"Mau nonton film apa?" Tanya Reyan padaku yang sedang mengamati poster-poster film.
"Itu aja. Aku suka film fantasi soalnya. Hehe..."
"Wih, tadi gua juga mau nonton film itu sebenarnya," seru Reyan. "Yaudah lo duduk dulu, gua mau beli tiketnya," lanjutnya.
"Iya, tapi aku mau ke toilet sebentar ya," kataku kepada Reyan yang sedang mengambil dompetnya di tas.
"Oh yaudah." Reyan mengangguk.
Ketika aku berbelok ke arah toilet, secara tak sengaja aku menabrak seorang perempuan yang lebih tinggi dariku, dengan bentuk tubuh yang sangat ideal, serta rambut cokelatnya yang terurai indah.
"Ya ampun, be careful!" Seru perempuan itu padaku, karena handphone yang dipegangnya terjatuh.
"Iya maaf, tadi aku enggak sengaja,"
"Ok, gue tau lo enggak sengaja. Yaudah ambilin HP gue," kata perempuan itu sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
Sebenarnya aku sangat tidak suka dengan cara ia berbicara, namun karena aku tidak ingin mencari masalah dengannya aku pun memungut iPhone 11 miliknya, lalu kuserahkan padanya. Ia pun pergi meninggalkanku dengan begitu saja. Aku sungguh tidak memperdulikannya karena aku sudah tak tahan untuk membuang air kecil.
...
Aku menghampiri Reyan yang sedang duduk sambil memainkan handphonenya. Kulihat beberapa sekolompok wanita tengah memperhatikannya. Bagaimana tidak? dari samping saja, wajah Reyan sudah terlihat seperti bintang Hollywood karena bentuk rahangnya yang kuat dan tulang hidungnya yang mancung tegak.
"Sorry ya, tadi aku kelamaan," ucapku, membuat Reyan berpaling dari layar handphonenya.
"It's okay. Oh iya, mau popcorn?" Tanya Reyan.
"Enggak... makasih," jawabku sambil menyipitkan mata.
"Gua enggak merasa direpotin kok, gua beliin ya..."
"Eh bukan gitu, aku emang enggak suka popcorn." Aku tersenyum kaku.
"Oh... yaudah kalau gitu gua beli minumnya aja. Tunggu ya." Reyan menatapku lembut, lalu melangkah pergi.
...
Kami sudah berada di dalam teater sekarang. Baris F di kursi paling pojok, itulah tempat yang terpaksa dipilih oleh Reyan, karena semua kursi sudah lebih dahulu dipilih orang lain.
"Maaf ya, dapetnya di sini. Tadi sih masih ada dua kursi kosong, tapi di paling depan banget," ujar Reyan kepadaku yang duduk di pojok kirinya.
"Iya enggak apa-apa," kataku sambil tersenyum mengangguk.
Ketika aku sedang menatap ke sembarang arah, tiba-tiba perempuan yang tadi tak sengaja kutabrak, berjalan ke arah kami dan duduk di bangku samping Reyan.
"Lo Reyan kan?! Ya ampun, kebetulan banget kita ketemu disini," Seru perempuan tersebut kepada Reyan, sedangkan aku mencoba memalingkan wajahku darinya dengan menopang dagu.
"Lo Claudia?" Tanya Reyan pada perempuan tersebut yang tengah menyibakkan rambut.
"Yaiyalah!"
"Well, ternyata tiga tahun sekolah di New York masih bisa ngomong bahasa indo..." Kata Reyan kepadanya sambil tersenyum.
"Dari dulu tetep nyelebin deh," ujar perempuan itu.
"Dari dulu?" gumamku dalam batin.
"Oh iya, kenalin ini temen sekolah gua. Namanya Sharza," kata Reyan sambil menoleh ke arahku. Mataku melebar ketika Reyan menyebut namaku. Aku pun memberanikan diri untuk menampakkan wajahku yang pasti sudah familiar dia mata perempuan itu.
"Eh, lo yang tadi kan?" Tanyanya padaku dengan alisnya yang naik sebelah.
"Iya."
"Kalian udah pernah ketemu?" Tanya Reyan dengan tatapan bingung.
"Emm... tadi waktu mau ke toilet, aku enggak sengaja nabrak dia," jawabku dengan gusar.
"Oh gitu..." kata Reyan sambil mengangguk-angguk.
"Kita kenalan langsung aja. Gue Claudia Savennie," ucapnya sambil mengulurkan tangan padaku.
"Sharza Narava." Aku membalas uluran tangannya. Telapak tangannya benar-benar halus dan lembab. Sedangkan tekstur telapak tanganku tak ada bedanya dengan tekstur telapak kakiku.