Rayla

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #58

Persimpangan Benteng Vredeburg & Kampus Pak Presiden

Ini hari Kamis tanggal 3 November 2016 sudah. Rayla yang bangun lebih awal dari rekan sekamarnya menatap jarum jam tangan bertali cokelat di meja televisi. Pukul 04.00 WIB. Di bulan Oktober dan November, biasanya adzan Subuh berkumandang setengah jam lebih cepat. Bolak-balik Rayla memasang telinganya untuk menangkap suara adzan Subuh waktu Yogyakarta. Namun suara adzan tidak kunjung tertangkap, dan dia mencoba keluar kamar. Nyaris saja hasilnya nihil, namun tahu-tahu iqamah telah dikumandangkan pukul 04.10 WIB. Artinya adzan Subuh waktu Yogya telah berkumandang kurang dari pukul 04.00 WIB.

Rayla bersegera mengambil air wudhu di kamar mandi, selanjutnya shalat Subuh munfarid pada suasana yang sunyi masih. Lepas shalat, Rayla berusaha membangunkan Stevie di kasur dan beruntung ia langsung bangun. “Bangun! Bangun! Asshalatu khairum minan naum! Shalat lebih baik daripada tidur!” Dia kini mengeraskan volume suaranya saat membangunkan teman-teman di kamar lain. Ia mondar-mandir di sepanjang teras kamar. “Ray, tolong jangan keras-keras. Ada tamu lain.” Kehadiran Bu Laksmi memaksa Rayla lebih mengecilkan volume suaranya. Dia sekarang lebih memilih grup sebagai celah membangunkan teman-temannya.

Dengan malu-malu namun pasti fajar menyapa Rayla di Kota Yogyakarta. Rayla menjadi orang pertama yang membersihkan diri di kamarnya. Ia telah mengenakan setengah baju seragam saat akan sarapan. Lalu gadis yang masih mematut kaos abu-abu tua ini mengajak Stevie turun ke lantai bawah, menyiduk hidangan di restoran. Hotel menyediakan makanan bagi para tamunya dengan sistem prasmanan, di mana para tamu dapat mengambil makanan sendiri di atas meja. Porsi nasi serta lauknya dapat ditakar sesuai masing-masing selera. Dan hari ini hotel menyediakan sajian berupa tahu-tempe goreng, tumis daging serta sayur sop. Rangkaian menu sederhana nan merakyat tapi selera tergugah selalu jika memakannya.

Menu demikian mengingatkan Rayla pada gaya hidup sederhana nan merakyat ala Presiden Joko Widodo. Terlintas dalam benaknya, beliau saja yang hidupnya sederhana bisa terpilih jadi Presiden Indonesia. Dan mengapa tidak untuk dia yang masih SMA. Stevie kemudian bicara melantur dari pikiran Rayla. “Aku datang ke Yogya maksudnya ingin cari Gudeg. Tapi kenapa hotel enggak menyediakan sarapan gudeg?” Rayla yang tengah mengunyah makanan, berhenti sejenak meladeni ucapan Stevie. “Makanan hotel ya gini Stev. Gudeg di Yogya ‘kan banyak...” Tuturnya tenang saat Stevie kembali menelan makanannya di sebelah meja anak laki-laki. Diandra dibuntuti perempuan lainnya baru datang menyusul kemudian.

Rayla menggesek dua jari tangan kanannya saat dia membongkar tasnya di kamar. Secarik kertas berlipat-lipat kecil jatuh ke lantai tepat ketika dia bertekuk lutut dekat kasurnya. Rayla, rupanya baru menyadari jika ia sama sekali belum membawa buku catatan sejak berangkat dari Bandung dan secarik kertas kecil tadi adalah rundown unprep yang masih berlaku untuk dua hari ini itu telah Rayla nodai dengan catatan seputar informasi tentang Kampus Unsoed kemarin. Enggan mengambil risiko besar di Yogya, satu-satunya pilihan yang ia punya selain meminta ke teman sendiri, yakni membeli di toko. Kemudian ia memberanikan diri bertanya ke anak-anak perempuan yang sudah kembali ke kamar. “Paling ke depan saja.”

Merasa tidak puas dengan jawaban teman-temannya, dia lalu mencari informasi keluar. Di teras kamar dia mendapati Pak Ja’far sedang menjemur handuk. “Pak, di dekat sini kira-kira ada minimarket enggak?” Tanya Rayla sembari kakinya mengenakan sandal jepit masih. “Ada Ray. Tinggal menyeberang saja, agak ke sebelah kanan sedikit.” Imbuh Pak Ja’far. “Oke pak. Terima kasih banyak.” “Sama-sama.” Berikutnya ia berlari keluar hotel seorang diri. Dompet serta ponsel bersemayam di saku roknya. Sekarang ia tingal menyeberangi Jalan Veteran dan di minimarket yang entah namanya apa, berhasil ia capai tatkala matahari bersinar lebih terang.

Di minimarket sejuk ini, Rayla harus mengelilingi sudutnya terlebih dahulu untuk bisa mencari-cari buku catatannya. Sekali mencari tidak ketemu, dia akhirnya menanyai kasir di depan. “Itu mbak, bawa saja ke sini.” Tutur kasir wanita berkerudung tersebut ramah. Mata Rayla yang sudah menangkap akan adanya buku tulis, lantas memilah dan memilih buku kecil tiga warna sampul tersebut. Ada yang hijau, ada yang biru dan ada yang cokelat. Lalu naluri peyuka warna klasik lantas merenggut buku yang sampulnya berwarna cokelat tua. Ia membayar buku cokelat tua itu ke kasir, lalu membawanya kembali ke hotel sesaat menjelang keberangkatannya ke Kampus Universitas Negeri Yogyakarta atau UNY menggunakan bus.

vvv

Sistem kunjungan ke Fakultas Teknik UNY mengantongi perbedaan dengan sistem kunjungan ke Fakultas Teknik Unsoed kemarin. Jika anak IPA dan IPS terpisah hari kemarin, maka pada hari ini mereka akan lebih banyak berbarengan menyimak informasi seputar UNY. Lalu walau hari ini dia lebih dulu berkunjung ke Fakutlas Teknik sebelum Fakultas Bahasa dan Seni, Rayla tetap saja melangkah gagah berani seolah yakin telah melihat masa depannya di kampus UNY. Kemudian begitu masuk gedung Fakultas Teknik, ia duduk di sebuah ruang aula besar bersama teman-temannya untuk berikutnya menyimak info tentang jurusan-jurusan di FT, singkatan akrab Fakultas Teknik yang dibawakan oleh seorang dosen pria berkemeja-dasi. Pun ada Pak Wakil Dekan yang “mencuri” sedikit waktu agar bisa memberi sambutan.

Lepas Pak Wakil Dekan dan Pak Khalid memberi sambutan pembuka, giliran Pak Dosen berdasi tadi memaparkan informasi tentang FT-UNY. “Kita mulai dari gambaran secara umum. UNY punya beberapa fakultas, di antaranya yakni Teknik, Bahasa dan Seni, Ilmu Pendidikan, Olahraga serta Sosial-Politik. Khusus di Fakultas Teknik yang teman-teman kunjungi sekarang, ada jurusan Teknik Elektro, Mekatronika, Mesin dan Otomotif. Perlu diketahui juga agar tidak terkecoh dan tidak bingung, Teknik Elektro sama dengan sistem Informatika.” Ruas jemari Rayla ligat mencatat rentetan jurusan saat Pak Dosen berhenti sekejap. “Di samping jurusan tadi, FT-UNY juga menyediakan jurusan Tata Boga, Busana dan Kecantikan. Jalur masuk bisa lewat SNMPTN, SBMPTN dan Seleksi Mandiri. Peluang kuliah akan besar sebab banyak beasiswa.”

Pak Dosen kemudian meneruskan ucapannya. Fakultas Teknik hendak lebih banyak praktik di lapangan ketimbang mendalami teori di kelas. Jika mengambil jurusan Elektronika, mahasiwa akan fokus berorientasi pada materi tentang perangkat keras atau hardware kebalikan dari Informatika yang fokus mendalami perangkat lunak atau software. Gelarnya adalah Sarjana Pendidikan. Rayla masih mencatat di buku barunya.

Pun kampus menyediakan program proposal Enterpreneurship yang didanai langsung oleh kampus sendiri dan mahasiswa Teknik Elektro tidak diperkenankan buta warna sebab nanti akan menyambung kabel aneka warna. Lalu masih dalam sesi tanya-jawab, Rayla memberanikan diri bertanya. “Pak, tadi saya lihat di daftar jurusan, ada yang pakai huruf ‘PT’ dan ‘T’. Bisa dijelaskan bedanya apa?” “Yang pakai keterangan ‘PT’, artinya pendidikan teknik serta ‘T’ artinya Teknik. Gelarnya masing-masing berbeda, ada Sarjana Pendidikan Teknik dan Sarjana Teknik saja.” Imbuh Pak Dosen meladeni pertanyaan Rayla serta kawan-kawan lainnya.

Sesi tanya-jawab diakhiri dengan foto bersama di panggung aula.

vvv

Tibalah saat yang paling dinantikan Rayla. Menjelang siang sekitar pukul 09.30 WIB di Yogya yang udaranya panas, dia membuntuti langkah kawan-kawannya dari Fakultas Teknik ke Fakultas Bahasa dan Seni. Di fakultas ini dia akan mengemukakan tanya yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari sekaligus alasan mengapa dia tak bertanya sepatah katapun saat di Unsoed kemarin. Rayla mengungkapnya saat berjalan selangkah di sebelah Stevie. “Aku juga sama sekali belum kepikiran mau tanya apa. Padahal Bu Inez, guru wali aku sudah menyuruh aku bertanya selama Unprep.” Ujar Stevie. “Coba nanti di FBS, kamu tanya soal Desain Komunikasi Visual deh. Kan minat kamu kesana. Terus kalau nanti ke Fisip UPN juga UGM besok, tanya tentang HI.”

Rayla memasuki lagi ruangan ber-AC begitu sampai di Fakultas Bahasa dan Seni. Dua tangannya memeluk papan dada yang sekarang menjepit brosur jurusan Pendidikan Bahasa Jerman serta Perancis. Ia memilih duduk di paling depan mendekati panggung mimbar. Di ruang auditorium ini, ia membuka lagi buku tulisnya agar dapat mencatat setiap info yang diberikan oleh Bu Narti, Bu Dini serta Mbak Asti, perwakilan dosen dan mahasiswa penerima angkatan sembilan. Bu Narti memaparkan seluk-beluk FBS-UNY yang mengantongi tujuh jurusan bahasa. Tujuh jurusan bahasa yang dimaksud adalah jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Jerman, Inggris, Perancis, Jawa, Thailand dan Mandarin. FBS turut menyediakan program studi Seni yang dipencar lagi menjadi seni rupa, tari, kriya, musik serta kerajinan. FBS pula ternyata mengadakan transfer kredit atau pertukaran mahasiswa dengan UPI Bandung.

“FBS, patut disyukuri, Alhamdulillah unggul dalam bidang bahasa dan seni tahun 2014. Kami punya 14 orang dosen tingkat guru besar, 51 orang dosen tingkat doktor dan sekitar 100 orang dosen tingkat master. Tidak hanya dengan UPI, FBS UNY juga menjalin kerjasama dengan kampus-kampus di Jerman, Belanda, Perancis, Australia, Malaysia serta Singapura.” Imbuh Bu Narti seiring Rayla yang sangat cepat mencatat perkataannya. Di bangku belakang, Stevie mencatat pakai ponsel. “Fasilitas bagi mahasiswa, terdiri atas lab microteaching, komputer, bahasa, studio fotografi, gambar, batik, kriya serta patung.” Lanjut Bu Narti.

Beliau kemudian mengulik seluk-beluk FBS secara lebih dalam lagi mencakup status prodi Bahasa Jawa. Ternyata prodi Pendidikan Bahasa Jawa menjadi salah satu prodi favorit sebab lowongan kerja jadi Guru Bahasa Jawa jumlahnya banyak tambah Bahasa Jawa adalah muatan lokal wajib di tiga provinsi, yakni DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lalu tiba sesi pertanyaan. Inilah kesempatan emas bagi Rayla untuk menembakkan pertanyaan dari kepalanya. “Bu Narti, perkenalkan nama saya Rayla dari kelas 12 IPS. Terus terang saya punya minat belajar di jurusan Bahasa Jerman. Saya mau tanya, kenapa jurusan Pendidikan Bahasa Jerman juga Perancis enggak ada di setiap kampus. Itu saja, terima kasih.” Rayla duduk lagi, Bu Narti memberi jawaban. “Ada atau tidaknya suatu jurusan itu bergantung kampus, apakah ada dosen/pengajar yang kompeten atau tidak serta untuk membuka jurusan baru harus didaftarkan ke dikti.” Kini Rayla mengerti.

Cara masuk UNY serta perbedaan kurikulum pendidikan-non pendidikan tak luput dari pembicaraan. Kurikulum jurusan pendidikan membimbing setiap mahasiswanya supaya siap jadi guru melalui mata kuliah psikologi, cara menghadapi siswa, penilaian hasil belajar, penyusunan silabus serta membuat media belajar. Tugas akhir bisa penelitian/pengembangan tindakan kelas ditambah dua bulan praktik mengajar.

Lihat selengkapnya