Sebenarnya sudah tak banyak lagi kegiatan penting nan wajib yang ada di bulan Desember. Paling-paling hanya tinggal acara special day dan pembagian rapor. Itupun tidak akan dihadiri semua siswa kelas 12 karena panitia inti acaranya adalah kelas 10 dan 11. Hari ini sudah masuk pertengahan bulan Desember sebelum pekan depan mulai libur akhir tahun. Hari kemarin murid kelas 12 IPS pula 12 IPA baru saja menyelesaikan UAS praktik seni-budaya karawitan dengan lancar. Sehingga Rayla acap merasa jenuh sendiri di sekolah dan ingin cepat-cepat pulang. Ia bisa menebak arti raut wajah Stevie saat bertemu di lorong sekolah, ketika Ia sedang bersama Sally, seorang siswa pertukaran pelajar yang belum lama ini baru saja datang dari Australia. Ia banyak mendekatkan dirinya dengan Stevie. “Aku di sini dua bulan, selama masa libur panjangku. Kalau ingin bicara Bahasa Indonesia, pelan-pelan ya.” Ujar Sally yang malu-malu mendekati Rayla.
Rayla sekarang punya cara cerdas dalam menanyai Stevie. Ia ingin menanyakan kehadiran Tiffany di Bandung saat musim libur panjang saat ini. “Stev, kapan Tiffany datang?” Badan Stevie terlonjak kencang saat dia sedang melamun. “Tanggal 15 dia datang ke Bandung, katanya sih mau naik kereta Karena baru bagi rapor tanggal 19. Tapi yang ambil orangtuanya.” Tutur Stevie. “Berarti kalau naik kereta harus ke Jakarta dulu dong?” Sambung Rayla. “Iya, naik kereta dari Stasiun Gambir. Dari Bogor, enggak tahu naik apa. Yang jelas doi berangkat bareng abangnya.” Stevie menutup ucapannya sebelum Rayla bertanya lagi. Kemudian Rayla mengingat-ingat lagi peetemuan terakhirnya dengan Tiffany setengah tahun lalu. Dan ngomong-ngomong, sudah lama juga ia tidak melihanya. Lalu jika nanti Tiffany datang, Rayla ingin berbagi cerita seputar pengalamannya selama satu semester pertama di kelas 12. Pun ingin ia berbagi pengalaman Unprep di Purwokerto dam Yogyakarta. Pasti Tiffany senang kalau diceritakan tentang Yogya.
Ucapan Stevie terbukti benar. Senin siang usai shalat dan makan, Rayla sambil ditemani Stevie pergi melenggang ke Stasiun Kebon Kawung Bandung menggunakan mobil punya Rayla. Lalu lintas relatif lancar mengizinkan mereka tiba lebih cepat di stasium kereta api. Mobil diparkirkan Pak Warsono, Rayla dan Stevie berlari ringan ke pelatatan stasiun seiring dengan hujan yang langsung luruh. Kebanyakan calon penumpang menepi supaya dapat berteduh dari guyuran air hujan. Sementara Rayla dan Stevie, berdiri di depan loket karcis kereta. Hanya sampai situ dan paling jauh hanya sampai pintu kedatangan penumpang. “Sekarang yang cuma mengantar enggak boleh sampai peron. Jadi enggak bisa lihat kereta dari dekat.” Imbuh Rayla mengarah ke Stevie. “Biar enggak ada yang menyusup ke gerbong kereta. Tapi kalau gini juga... Aku enggak bisa memotret kereta dari dekat.” Berikutnya Stevie menilik jam tangan bertali hitam di pergelangan lengan kanannya. Hanya kurang dari setengah jam lagi Tiffany sudah akan tiba di kota kembang dan berdasarkan pengakuan terakhir dari dirinya tadi, kereta tumpangannya hendak mengikat sauh di kota kembang jam 15.00 WIB alias mundur dari jadwal resmi yakni jam 13.39 WIB.
“Tadi lokomotif keretanya ada masalah kerusakan teknis waktu lewat daerah Purwakarta. Jadi harus berhenti agak lama sambil menunggu lokomotif pengganti dari Cikampek. Tunggu aku ya Kak Stevie cantik.” Demikian bunyi isi pengakuan Tiffany lewat aplikasi Whtasapp. Alhasil mesti Rayla dan Stevie menanti lebih lama dari jadwal tanpa mereka sadari. Di stasiun pula saat hujan bulan Desember datang mengguyur. Dan sekarang mereka hanya terdiam di deretan kursi depan loket karcis. Stevie menggigil karena kedinginan. Baju seragam sekolah mereka sama sekali tidak mengundang kecurigaan dari orang-orang di sekitar mereka.
Waktu yang nanti tiba juga. Pukul 15.00 WIB, petugas stasiun mengumumkan kedatangan Kereta Api Argo Parahyangan dari Jakarta. Stevie dan Rayla yang tadi melamun kini menyingkap tabir lamunannya. Keduanya beringsut mendekati pintu kedatangan yang baru dibuka. Hilir-mudik kereta api melintas di depan mata keduanya. Tiffany pasti sebentar lagi datang. Ungkap Stevie penuh harap. Lalu dari balik lensa kacamata Ray-Ban penyekap wajah orientalnya, dia melihat ada serangkai kereta eksekutif menepi. Masinisnya membunyikan klakson panjang dari lokomotif penyeret 11 gerbong. Stevie lalu menepuk pundak Rayla agar bisa berdiri lebih dekat. Lokomotif berhenti, sekarang kereta tampak bagai ular raksasa kekenyangan yang memuntahkan isi perutnya. Orang keluar menenteng barang bawaan masing-masing. Rayla dan Stevie mendongak, mencari-cari Tiffany. “Doi naik gerbong berapa?” Rayla bertanya. “Wah enggak tahu.” Pungkas Stevie.
Sebuah suara memekik dari atas rel yang memotong perlintasan khusus penumpang. Intonasinya terlalu tinggi untuk tempat macam stasiun kereta. Rayla dan Stevie yang rasanya mengenal suara tersebut lantas mencari-cari pemiliknya. Dan rupanya Tiffany sudah datang bersama kakak sulungnya. “Kak Rayla, Kak Stevie, kita ketemu lagi...” Pekik Tiffany penuh bahagia. Tiga dara cantik ini lalu saling berpelukan, lanjut berbincang-bincang.
“Berdua saja, Rayla-Stevie?” Kali ini baru Aris, kakak sulung Tiffany menanyai sepasang teman dekat itu. “Iya mas, berdua saja. Kak Salman kapan kesini?” Jawab Rayla. “Nanti bareng ayah-ibu.” Mas Rico yang ditanya, malah Tiffany yang menjawab. Berikutnya secara diam-diam, Stevie mengamati penampilan fisik Tiffany hari ini. Badan tinggi-kurus, kulit putih, wajah lonjong dan rambut panjang terkuncir ke belakang laksana ekor kuda. Cantik sudah, dapat memikat mata-hati banyak orang. Lalu ketika Tiffany lengah, Stevie membisiki Rayla sesuatu. “Ray, asal kamu tahu, dulu dia pernah dilirik cowok saking cantiknya.” Rayla senyum tergelitik mendengar bisikan Stevie. Malah sebenarnya Rayla pun turut dianugerahi paras cantik sambil ia mengagumi kecantikan Stevie. Ahhh.... Betapa beruntungnya dia. Di sepanjang masa remajanya, dia selalu dianugerahi sahabat sekaligus teman dekat dengan keelokan pesona fisik tingkat tinggi. Lalu enggan berlama-lama di stasiun, Stevie beringsut mengajak tiga anak muda di dekatnya ke rumah.
vvv