Rayla

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #66

Execution Days

Hari H Ujian Nasional datang juga. Pagi hari Senin ini 10 April 2017, Rayla masih berupaya semaksimal mungkin mengingat materi yang pernah diajarkan selama tiga tahun di SMA. Hafalan ia libas secara utuh dari buku dan latihan menjawab teks bacaan. Tempat belajarnya berpindah-pindah, kadang di ruang tunggu kadang di dekat selasar menuju lab komputer. Buku bersampul putih melekat di tangannya bersama setangkup buku latihan soal UN sampai Pak Ja’far dan Bu Atty memerintahkan dirinya berkumpul di ruang tunggu. Pun di sana, Rayla masih sibuk membaca buku catatan serta sesekali menyingkap buku latihan soal UN. Dan telinganya turut mendengarkan kata-kata Pak Ja’far dan Bu Atty yang kemudian membagikan kartu peserta Ujian Nasional. “Kartunya boleh kalian pakai di dada kiri terus ketika ujian sudah selesai, jangan lupa kembalikan kartunya karena takut nanti hilang kalau dibawa pulang.” Imbuh Bu Atty. Dan begitu mendapatkan kartu peserta UN, Rayla lantas menyematkan kartu itu di sisi kiri rompinya. Keduanya lalu dibenamkan dalam tas ransel, dan baru setelahnya dia bergerak ke lab komputer mengikuti teman-temannya mencakup Stevie.

Tepat di ambang pintu lab komputer, anak-anak berbaris rapi untuk Bu Atty berikutnya memanggil nama sesuai absensi. Satu per satu anak masuk lab komputer dan menduduki kursi masing-masing. Rayla duduk di pojok ruangan persis bersebelahan dengan Diandra yang mulai menghidupkan layar monitor komputernya hingga muncul server soal UNBK dibantu Pak Edi serta Pak Timotius, staf ahli bidang IT yang pula bertugas menemani angkatan sembilan. Rayla kemudian melakukan proses log-in sambil memasukkan nama lengkap serta kode password.

Berhasil masuk, dia terlebih dahulu mesti memasukkan kode token. Diandra serta kawan-kawan seisi ruangan melakukan hal serupa di bawah bantuan dynamic duo Pak Edi dan Pak Timotius. “Bisa log-in, Diandra?” Tanya Rayla saat melihat layar komputer Diandra. “Iya bisa. Tadi hampir saja salah menulis password, tapi untung enggak kenapa-kenapa.” Jawab Diandra santai. Ujian Nasional lalu dimulai tepat pukul setengah delapan pagi dan Rayla langsung menjawab soal satu per satu lepas membaca teks terkait pertanyaan tanpa pernah ada kesulitan berarti. Hanya teliti yang dia perlukan untuk menjawabnya dari awal sampai akhir. Sebelas-dua belas soal terlewati, dia terus menyambung perjuangannya menjawab soal lain hingga lewat setengah soal. Rayla merasakan kemudahan berarti sekaligus keyakinan akan nilai UN Bahasa Indonesia yang memuaskan sambil sesekali dia mendongakkan kepalanya ke atas monitor. Ia melihat Stevie masih mengerjakan di komputer yang agak jauh serta sebagian lagi malah sudah selesai. Dan dia kemudian menjawab lagi sisa soal sampai waktu habis pukul 09.30 WIB. Ia mengembalikan kartu UN ke Bu Atty, baru selepasnya dia pulang.

vvv

Gusar, gelisah dan takut berkecamuk di hati Rayla yang sudah rusuh pada pagi hari kedua ujian nasional ini. Belum apa-apa baru selesai menunaikan ibadah Shalat Subuh, dia sudah terlihat gelisah sendiri serta suaranya meluncur gusar karena dia wajib menghadapi UN untuk mata pelajaran Matematika. “Aaarrghhh, kenapa harus ada Matematika? Coba kalau selama sekolah enggak pernah belajar Matematika, mungkin hidup aku bisa lebih tenang dari sekarang.” Gumam Rayla berbicara dengan dirinya sendiri yang justru didengar ibu. “Eh, Rayla, Matematika itu penting dalam hidup. Jangan benci.” Ujar ibu menyampaikan nasihat bijak, namun tetap saja Rayla berpegang teguh pada pendiriannya membenci Matematika. Baginya tahun ini sudah waktunya untuk mengucap sayonara pada mata pelajaran itu.

Dia datang ke sekolah masih dalam perasaan yang sama. Detak jantungnya mendebur-debur keras lebih kencang dari hari kemarin terlebih lagi saat mengetahui Stevie punya perasaan yang sama cepat-cepat tangan gadis berkacamata itu diraih Rayla biar masuk ke ruang tunggu. Tensinya sudah akan mencapai batas maksimal sebentar lagi, paling-paling tak lama berselang mereka berdua akan meledak terbukti dengan Stevie yang terlihat semakin gelisah. Keringat Stevie sudah keluar lebih banyak ketimbang Rayla sambil mereka berdua sesekali melihat catatannya lagi. “Asli takut banget. Kayaknya bakal susah lagi kayak kemarin-kemarin enggak peduli belajar apa enggak.” Ujar Rayla tegang. “Aku dari semalam sudah begini. Tengah malam bangun sambil bolak-balik ke kamar mandi...” Stevie kini kian merasa takut.

Lihat selengkapnya