Kaki Rayla hampir saja menyepak badan koper yang berdiri tepat di sebelah kasurnya Jumat pagi ini kurang dari 20 menit menjelang kumandang Adzan Subuh. Matanya nyalang ke langit kamar, langsung saja dirinya bangun dari tidur jelas dalam perasaan senang yang melonjak-lonjak sebab: Hari ini berangkat ke Bogor. Kain sarung kotak-kotak hijau yang menutupi sebagian permukaan kedua paha Rayla betulkan saat berdiri dari kasur. Dia lalu berjalan ke kamar mandi di belakang rumah untuk buang hajat serta mengambil air wudhu sambil menanti adzan Subuh berkumandang. Lima menit di kamar mandi, tahu-tahu adzan sudah berkumandang sehingga ia langsung saja mengambil air wudhu dari keran mengocor.
Shalat Subuh dia laksanakan munfarid di sudut mushola rumah tepat dalam kegelapan pasalnya dia sengaja tidak menghidupkan bohlam jingga nan bening. Hanya cahaya lampu dari ruang makan sengaja ia biarkan supaya menerobos masuk lewat celah di antara tirai jendela. Dan beres dua rakaat, segera ia membaca doa selepas shalat sebelum melepas mukena. “Mandi dulu sana. Nanti kita berangkat ke Bogor jam setengah tujuh.” Ucap bapak yang baru akan melaksanakan shalat bersama Christoff. Semangat Rayla melonjak lebih tinggi lagi saat mengambil handuk lalu membersihkan diri kemudian seorang diri.
Perkataan bapak sedikit melenceng dari realita kini. Nyatanya Rayla baru berangkat meninggalkan rumah pukul 06.40 WIB, atau terlambat 10 menit dari asumsi semula. Mobil menderum cepat meninggalkan pekarangan rumah, menembus hiruk-pikuk jalanan kota Bandung di pagi hari, lalu melewati gerbang tol Pasteur ke kota hujan. Rayla yang sekarang memakai kemeja kotak-kotak flanel hijau dan biru serta celana cokelat muda hanya diam meratapi pemandangan di sepanjang jalan sambil sesekali membaca ponselnya. Tak ada sesuatu yang berarti dalam ponselnya hari ini sehingga dia tetap memutuskan untuk menikmati perjalanan. Dan tahu-tahu sudah di tol Jagorawi lagi, saking lancarnya jalanan. Waktu saat ini menunjukkan pukul 09.55 WIB dan Rayla memprediksi dirinya akan sampai di Bogor pukul 11.00 WIB menjelang waktu shalat Jumat untuk bapak dan Christoff.. Kian mendekati Bogor kian tak sabar hati Rayla menikmati suasana kota tempat tinggal Tiffany tersebut.
Lalu ketika sampai di kota Bogor, bapak memerintahkan Pak Warsono supaya mencari masjid tempat shalat jumat dan di tengah pencarian, tiba-tiba bapak teringat akan seseorang yang dikenali oleh putri bungsunya selama belajar di SMA. “Nak, sepupunya Stevie yang tinggal di Bogor siapa ya?” Rayla tersentak saat matanya fokus menghujam arloji di pergelangan kanan. “Dia namanya Tiffany pak. Memang kenapa?” Jawab Rayla tenang. “Bapak tiba-tiba ingat dia. Mumpung kita di sini, mungkin enggak ada salahnya mampir ke rumahnya.” Hati Rayla tergugah kala mendengar alasan bapak teringat sosok Tiffany yang dekat dengannya lewat Stevie. Ingin pula sejatinya mengunjungi langsung di rumahnya, hanya Rayla merasa tak enak tanpa Stevie. “Hmm, kayaknya enggak juga enggak apa-apa pak. Aku merasa enggak enak tanpa Stevie.” Bapak sekarang memahami perasaan anak bungsunya yang sudah gadis itu.
Di pelataran masjid yang kosong, Rayla menanti ayah dan kakaknya shalat Jumat pula dengan Pak Warsono. Nanti dirinya akan melaksanakan shalat Dzuhur seorang diri saja.
vvv