"Bim ...."
"Bima ...."
Bima bergegas berlari dan meraih Kayla. Dipeluknya erat gadis yang tengah tergugu itu.
"Kay!" Jessie yang baru sampai juga langsung berlari.
"Kenapa secepat ini?!" Jessie terduduk di lantai.
"Apanya yang secepat ini!" Ayah muncul dan memukul kepala Jessie dan Bima.
"A ... ayah?" ujar mereka kaget.
Ayah menarik napas panjang melihat trio aneh itu.
"Bim, kamu urusin rantang makanan! Jes, kamu bantu minyakin Kayla, dia lagi nyeri haid."
"Heee! Kirain! Ya sudah, sini!" Jessie menarik Kayla ke kamar mandi untuk meminyaki perut dan punggung gadis itu. Setelah keluar dari kamar mandi, baru telapak kaki Kayla dipijat.
"Loh, Bima mana, Yah?"
"Tadi, habis beresin rantang, dia langsung cek laci dan kabur gitu aja."
"Laci?" Kayla segera mendekat dan membuka laci. Ternyata pembalutnya hanya tinggal bungkus.
"Aduh, Kay. Cowok kayak gitu kok nggak dilirik." Jessie dan ayah menggeleng kepala.
000
Kayla kini hanya berdua dengan ayah. Jessie dan Bima sudah berangkat sekolah. Bocah laki-laki itu, memastikan semua perlengkapan Kayla sudah siap, baru berangkat ke sekolah.
"Yah, Ayah benar-benar menyukai Bima?"
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa."
"Denger ya ... ayah terserah apa kata hatimu. Walau ayah menyayangi pria sebaik dia harus kamu lepas."
"Kamu bisa memikirkannya nanti. Sekarang fokus sama SMA mu dulu." Ayah mengusap kepala putrinya dengan lembut.
Tiba-tiba, ayah meringis kesakitan. Ia mencengkram kasur dengan kuat. Kayla dengan cepat memencet bel berkali-kali.
"Ayah, ayah!" Kayla berusaha memanggil Ayah yang sudah berbaring lemah di kasur.
Tim dokter menghamblur masuk. Mereka langsung menangani. Termasuk seorang perawat yang sudah amat mengenal Kayla sejak enam bulan ayah dirawat. Bergegas menarik gadis itu keluar dan menahannya sekuat tenaga.
"Ayah!"
"Ayah!"