Re:

AvaRe
Chapter #4

Dongeng 3 - Alter Ego

Re:

Seperti apa hidupmu?

Ketika sebuah karakter tercipta tanpa kau sadari, tapi ia tercipta dengan sendirinya karena kau membutuhkannya?

Seperti apa hidupmu?

Ketika kau sibuk menyumpahi para manusia bertopeng sedangkan dirimu sendiri lebih parah, ada aktor lain di dalam tubuhmu?

Seperti apa hidupmu?

Ketika kau akhirnya tersadar dari mimpi dan malah mengalami amnesia lalu bertanya, “Siapa aku?”

Ray

Kalau ditanya, apakah aku memiliki alter ego? Kujawab saja iya. Menurutku pribadi yang bukan siapa-siapa ini, semua manusia memiliki alter ego, entah sadar atau tidak. Beberapa menciptakannya secara sengaja, beberapa tercipta dengan sendirinya.

Lalu bagaimana cara kita mengetahui alter ego kita? Ini juga masih menjadi persoalan buatku. Ku pikir, perlu untuk memenuhi suatu syarat kondisi tertentu atau kita perlu berada dalam situasi tertentu untuk memunculkan alter ego itu. Ia bisa tercipta karena trauma.

Kupikir, alter ego itu berbeda dengan kepribadian ganda. Entahlah, aku tidak ahli untuk ini. Namun jika kita berbicara tentang kepribadian ganda, maka kita akan berbicara tentang sosok pribadi lain di dalam tubuh kita, dimana kesadaran kita diambil alih olehnya. Tapi untuk alter ego … percayalah. Aku benar-benar sadar akan sosok itu. Aku sadar dia ada di dalam tubuhku, bahkan bisa mengobrol dengannya. Terdengar konyol? Terserah.

Semua berawal dari masa aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, dan puncaknya ketika aku kelas 2 SMP. Entah aku sudah lupa, apakah itu perasaan depresi, takut, atau apa. Hanya bayangkan saja ketika hampir tiap hari kedua orangtuamu bertengkar, berteriak, saling memaki bahkan di tengah malam. Membanting barang-barang, merusak perabot, bahkan salah satu mengacungkan senjata tajam. Aku tidak peduli. Atau lebih tepatnya, berusaha tidak peduli. 

Namun karena usiaku yang masih tergolong labil saat itu, secara tidak langsung hal itu mempengaruhi mentalku. Pernahkah kalian merasakannya? Sebuah perasaan aneh ketika kalian merasa sangat marah, takut, benci, dan ingin berteriak di saat yang bersamaan tanpa alasan yang jelas? Atau hanya karena mendengar seseorang berbicara dengan sedikit berteriak, atau mendengar suara orang membanting pintu? Atau ... pernahkah kalian merasa tengah di bully, padahal tidak ada satupun orang yang sedang membully kalian? Aku pernah. Lebih anehnya lagi, untuk kasus bully itu, aku memang pernah dibully tapi itu waktu aku masih sangat kecil. Di usiaku saat itu, malah jujur, akulah yang sering menjadi tersangka pembullyan (mungkin akan kuceritakan di lain waktu, mungkin juga tidak perlu). Apakah itu suatu bentuk trauma? Entahlah.

Pernah suatu waktu, saat aku membuka jejaring sosial dan melihat status dari orang yang kusukai waktu itu. Ya, aku melihatnya tengah menulis sesuatu di sosial media ... dan tak tahu kenapa aku merasa ‘orang itu’ tengah menyindirku. Perasaanku langsung entah, aku setengah tidak sadar. Yang aku tahu aku hanya langsung marah dan sepertinya aku mengungkapkan perasaanku pada orang yang ku’sukai’ itu. Aku tidak sadar apa yang aku katakan, hingga dia sampai berkata “Aku tidak mengerti kamu, kamu membuat aku jadi ilfeel.” Jujur perasaanku langsung tak karuan saat itu. Apa yang telah aku lakukan? Hal itu membuatku untuk kembali memikirkan, seperti apa diriku dulu? Bagaimana diriku yang dulu? Bagaimana aku bisa menjadi sekarang ini? Dan mungkin inilah saatnya aku membuka kembali, mencoba mencari, mengais memori-memoriku yang dulu.

Re:

Ketika anda telah melupakan kenangan yang mungkin menyakitkan bagi anda, saya rasa lebih baik kita lupakan saja itu selamanya. Ibarat seperti tersayat pedang, ketika pertama kali darah itu mengucur keluar, rasanya mungkin perih tak terkira. Setelah beberapa lama, rasa itu akan perlahan hilang. Tapi ketika anda menengok bekas luka itu lagi, rasa itu akan kembali muncul, meskipun hanya sebuah ilusi.

Mungkin itu yang kita sebut trauma.

Karena itu, banyak orang berusaha menghilangkan bekas luka mereka.

Lalu apa untungnya mengorek kembali luka masa lalu?

Selain hanya akan menimbulkan perasaan menderita lainnya?

Ray

Ah, sepertinya ini akan menjadi kisah biografi dari Ray sang manusia (atau alien?) setengah kucing yang bukan siapa-siapa. Mungkin cerita ini akan membosankan … sekali. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak peduli pada apapun. Aku hanya ingin mengeluarkan semua … semuanya … hanya itu.

Tidak ada yang spesial dari hidupku waktu kecil. Sama saja dengan yang lain. Sebuah kenangan membawaku kembali pada waktu itu. Aku ingat dengan jelas, ketika aku masih TK, aku sering di ceritakan dongeng oleh ayahku, dinyanyikan lagu ciptaan ayahku sendiri, digendong di punggung … di belikan apapun yang kumau, ditraktir makan apapun yang aku minta … . Aku ingat waktu aku sakit, ayahku sedih dan berdoa … . Aku masih mengingat semua itu. Bermain dengan teman sebaya, main layangan, kelereng, sepak bola, mobil-mobilan, yah, biasa saja.

Aku tumbuh, masuk sekolah SD. Disana aku mulai mengenal teman baru yang jauh berbeda dengan teman-teman di lingkungan rumahku. Jujur saja, waktu TK aku adalah anak yang introvert. Bahkan jika bukan karena ayahku, aku mungkin tidak akan bisa berteman dengan anak-anak di sekitar rumah. Dan kenyataannya, aku tidak suka atau mungkin aku tidak tahu bagaimana caranya bergaul dengan orang.

Kuringkas saja seperti ini:

Lihat selengkapnya