Hari itu hujan pun turun, sama seperti hari ini di waktu yang sama akan tetapi di hari yang berbeda 2 tahun yang lalu
“Hari ini aku membawa seikat bunga mawar putih untukmu sayang, bukan serangkum tangis” Nenez menaruh bunga mawar putih di pelataran epitaf makam Rizuta yang berwarna hijau nila, sambil mencabuti rerumputan liar yang menumbuhi area makam tersebut.
“Kau tahu hari ini aku dari mana?”
“Aku habis melepas keberangkatan Bidu, Ruri dan Moza serta kawan-kawan dari Mapala Ruri yang berangkat ke Gunung Gede hari ini.”
“Yah itu gunung kecintaan kamu sayang.”
Sejenak Nenez diam memandangi tiap potongan hujan yang memperlengkap epitaf itu menjadi basah.
“Tetapi maaf aku masih belum siap untuk mendaki kesana, aku takut rasa bersalahku semakin besar.”
“Aku tahu kau sudah memaafkanku hari itu juga atas keegoisanku yang membuatmu terlepas dari pandangan dan hidupku untuk selamanya.”
“Itu karena aku tahu kau adalah orang baik sayang.”
Perlahan matanya mulai berkaca saat memantulkan wajah Rizuta dalam mozaik hidup yang bersemayam bersamanya dan perlahan air mata akhirnya berlinang dan membaur tersaru air hujan.
“Oh, aku punya kabar dari keluarga kamu, kau tahu adik kamu yang super nyebelin itu ia berhasil mendapat IPK tertingi di fakultasnya, dan berniat masuk ke dalam organisasi Mapala sama sepertimu.”
“Ketika ku tanya kenapa, lalu ia menjawab ingin menggantikan dan meneruskan peranan kakaknya yang ia sayangi.”
“Kalau keadaan Mama dan Papa kamu sehat dan mereka titip salam saat aku bilang sehabis mengantar Bidu, Ruri dan Moza aku akan mampir kesini menjengukmu.”
Nenez lalu mendongakkan wajahnya ke paras langit membiarkan urut air hujan yang jatuh menyentuh ke kulit muka. Pandangannya kian jauh terjatuh dalam sudut kenangan yang tertulis rapi di tiap lembar kisah yang tak bersambung. Pembicaraan tanpa jawaban itu selalu ia lakukan saat mengunjungi makam Rizuta apa saja ia ceritakan dari keadaan teman-temannya, keluarga hingga sampai keadaan dirinya sendiri, sebab memang hubungan manusia yang sudah meninggal dengan yang masih hidup itu masih dan akan selalu bertali.
Lalu tidak lama setelah itu, saat Nenez hendak meninggalkan makam Rizuta langkah-nya terhenti oleh sosok wanita yang mengenakan jaket merah tua dan memakai kupluk, berjalan menghampirinya. sejenak ia terdiam dan merasa wanita ini tidak asing buatnya, karena akhir-akhir ini ia selalu melihat wanita itu saat berkunjung ke Outdoor, teman kuliah Ruri saat menitipkan kerajinan gelang tangan tali buatannya, yang selalu disangkal oleh ketiga sahabatnya bahkan sampai sang pemilik Outdoor sekalipun menyangkal tentang kehadiran sosok wanita tersebut, bahwa itu hanya halusinasi dari Nenez saja. Maklum ketiga sahabatnya tahu bahwa Nenez mempunyai riwayat penyakit skizofrenia sejak kecil. Lalu wanita yang dilihat oleh Nenez itu semakin mendekat menghampirinya, dan berhenti tepat beberapa langkah didepannya sembari tersenyum.
“Kau pasti Harneza Anchor bukan?” tanya wanita itu dengan ramah, sedangkan Nenez masih mengupas memorinya untuk mengingat-ingat apa ia pernah berkenalan dengan wanita itu.