama dengan keluarganya. Keluar dari musholla pasca selesai menjama’ shalat Maghrib dan Isya, kepala lonjongnya celingak-celinguk ke sekeliling entah mencari sesuatu atau seseorang. Rayla sendiri memang merasa was-was semenjak sampai di TSM tadi sore sebab dari jadwal yang dia baca di kolom obrolan Whatsapp dengan ibunya, tertulis rencana Presiden Joko Widodo datang berkunjung ke TSM sebelum pidato di Stadion GBLA. Atau sebenarnya beliau akan istirahat sejenak di hotel TSM. Saat masuk tadi sore pun Rayla sempat mendengar suara sirine mobil polisi meraung-raung keras. Mungkin ini Jokowi. Namun rupanya itu bukan rombongan Presiden Jokowi.
Biasanya seorang presiden yang sedang dalam kunjungan dikawal polisi serta Paspampres. Namun sekali lagi, rombongan mobil yang tadi sore dilihat bukan rombongan Presiden Joko Widodo. Entah siapa. Dan pikiran Rayla melayang jauh ke event pembukaan PON XIX yang pasti sudah ramai. Juga Rayla mengharap supaya dapat melihat aksi paskibraka favoritnya mempunggawai acara ditambah pidato Presiden Jokowi di kota kelahirannya sendiri.
Lapar setelah menonton film dan shalat, ibu membidik restoran Bakmi GM yang terletak di antara food court mall dan kawasan rekreasi Trans Studio. Rayla yang tidak punya ide lagi tentang tempat makan, hanya perlu mengikuti ibu ke restoran Bakmi GM. Lalu di restoran tersebut, dia menyamakan menu pesanannya dengan pesanan Mas Chris sementara bapak dan ibu berbeda pilihan menu. Rayla masih menyempatkan diri celingak-celinguk ke sekeliling restoran, tapi apa daya sosok Presiden Jokowi tidak muncul di hadapan wajahnya. Bapak kemudian mengajak putri bungsunya bicara. “Gimana nak, Jokowi jadi datang?” Tanya pilot 54 tahun tersebut. “Enggak pak. Mungkin Jokowi langsung ke Gedebage.” Pungkas Rayla pendek.