Re Me Re

Vika Lian Azizah
Chapter #6

I Forgive You

Kegiatan belajar mengajar di sekolah pun selesai. Aku dan Lala berjalan bersama menuju gerbang sekolah. Seperti biasa, aku menemani Lala terlebih dahulu untuk menunggu jemputannya, baru setelah itu aku pulang menaiki angkot.

Ketika mataku sedang mengamati kendaraan yang berlalu lalang, tiba-tiba Lala menepuk pundakku. Dengan cepat aku menoleh dan mengangkat kedua alisku.

"Itu Reyan," ucap Lala sambil menunjuk ke arah parkiran motor.

"Lala..." Lirihku pelan.

"Pasti bisa," kata Lala, dan di waktu yang bersamaan sebuah mobil Alphard hitam berhenti di depan kami.

"Semangat Sharzaku..." Seru Lala, kemudian ia masuk ke dalam mobilnya.

Aku menekuk bibirku, kemudian dengan perasaan gugup aku menghampiri Reyan yang hendak memakai helm. 

"Eh Sharza," kata Reyan sambil menaruh helmnya kembali ke atas jok motornya.

"Rey, Sorry... itu, tadi..." Entah mengapa bibirku terasa sangat kaku, sehingga sulit untuk mengeluarkan kata-kata.

"Oh, iya enggak apa-apa kok," tutur Reyan tersenyum. 

"Ta-tadi sebenarnya aku mau ke rooftop, tapi tiba-tiba aku dipanggil sama Bu Indah," aku sambil memainkan dasi, mencoba untuk menghilangkan rasa grogi.

"Iya Sharza..." 

"Kamu enggak marah?"

"Reyan yang dulu udah punah," katanya sambil menendang pelan batu kecil yang ada di hadapan kakinya.

"Emangnya... apa yang mau kamu omongin?" Tanyaku sambil menatapnya perlahan.

"Banyak, dan enggak bisa diomongin di sini." Reyan melemparkan tatapannya ke arah samping.

"Jadi maksud kamu..."

"Kalau lo mau, kita ke Mall. Di sana ada cafe favorit gua, nah kita ngobrol di situ aja," kata Reyan dengan cepat dan diakhiri dengan senyuman simpulnya.

"Eh, duit aku sisa 2.000," celetukku, membuat Reyan terkekeh kecil. Aku menggaruk pelan dahiku untuk menutupi rasa malu yang tengah memancar dari wajahku.

"Kan gua yang ngajak lo," kata Reyan sambil memasukkan kepalanya ke dalam helm hitam, lalu menaiki motornya.

"Naik," kata Reyan, membuatku sedikit terkejut.

"..." Aku hanya terdiam, karena motor Kawasaki Ninja H2 Carbon miliknya terlalu tinggi untukku. Reyan tertawa kecil melihat ekspresi wajahku yang kebingungan.

"Pegangan pundak gua aja," kata Reyan. Aku mengangguk pelan dan langsung menaiki motornya sambil memegang kedua pundaknya.

Reyan pun melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Deru knalpot motornya menggelegar di halaman sekolah yang sudah sangat sepi.

Selama perjalanan, kami tak berbincang sama sekali. Entah memang Reyan yang bertipikal tak banyak bicara ataukah aku yang gugup untuk memulai pembicaraan.

 Setelah beberapa menit, kami pun sampai di Mall yang letaknya tak terlalu jauh dari sekolah kami. Reyan memarkirkan motornya tepat di depan toko kue yang sering kukunjungi bersama Adhizar ketika masih kecil.

"Hati-hati," kata Reyan kepadaku yang sedang turun dari motornya.

"Langsung ke cafe aja kan?" Tanya Reyan kepadaku yang tengah tersenyum memandangi toko kue tersebut.

"Eh-- yaudah iya," jawabku tersentak.

Ketika kami berjalan bersama, beberapa orang memperhatikan kami. Aku yakin mereka bertanya-tanya mengapa laki-laki setampan Reyan mau berdekatan dengan perempuan yang berwajah abstrak sepertiku.

"Enggak usah diladenin," ucap Reyan, membuatku tersenyum tipis.

Lihat selengkapnya