Hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Di hari aku dapat melakukan kegiatan apapun tanpa tekanan dari tugas sekolah. Ya, hari ini adalah hari Minggu! Siapa yang tak kenal dengan hari ini? Hari dimana kita dapat meningkatkan mood, namun akan terasa menyebalkan ketika malam tiba.
Belakangan ini, sikap Revo padaku benar-benar berbeda dari sebelumnya. Ketika ia berkunjung ke rumahku untuk bermain dengan Nono, ia jarang menyapaku bahkan mengabaikanku. Untung saja, Adhizar membelikanku bebera novel. Jadi, aku dapat membacanya di kamar sehabis pulang sekolah, tanpa harus memperdulikan Revo yang bersikap cuek padaku.
"Shar! Reyan udah dateng tuh..." Seru Nono kepadaku yang sedang membantu ibu membereskan rumah.
Oh iya, keluargaku juga sudah memaafkan Reyan tentang kejadian minggu lalu. Jadi, kadang-kadang Reyan mengantarkanku ke rumah ketika pulang sekolah, dan mampir sebentar untuk sekedar mengobrol bersama.
Dan kemarin sabtu aku sudah berjanji pada Reyan untuk membantunya mengerjakan tugas matematika, oleh karena itu ia datang ke rumahku pada pagi hari ini.
Aku menuju pintu depan dan mendapati Reyan dengan hoodie abu-abunya.
"Assalamualaikum," ucap Reyan sambil tersenyum.
"Waalaikumsalam..."
"Bu guru, saya sudah siap untuk belajar!" Seru Reyan sambil hormat kepadaku.
"Apaan sih... udah yuk masuk," kataku sambil tersenyum kecut. "Sebentar ya," ucapku kepada Reyan yang tengah duduk di karpet. Kemudian aku menuju dapur untuk membuat es teh.
"Bikinin sekalian ya," kata Nono yang sedang asyik bermain game online.
"ih, bikin aja sendiri." Aku mendengus kesal.
"Udah, ntar ibu yang bikinin es buat Nono," ucap ibu sambil mengelap piring lama.
"Jangan bu. Nono mau bikin sendiri aja." Nono meletakkan Handphonenya di atas meja kayu kecil. Dan segera membuat es untuk dirinya sendiri.
"Nah gitu dong..." Aku tersenyum miring kepada Nono yang tengah menatapku sinis.
Dua es teh buatanku siap kusuguhkan untuk Reyan. Aku berjalan perlahan ke ruang tamu karena takut es yang kubawa terjatuh. Reyan melihat gerak-gerikku yang sedikit kesulitan membawa nampan berisi dua gelas es teh. Ia pun dengan sigap langsung membantuku.
"Makasih," ucapku kemayu dan dibalas anggukan olehnya.
"Ini nomer dua gua masih belum ngerti," kata Reyan sambil menunjuk soal cerita matematika.
"Oh yang ini... bentar aku mau ngambil pulpen dulu." Aku beranjak berdiri, namun Reyan menahan lenganku.
"Eh sorry. Maksud gua lo enggak usah ngambil pulpen, ini gua udah ada," ujar Reyan dengan gesturnya yang terlihat gugup. Aku kembali duduk dan mulai mengajarinya dengan perlahan.
"Assalamualaikum..." Seru seseorang yang suaranya sudah familiar di telingaku.
"Waalaikumsalam," ucapku dan juga Reyan.
"Shar, bisa ngomong sebentar enggak?" Tanya orang tersebut, Revo.
"Aku lagi bantuin Reyan." Tanpa kusadari, aku menjawab pertanyaannya dengan nada datar.
"Oh ok." Perkataanku yang terdengar cuek, membuat Revo kembali keluar rumahku.
"Revo!" seruku pada Revo yang tengah memakai sandalnya. "Tunggu sebentar ya Rey." Aku menatap Reyan untuk memastikannya. Lalu aku segera memakai sandalku kemudian kukejar Revo yang sudah berjalan jauh.