Kalau boleh jujur, ini tulisan curhatku tentang pengalaman tiga tahun SMA sekaligus pandangan aku tentang suasana iklim politik Indonesia beberapa tahun terakhir ini yang aku rasakan.
Tiga tahun aku rasa bukan waktu yang singkat buat mengenal semua kawan-kawan di bangku SMA sambil belajar sekaligus main bareng-bareng setiap hari dari waktu ke waktu. Tapi nyatanya, tiga tahun itu cepat banget berlalu terus kayaknya baru kemarin kita kenalan di kelas 10 sambil ikut masa ta’aruf, saling bertukar pandangan politik waktu ada Pilpres tahun segitu juga. Kita melewati tahun pertama di kelas 10 dengan sangat cepat. Nyatanya, tahu-tahu sudah kelas 11 lagi. Ada sedikit dari kita yang rela pergi meninggalkan sekolah demi ikut pertukaran di negara lain sekaligus kita juga merasakan gimana dan kayak apa rasanya jadi kakak kelas terutama buat aku dan Stevie yang Alhamdulillah sampai sekarang masih jadi kakak kelas mencakup teman dekat buat Jacqueline, adik kelas kesayangan. Dan jangan lupa, biarpun sedikitan, di kelas 11 kita punya kesempatan fieldtrip ke Kalimantan Timur.
Waktu cepat berlalu, ternyata kita sudah kelas 12 lagi. Sekarang kita mulai agak lebih serius memikirkan masa depan kita lewat jurusan kuliah yang mau kita masuki biar sesekali masih main-main juga. Ya memang seharusnya begitu. Kita merasakan suasana yang berbeda di kelas 12 lebih lagi karena teman-teman yang sudah balik dari perantauan barang setahun di Eropa. Pun di tahun terakhir kita jadi anak SMA, ternyata kita masih punya kesempatan jalan-jalan bareng mengawali langkah ke masa depan di Purwokerto dan Yogyakarta waktu dulu Unprep. Buatku itu pengalaman paling berkesan di kelas 12.
Selama tiga tahun jadi anak SMA juga, kita punya pandangan politik masing-masing sejak zaman Pilpres 2014 di awal masa SMA dulu. Aku, Stevie, Matthew, Alif, Diandra, Dessna dan Fariq disusul beberapa teman lain memilih jadi orang Pro-Jokowi di saat sebagian lagi lebih memilih jadi orang Kontra-Jokowi. Enggak jarang kita berbeda pendapat, enggak jarang terjadi konflik bathin antara satu sama lain, enggak jarang juga kita sering bertukar opini masing-masing. But it’s ok. Itu wajar di dalam negara demokrasi karena memang begitu risiko kebebasan beropini. Aku bisa memaklumi itu, kawan.
Tapi dari pengalaman selama belajar di SMA, selain persahabatan-pertemanan-kebersamaan-cinta, aku juga bisa belajar banyak tentang perasaan untuk saling menerima, memahami dan memaafkan satu sama lain. Aku menerima apapun perbedaan yang ada di sekitarku sejak kecil dulu walau aku masih harus berusaha menerima perbedaan pendapat apalagi pendapat politik. Itu ada biar aku bisa memahami kenapa harus ada perbedaan di antara aku sama teman-teman, untuk selanjutnya aku memaafkan orang lain kalau seandainya ada yang salah, ada yang kurang. Itu wajar terjadi. Sebab setiap manusia pasti punya kekurangan dan hanya Tuhan yang maha sempurna lagi maha segalanya.
Aku mengucapkan terima kasih untuk tiga tahun penuh kenangan di SMA. Terima kasih buat canda dan tawa yang kalian kasih ke aku. Terima kasih untuk keseruan masa SMA sampai sekarang.
Khusus buat Stevie, aku bersyukur banget kamu sudah menjadi teman baikku selama belajar di SMA. Kecantikan wajah, kebaikan hati sekaligus keterbukaan kamu terhadap macam-macam perbedaan di sekitar kita jadi anugerah terindah buat aku sepanjang hidup. Aku rasa kamu memang cantik banget mulai dari muka sampai hati. Dan kayaknya aku layak menganggap kamu jadi sahabat dekat. Terus buat sekarang, kamu pasti lagi deg-degan banget soal perkuliahan. Aku yakin kamu pasti bingung mau kemana, karena dari hasil PMDK Unpar sama SNMPTN kemarin, kita sama-sama gagal masuk. Nanti masih ada USM 2 Unpar sama SBMPTN, enggak tahu kita masuk ke kampus yang mana.
Tapi gimanapun juga, dimanapun nanti kuliah, itu sudah jelas jadi pilihan terbaik buat kita walaupun ada kemungkinan nanti beda jurusan, fakultas sampai kampus. Yang penting pertemanan jangan sampai putus di tengah jalan hingga kapanpun.