Perlahan, kesadarannya yang memudar dikarenakan transmigrasi masuk ke dalam cerita, perlahan mulai kembali dan menguat. Hal itu membuat dirinya yang semula gamang karena belum terintegrasi penuh, mulai merasakan keberadaan di sekitarnya.
Hal yang pertama ia rasakan adalah dingin yang membalut tubuhnya tanpa kecuali. Lalu selanjutnya, kesulitan untuk bernapas. Rasa tercekik membuat ia tanpa sadar meronta. Menggerakkan tangan juga kaki dengan liar, dikarenakan rasa panik yang semakin menjadi untuk mendapatkan udara bagi paru-parunya.
Dalam keadaan yang serba membingungkan tersebut, ia tidak menyadari seseorang telah masuk ke dalam ruangan dan menghampirinya. Hal yang membuat ia mengetahui kehadiran orang lain dalam ruang itu adalah, saat sepasang tangan kokoh menariknya keluar dari apa yang menyiksanya saat ini.
Suara gemericik air yang terdengar di sekelilingnya, membuat ia tahu, bahwa pada detik yang lalu ia tengah tenggelam. Jika ia belum merasa yakin atas asumsi tersebut, mulutnya yang terbatuk mengeluarkan air yang masuk ke tubuhnya merupakan bukti lain yang membuat asumsi tersebut semakin kokoh.
“Aurel, kamu tidak apa-apa?” tanya orang yang menolongnya.
Namun ia yang tengah sibuk untuk mengeluarkan air sebanyak mungkin dari mulutnya juga menghirup udara sebanyak-banyaknya, tidak mendengar pertanyaan itu.
Sekelibat gerakan yang tidak ia perhatikan, membuat tubuhnya yang semula telanjang tertutupi. Hal itu berhasil menyita perhatian yang semula tidak ia berikan pada orang yang berada di hadapannya,
Ketika ia menatap sosok yang sangat akrab yang kini berada di depannya, rasa panic yang semula belum hilang dikarenakan dirinya tenggelam, lenyap dalam seketika. Otaknya tanpa diminta, memunculkan deret deskripsi mengenai orang—atau tepatnya, pria, di hadapannya.
Jika dengan bertatapan dapat melempatkan seseorang ke tempat lain, maka saat ini ia akan berada di sebuah hamparan padang rumput baru dengan bunga liar berwarna kuning yang bertebaran di sekelilingnya.
Dengan penjabaran warna mata tersebut, orang pasti berpikir akan seseorang yang memberikan ketentraman juga rasa aman. Tapi, tidak. Tatapan tajam dari pria dengan iris berwarna hijau muda di sekelilingi bercak kuning, mengirimkan getaran ke seluruh tubuh yang membuat lutut lemas pada orang yang melihatnya.
Ia, bukan pengecualian akan hal itu. Dirinya terjebak dalam pandangan yang memberikan sensasi sama halnya seperti keadaan tenang sebelum datanya badai.
Mata itu milik pria yang memiliki wajah dengan raut dalam, mencitrakan rupa tampan secara universal. Di mana membuat perempuan dari etnis, ras dan negara mana pun, tanpa sadar memacu jantung mereka ke kecepatan yang membahayakan.
Tapi dengan segala kesempurnaan fisik yang pria itu miliki, yang membuat orang dari segala gender atau usia terpikat padanya, bukanlah wajahnya yang terukir sempurna yang membuat orang menggila. Bukan tubuhnya yang seolah dipahat oleh seorang maestro dunia yang membuat napas tercekat akan keseimbangan sempurna dalam proporsi. Bukan pula matanya yang terlukis indah membuat orang menapak di ladang khayalan dalam dongeng.
Suara yang unik serta khas, yang membuat seorang pun tidak lupa meski hanya mendengar sedetik saja, digabung dengan lirik puitis yang membiuslah yang membuat banyak orang terpesona. Dengan semua itu tidak mengherankan jika setiap lagu yang ia nyanyikan selalu berada dalam tempat teratas dalam tangga lagu di kala meluncur.
Kini suara yang sama membisikan sebuah nama dengan nada yang menyiratkan kekhawatiran, “Aurel,” sebutnya.
Aurel, atau lebih tepatnya Aurellia adalah namanya dalam kisah ini.
Panggilan lembut atas namanya membuat ia menyatu penuh baik pada karakter ataupun cerita yang ia masuki saat ini. Hal itu membuat gelombang arus nostalgia yang sangat kental menerjangnya. Mengenai rasa pada pemilik suara yang membuatnya merasakan cinta tapi secara bersamaan membuat ia—Aureliia, mencicipi rasa pahit yang tidak ingin ia ecap lagi.
Pria yang membuat Aurellia merasa getir, tidak lain tidak bukan adalah Ravindra Dewa Permana. Seorang penyanyi dengan kepopuleran yang luar biasa Meski dunia musik saat ini masuk dalam era redup, lagu yang ia nyanyikan selalu terjual dengan jumlah kopi yang menembus rekor dan beberapa lagunya menjadi sebuah lagu ‘klasik’ di semua kalangan.