Ia mematut diri di hadapan cermin kamarnya. Celana jeans biru dongker, kaos oblong kelabu, kemeja kotak-kotak hijau dan biru serta kupluk kelabu terang ia pakaikan pada tubuhnya sendiri, tak tertinggal kaos kaki biru langit serta jaket cokelat turut dikenakan. Ujungnya selepas menunggu berhari-hari, akhirnya pada malam ini Rayla berangkat unprep juga ke Purwokerto dan Yogyakarta. Sangat senang hati Rayla melonjak-lonjak mengetahui hal barusan sudah ada di depan mata. Menurut jadwal yang tempo hari sudah dibagikan, Rayla akan berkumpul menemui teman-temannya di sekolah pukul 19.00 WIB. Sekarang pukul 18.05 WIB, artinya waktu Maghrib lewat sudah. Tadi ia menunaikan ibadah Shalat Maghrib seorang diri tanpa dijama’ waktu Isya.
“Kumpul di sekolah sebenarnya jam berapa?” Dessna menanyai orang satu angkatan di grup. “Jam tujuh Des. Yang sudah berangkat ke sekolah siapa saja?” Balas Natalie. Belum ada satupun anak yang telah tiba di sekolah. Rata-rata menjawab masih di jalan atau masih di rumah, mencakup Rayla. Pikirannya kini dijebak pertanyaan tentang mengapa dia tidak menjama’ shalat Maghrib dan Isya saja sebab dia hari ini merupakan seorang musafir. Mestinya menjama’ shalat bisa dilakukan. Lalu bapak menghampiri Rayla yang sedang duduk sendiri di ruang keluarga. “Enggak apa-apa Ray, toh teman-teman kamu enggak akan datang ke sekolah tepat waktu. Jadi masih ada waktu buat shalat Isya di rumah.” Ujar bapak laksana dapat membaca pikiran Rayla.
Hanya menuruti ucapan bapak yang bisa Rayla lakukan sekarang. Dan begitu bapak pergi, Rayla memberanikan diri melihat keluar jendela. Hampa, sedikit hening, beranjak sunyi dan gelap di langit. Hanya diterangi kerlap-kerlip cahaya lampu yang menyala dari banyak rumah di sekitar rumah Rayla. Ia barusan berharap agar kelabat wajah Stevie muncul di tengah itu kegelapan. Namun gadis yang Rayla cari barusan tidak menampakkan batang hidungnya di depan jendela. Pasti dia lagi siap-siap juga. Bathin Rayla dalam relung hatinya.
Barang-barang bawaan yang telah terbungkus dalam tas koper dicek lagi oleh Rayla sendiri sesaat sebelum ia pergi meninggalkan rumahnya selama empat hari.
vvv
Rayla datang ke sekolah lewat pukul 19.00 WIB. Suasana sekolah ramai sudah oleh keriuhan suara anak-anak. Di saat bersamaan segelintir anak baru datang sambil di antar orang tuanya masing-masing, dan sebuah bus panjang pemilik sumbu tiga roda, telah terparkir di gerbang. Rayla yang sudah melihat bus tersebut tidak langsung menyimpan kopernya di dalam bagasi, melainkan ia menaruhnya di pinggir lapangan dahulu. Ia kemudian sibuk mondar-mandir di sepanjang halaman sekolah seiring dia menjumpai teman-temannya yang berdatangan satu per satu. Diandra serta Natalie datang berselang tiga menit selepas Rayla, Stevie, Matthew, Nico,Alif.
“Kamu diantar siapa?” Matthew menanyai Rayla. “Aku diantar bapak. Itu lagi mengobrol sama ibunya Stevie.” Rayla menunjuk ayahnya memakai sorot mata. Stevie yang mendengar pula melihat ibunya asyik mengobrol bersama ayah Rayla, lantas saja menyambar ayah Rayla. Pun di belakang Rayla membuntutinya, ingin menyalami ibunda Stevie. “Halo Stevie, lama enggak ketemu. Nanti mau kuliah di mana?” Bapak menyambut hangat Stevie saat mencium tangan. “Halo juga kapten, iya lama enggak ketemu. Pasti kapten sibuk, banyak jadwal terbang. Hmm, minat aku sih Insha Allah antara Desain Komunikasi Visual (DKV) atau Hubungan Internasional capt.” Jawab Stevie mengundang senyum bunda. “Enggak terasa ya kapten, sekarang anak-anak sudah mau kuliah lagi...” Bunda terkekeh sendiri, sedang bapak cukup tersenyum tipis. Rayla, Stevie, Diandra dan lain-lain teman lalu berkerumun bersama.
Mereka kini mengerek koper masing-masing dari sisi lapangan, dengan tujuan bagasi bus. Koper ternyata sudah harus langsung dimasukkan ke bagasi. Dan saat berdiri di depan bagasi, Rayla baru menyadari ada keunikan yang tersimpan dari formasi pintu bus. Jika biasanya pintu keluar-masuk penumpang berada di paling depan dekat supir dan juga turut merangkap sisi paling belakang dekat kap mesin. Namun untuk bus yang kali ini akan Rayla tumpangi ke Jawa Tengah dan Yogyakarta, pintu keduanya justru terletak di tengah badan bus. Jadi, formasi barisan kursi di sisi kiri bus terpotong sedikit persis di sumbu tengah. Kemudian Stevie yang penasaran dengan interior bus, iseng membuka pintunya dan melihat ke dalam.
Tak ayal lagi ini merupakan bus paling unik yang pernah Rayla lihat seumur-umur. Sumbu tiga roda, pintu kedua berada di tengah bus. Rayla kemudian memotret dulu bus tersebut baru menyusul Stevie masuk area sekolah untuk mendengarkan briefing sebelum keberangkatan. Briefing sekarang dipimpin oleh Pak Khalid, Pak Ja’far, Bu Laksmi dan Bu Sofi. “Selama kegiatan unprep sampai hari Jumat, kita pasti akan melewati semua waktu shalat sehingga nanti ada yang menjadi penanggungjawab. Tugasnya mengingatkan teman-teman atau gurunya agar tidak lupa shalat.” Pungkas Pak Khalid. Beliau kemudian menyebut satu per satu nama yang diamanahi jabatan itu.
“Untuk ibadah shalat Subuh di Yogya hari Kamis, Rayla mewakili kelas 12 IPS jadi penanggungjawabnya. Nanti jangan lupa bangunkan temannya saat tiba waktu subuh.” Rayla dengan sigap menerima sabda guru agamanya itu. Diandra serta Stevie kebagian jadi penanggungjawab shalat Dzuhur dijama’ Ashar di kota Yogyakarta.
vvv
Mesin bus berderum kencang laksana dengkuran keras dalam pekat malam. Rayla mengambil tempat duduk yang letaknya persis di dekat pintu tengah bus dan sebagai teman dekat, Stevie duduk persis di sebelah kanan Rayla. Pasti mereka tak mau berjauhan laksana simbiosis mutualisme. Dan di awal-awal perjalanan, Rayla sibuk memperhatikan suasana jalanan malam yang ramai pula ia menghubungkan perangkat earphone dengan ponselnya untuk bisa mendengarkan lagu. Namun ia terlebih dahulu menyikut Stevie dan bertanya: “Enggak dengar lagu?” Stevie kemudian menoleh ke arah Rayla. “Nanti saja.” Jawab Stevie singkat di dalam bus yang terus melaju membelah jalanan dalam kepungan pekat malam.
Di jalan sejak berangkat meninggalkan sekolah, lalu lintas terbilang sangat lancar membantu agar anak-anak angkatan sembilan bisa cepat sampai di Purwokerto. Namun lain lagi cerita yang ditemui di Jalan Raya Cileunyi-Nagreg selepas keluar gerbang tol Cileunyi. Antrian kendaraan yang terdiri atas mobil, bus dan truk besar mengular tak terhindarkan. Bus harus berhenti total karena sama sekali tidak bisa bergerak. Terang saja hal demikian membuat anak-anak penasaran. Ada apa gerangan? Mengapa bisa sampai macet begini? Rayla yang menduga-duga banjir menjadi penyebab kemacetan panjang, lantas mencabut sambungan earphone dan mencari informasi di internet. Ia mengulik situs berita daring hingga dugaannya terbukti benar. Jalan di depan Kahatex terendam banjir dan macet parah tak terhindarkan.
Pergerakan yang terjadi sangat lambat. Supir hanya bisa pasrah menggerakkan bus sejauh satu hingga dua meter saja. Namun di lain sisi, supir tidak kehilangan akal. Mereka berencana mengalihkan rute melewati daerah Majalaya dan Cicalengka, lalu rute jalan kecil itu akan lebih dekat bermuara ke Nagreg. Rayla mendapatkan informasi itu dari supir dan kernet bus. Ia kemudian memberi tahu teman-temannya di belakang. Lambat laun, beberapa anak ingin pergi ke kamar mandi saking lamanya macet. Secara bergiliran mereka turun, mencakup Rayla yang juga ingin ke kamar mandi. Ditemani Diandra, Rayla berjalan ke arah sebuah restoran Padang yang jaraknya agak jauh dari bus. Pedagang kaki lima masih sibuk berjualan di pinggir jalan yang sudah penuh kendaraan. Lalu Rayla masuk kamar mandi lebih dulu begitu tiba di restoran Padang tersebut, baru setelahnya Diandra. Seorang pelayan restoran menanyai Rayla.
“Dari mana mbak?” “Bandung mas, rombongan SMA swasta mau ada kunjungan ke Jawa Tengah-Yogya. Tadi berangkat jam setengah sembilan terus besok subuh mestinya sudah sampai Jawa Tengah. Tapi kalau macet gini, ya enggak tahu.” Seloroh Rayla panjang lebar.
“Tadi malah sempat macet dari jam 8 malam sampai jam 2 siang mbak.” Terang si pelayan saat Diandra keluar kamar mandi.
Gadis berusia 16 dan 17 tahun ini lalu kembali ke bus yang selepas berhasil menembus macet, berputar lewat Majalaya-Cicalengka, keluar Bandung pukul 00.00 WIB.
vvv
Kepala Stevie menghentak badan Rayla selaras dengan bus yang menepi sejenak pada sebuah rest area di daerah Majenang, Jawa Tengah pukul tiga dinihari usai barusan melintasi kota Banjar. Rayla, walau tidak tidur nyenyak di bus, terkejut oleh hentakan kepala Stevie yang dimahkotai sebuah kupluk abu-abu dini hari ini. Sekarang Rayla benar-benar ingin ke kamar mandi lagi tentunya sambil mengajak Stevie. “Ray, kamu kok enggak tidur sih?” Tanya Stevie di depan deretan WC. “Aku memang kayak gini bawaannya. Sengaja tidur di kendaraan enggak bisa, tapi kalau ketiduran baru bisa.” Pungkas Rayla kemudian sebelum masuk kamar mandi.