“Takaran bahan kamu kemaren bagus tuh buat selancar di laut, tipis kayak gaun tidur kamu sekarang,”
Bidu menarik lembut pinggul Dara lalu merangkulnya penuh mesra, sambil merayu seperti pujangga bersama secarik lariknya, dan juga reaksi kimia rupanya telah berhasil merayu kepolosan pikiran. Bidu merangkul pinggul Dara hingga canda dan gairah bersatu dalam romansa hitam putih, dengan jemari yang tercipta kreatif hingga perlahan tali gaun hitam yang cukup tipis dan lembut berhasil terlepas, selebihnya. Ups! Yang pasti naluri sang penjelajah menemukan harta karun yang takkan habis untuk dijamah semasa usia.
“Yah sisanya emang adanya segitu sayang, dan lagian udah aku lebihi sekarang masih kurang puas?”
Dara menatap Bidu dengan mesra sambil mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas dengan hairdryer yang sesekali melihat mahluk bertato block di kiri dan kanan dari arah kaca meja rias tempat di mana Dara duduk
“Aku butuh stok tambahan nih, Jumat malam aku mau berangkat naik Gunung Gede.”
“Naik gunung lagi?” tanya Dara sambil menghentikan pengering rambutnya dan menoleh ke arah Bidu
“Yah kan naikin kamu udah, adil dong?”
Raut wajah dara berubah menjadi pilu
“Kamu mau sampai kapan naik gunung terus, Ay?”