Re Me Re

Vika Lian Azizah
Chapter #8

Sebuah Rahasia

Hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Di hari ini aku dapat melakoni kegiatan apapun tanpa tekanan dari tugas sekolah. Ya, hari ini adalah hari Minggu! Siapa yang tak kenal dengan hari ini? Hari dimana kita dapat meningkatkan mood, namun akan terasa menyebalkan ketika sudah beranjak malam.

Belakangan ini, sikap Revo padaku benar-benar berbeda dari sebelumnya. Ketika ia berkunjung ke rumahku untuk bermain dengan Nono, ia jarang menyapaku bahkan mengabaikanku. Untung saja, Adhizar membelikanku bebera novel. Jadi, aku dapat membacanya di kamar sehabis pulang sekolah, tanpa harus memperdulikan Revo yang bersikap cuek padaku.

"Shar! Reyan udah dateng tuh..." Seru Nono kepadaku yang sedang membantu ibu membereskan rumah.

Oh iya, keluargaku juga sudah memaafkan Reyan tentang kejadian minggu lalu. Jadi, kadang-kadang Reyan mengantarkanku ke rumah ketika pulang sekolah, dan mampir sebentar untuk sekedar mengobrol bersama.

Kemarin sabtu aku sudah berjanji pada Reyan untuk membantunya mengerjakan tugas matematika, oleh karena itu ia datang ke rumahku pada pagi hari ini.

Aku menuju pintu depan dan mendapati Reyan yang mengenakan hoodie merahnya.

"Assalamualaikum," ucap Reyan sambil tersenyum.

"Waalaikumsalam..."

"Bu guru, saya sudah siap untuk belajar!" Seru Reyan sambil hormat kepadaku.

"Apaan sih... udah yuk masuk," kataku sambil tersenyum kecut. "Sebentar ya," ucapku kepada Reyan yang tengah duduk di tikar.

Kulangkahkan kakiku menuju ke dapur untuk membuatkan Reyan segelas es teh.

"Bikinin sekalian ya," kata Nono yang sedang asyik bermain game online.

"ih, bikin aja sendiri." Aku mendengus kesal.

"Udah, ntar ibu yang bikinin es buat Nono," ucap ibu sambil menyusun piring.

"Jangan ibu yang bikin. Sudah deh, Nono mau bikin sendiri aja." Nono meletakkan Handphonenya di atas meja kayu kecil. Dan segera membuat es untuk dirinya sendiri.

"Nah gitu dong..." Aku tersenyum miring kepada Nono yang tengah menatapku sinis.

Segelas es teh dan juga camilan siap kusuguhkan untuk Reyan. Aku berjalan perlahan ke ruang tamu. Melihat gerak-gerikku yang sedikit kesulitan membawa nampan berisi segelas es teh dan juga setoples camilan, ia pun dengan sigap langsung membantuku.

"Makasih," ucapku kemayu dan dibalas anggukan olehnya.

"Ini nomer dua gua masih belum ngerti," kata Reyan sambil menunjuk soal cerita matematika.

"Oh yang ini... bentar aku mau ngambil pulpen dulu." Aku beranjak berdiri, namun Reyan menahan lenganku.

"Eh sorry. Maksud gua lo enggak usah ngambil pulpen, ini gua udah ada," ujar Reyan dengan gesturnya yang terlihat gugup. Aku kembali duduk dan mulai mengajarinya dengan perlahan.

"Assalamualaikum..." Ucap seseorang yang suaranya sudah familiar di telingaku.

"Waalaikumsalam," jawabku dan juga Reyan.

"Shar, bisa ngomong sebentar enggak?" Tanya orang tersebut, Revo.

"Aku lagi bantuin Reyan." Tanpa kusadari, aku menjawab pertanyaannya dengan nada datar. 

"Oh ok." Perkataanku yang terdengar cuek, membuat Revo kembali keluar rumahku.

"Revo!" seruku pada Revo yang tengah memakai sandalnya. "Tunggu sebentar ya Rey." Aku menatap mata Reyan untuk memastikannya. Lalu aku segera memakai sandalku kemudian kukejar Revo yang sudah berjalan jauh.

"Rev, maksud aku bukan kayak gitu..." Aku mendahului Revo dan berdiri di hadapannya.

"Dia berarti banget ya?" Tanya Revo, membuatku mengerutkan kening.

"Kamu kenapa sih? Dia temen aku, kamu juga temen aku. Enggak ada yang lebih," kataku sambil menatapnya.

"Enggak ada yang lebih?" Revo menatapku gusar.

Lihat selengkapnya