REA

Beni satria
Chapter #3

Mozaika

“Waraaaaaaang bangun! Sudah pagi, waktunya berangkat kuliah!”

Dering alarm ponsel Moza berbunyi berkali-kali, ternyata itu dilakukan oleh ibunya yang direkam lalu dijadikan dering alarm untuk membangunkan tidur ‘kebonya’ Moza.

“Aduh, Mamaaaaa! Ada-ada saja, deh, keisengannya. Nggak tahu apa, lagi mimpi mendaki Seven Sumit.”

“Udah pengin sampai puncak gunung Aconcagua diteriaki suruh bangun, kan, ngentang.”

“Benar-benar nggak ‘berperi-kemimpian’, nih, dan bisa-bisanya anak sendiri dipanggil warang.”

Moza beranjak sambil menggeliatkan badannya, lalu meraih ponsel, tertera dalam pelataran layar dua panggilan tak terjawab dan beberapa pesan, ”pulang kuliah kamu ke rumah pohon, ya.”

Sesampainya Moza di kampus, ia menyampaikan kejadian pagi tadi kepada Ruri, salah satu dari keempat sahabatnya.

“Mama melakukan hal seperti itu ke kamu, sungguh brilian. Mungkin sepertinya Mama mulai lelah menghadapi hibernasi kamu, Za.” ejek Ruri sambil sedikit menahan tawa saat melihat muka kusut campur kantuknya Moza.

“Iiiish... dia mah, malah ketawa!”

“Lah memang lelucon seperti itu harus dikembangkan”

“Au amat lah!” sergah Moza sambil mendorong pelan punggung Ruri.

“Oh iya, Nenez mulai aneh deh, Ri. Aku jadi kasihan.”

“Mungkin karena kita selalu sering ninggalin dia naik gunung dan sudah jarang untuk ngumpul lagi kayak dulu di rumah pohon.”

“Aku kangen sama suasana itu, Ri.”

“Kamu tahu sendiri Nenez itu pendiam dan cenderung menyendiri dalam kamar kalau nggak ngumpul sama kita-kita.”

“Memang Nenez kenapa lagi, sih?” tanya Ruri mencoba menyimak.

“Dia masih trauma kayaknya dan nggak mau keluar ke mana-mana, lalu mengurung diri dalam kamar terus.”

“Kamu ingat nggak, saat dia minta kita menemaninya ke outdoor untuk menyetok persediaan gelang buatannya?”

“Pasti dia melihat wanita yang sama sekali kita tidak lihat, dan kemarin terjadi lagi, Ri.” Moza menghentikan langkahnya sambil menatap Ruri dengan mimik serius.

“Oh, masalah itu?”

“Kan, sudah kita bicarakan bersama setahun yang lalu kalau dia mau break dari kegiatan dulu dan lebih memilih menyendiri dalam kamar.”

“Nenez hanya butuh waktu saja, Za.”

“Lah, lagi pula apa hubungannya sama wanita yang dia lihat? Memang kita lagi nggak engeh saja kali, Za, kalau masalah itu.”

“Iiiish... Ruri mah, ada hubungannya tahu.”

Spontan saja jeweran lembut menjepit ke kuping Ruri, itu yang sering ia lakukan kepada para sahabatnya jika lawan bicaranya tidak terlalu serius menyimak.

“Aaaw!” teriak Ruri.

Lihat selengkapnya