Re:

AvaRe
Chapter #20

Dongeng 19 - Selamat Datang Kembali

Ray

Kereta sudah mulai memasuki Jawa Timur, beberapa jam lagi sampai tiba di tujuan. Langit masih berwarna merah-oranye di ufuk timur, dan udara dingin namun sejuk menyeruak memenuhi paru-paruku. Haze masih tertidur pulas, lalu kuputuskan untuk berjalan ke kamar mandi sambil berjalan-jalan sejenak sekalian mau ke gerbong restorasi untuk memesan makanan, melepas penat karena sejak kemarin aku tidak bisa merokok.

“Pagi kak,” sapa mbak-mbak petugas di balik konter.

“Sudah bisa pesen, mbak?” tanyaku.

“Sudah kak, silahkan dipesan,” kata mbak-mbak itu ramah sambil menyodorkan pilihan menu. Setelah melihat-lihat sejenak, dan Haze masih belum membalas pesanku—pasti masih tidur—, jadi, kupesankan saja sesukaku.

“Mau … nasi gorengnya aja deh, sama karaage. Masing-masing dua ya,” pesanku.

“Minumnya kak?” tanya mbak petugas kemudian setelah mencatat pesananku.

“Kopi hitam satu, gak pakai gula ya. Sama coklat panas satu,” lanjutku. Setelah membayar pesananku, kuputuskan untuk tetap berdiri sembari menunggu dan memandang ke luar jendela di seberang.

“Mau kemana, dek?” sebuah suara yang agak berat mengagetkanku dari samping kanan. Refleks, aku menoleh ke arahnya. Seorang bapak-bapak yang tidak lebih tinggi dariku, usianya mungkin lima puluhan, berjenggot agak panjang yang sebagian mulai memutih. Ia memakai sebuah topi flat cap berwarna hitam, kemeja yang sama hitamnya dengan kedua kancing paling atas terbuka. Ia mengenakan celana jeans dan entah, aku tidak memperhatikan alas kakinya.—Lumayan bergaya untuk bapak-bapak seusianya.

“Ke … rumah kenalan, Pak,” jawabku, tidak menyebut kemana tepatnya aku pergi. “Bapak sendiri?” tanyaku balik.

“Mau ziarah,” jawabnya ringan. Aku hanya manggut-manggut. Tak lama, pesananku akhirnya siap. “Saya duluan ya, Pak,” kataku berpamitan pada bapak itu.

“Dek,” katanya kemudian ketika aku sudah berjalan pergi. Sontak aku menoleh lagi ke arahnya.

“Nanti titip salam buat Mbok, ya. Bilang saja dari Ringgit, nanti dia paham,” kata bapak itu sambil melambaikan tangannya, lalu juga bergegas pergi ke arah sebaliknya. Aku masih diam di tempat, tidak paham apa maksudnya. Aku bahkan tidak mengatakan apapun padanya. Sebenarnya aku ingin mengejarnya, tapi karena malas dan bawaanku banyak dan ribet, jadi kuputuskan untuk ku abaikan saja.

“Woy, bangun. Nih, sarapan,” kataku membangunkan Haze saat kulihat anak itu masih asik molor. Dengan malas ia membuka matanya.

“Eh, darimana, bang?” tanyanya dengan masih setengah sadar. Tidak ku jawab, hanya kusodorkan box nasi goreng dan gelas yang berisi coklat panas itu padanya. Lalu aku juga duduk, menikmati sarapan dan kopi panasku.

Pikiranku kembali melayang pada perkataan bapak tadi. Apa maksudnya? Mbok? Siapa itu ‘Mbok’? Ah, tau ah. Setelah menghabiskan nasi gorengku, kuraih tasku dan kukeluarkan laptop. Sudah lama rasanya aku tidak menulis. Mumpung masih ada cukup waktu sebelum sampai di tujuan.

Re:

Sejujurnya, saya bingung harus memulai lagi dari mana. Saya sudah cukup puas mengajak anda berjalan-jalan di dalam kegelapan. Saya berpikir, mungkin ini saatnya kita mulai melangkah ke permukaan. Ke permukaan tanah saja dulu, setelah kita baru saja menyelam di dalamnya jurang. Nanti saja kita terbang ke langit.

Tetapi … ada apa di permukaan sini? Apa hal pertama yang harus saya mulai? Baiklah. Jika sebelumnya kita berbicara mengenai iblis. Maka sekarang mari kita berbicara mengenai “manusia”. Ah, rasanya sudah sejak awal topik utama saya adalah manusia. Rasanya … sudah terlampau banyak bahasan mengenai manusia yang sudah saya keluarkan. Mungkin anda sudah muak … mungkin, saya sendiri yang sebenarnya mulai muak.

Tapi baiklah. Seperti di awal pembuka perjalanan saya seperti biasanya, saya akan memberikan sebuah peringatan. Ini adalah ronde kedua perjalanan kita. Tetapi sebelumnya, saya ucapkan dahulu,

Selamat datang kembali di permukaan bumi.

Mulai dari sini, roller coaster kita akan semakin kencang. Wahana surealisme ini akan semakin menguat. Di wahana ini, goncangan akan semakin besar. Tetapi inilah langkah yang perlu sebagai bekal sebelum kita nanti masuk ke wahana selanjutnya yang lebih tinggi.

Saya sudah sedikit memberikan gambaran mengenai iblis dan neraka. Tetapi, di permukaan ini, adalah wahana dimana keduanya—iblis dan malaikat—dapat mewujud bersama dan saling silih berganti peran.

Jadi, biarkan saya memberikan pertanyaan pembuka untuk wahana ini: “Apa dan siapa itu manusia? Untuk apa manusia hidup?”

Lihat selengkapnya