REA

Beni satria
Chapter #1

Jeda


Pojok, tidak ada tempat yang paling sempit untuk ukuran sebuah ruang selain sudut. Sebuah tempat ternyaman untuk sembunyi. Bukan pengecut. Tetapi menghadapi dunia dengan segala pemuja-pemuja logika atas segala kebenarannya itu membutuhkan energi. Menguras daya untuk persentase tiga persen manusia INFJ, Introvert, Intuitive, Felling dan Judging yang dimiliki oleh bumi, untuk merasa hidup dan membaur itu terasa sulit, oleh karenanya ia membutuhkan jeda, untuk membangun dunianya sendiri dalam sebuah ruang sudut. 

Huh, Kemana larinya air hujan, kalau tidak lain mengikuti arah sudut untuk menemukan ruang dimana ia berasal. Sudut adalah suatu keseimbangan, batasan, dan titik tujuan. Tanpa sudut takakan melahirkan sebuah bentuk. Termasuk ruang itu sendiri dalam lorong-lorong kampus, yang tersekat-sekat sesuai dengan tingkat dan jurusan mau kemana tujuan mereka. Lagi-lagi kembali ke tujuan, pernahkah kita bertanya kepada sepatu yang setiap hari kalian injak kepalanya demi satu tujuan, lagi-lagi demi satu tujuan dari sang sepatu yang sangat mulia dia adalah budak kaki kita, kaki peradaban, bayangkan jika tidak ada budak tak akan ada peradaban yang terbangun. Berarti peradaban dibangun oleh kepala yang terinjak, kepanasan hingga kehujanan. Yah, seperti hari ini kulihat dari balik jendela kelas hujan menginjakkan kakinya ke bumi demi kesuburan. 

“Oh sial aku teralalu banyak berpikir” 

"Bug" jadi begitu kekonyolan yang tercipta dalam ruang kelas semester akhir, di Fakultas Filsafat, buku setebal dua ratus lima puluh halaman melayang mulus tepat mengenai kepala seorang wanita yang duduknya terletak sejauh lima meter, ke arah sudut 25 derajat dari tempat dosennya berdiri. Wanita itu langsung berdiri, sebagai bentuk sebuah reflksi, seperti makhluk pluviophiles, saat tahu hujan telah mengetuk matanya untuk bertamu, bertemu, masuk mengunjungi alam sadarnya.

"Kamu, melamun saat jam pelajaran saya."

"Saya telah menata waktu 24 jam untuk membagi-baginya antara waktu keperluan pribadi saya dan waktu untuk bisa terpahami oleh kalian, dan ternyata belum berhasil, karena masih ada yang belum memahami keberadaan saya." 

"Ini jurusan Ilmu Filsafat Nona bukan jurusan meteorolgi, jadi anda tidak perlu melihat hujan di luar jendela, ruang belajarmu sekarang didalam bukan diluar."

Wanita itu lalu meraih buku yang mengenai kepalanya dan menghampiri sumber satu-satunya dimana ia harus terbangun ke alam sadar. Setelah wanita itu sampai dihadapan sang dosen lalu ia membanting buku itu dengan keras.

"Bapak tahu benda apa yang bapak lempar!"

Ucap wanita itu dengan tegas

Pandangan wanita itu menusuk tajam ke arah lawan bicaranya tanpa rasa takut.

"Buku!" 

"Benar, berarti itu buku yang benar, karena dipilih untuk dimiliki oleh seorang dosen. Tapi buku itu akan menjadi salah, jika digunakannya untuk melempar."

"Pak, akan terasa buku itu menjadi benar jika bapak menuangkan isi buku itu kedalam kepala saya yang membuat bapak terlihat bijak dan saya menjadi pintar, bukan melemparnya."

Lihat selengkapnya