REA

Beni satria
Chapter #15

Quovadis

 Moza melajukan SUV merah kesayangannya dengan tergesa-gesa menuju kediaman Nenez setelah selesai jam kuliah, karena beberapa saat lalu ia mendapatkan telepon dari Om Hans ayahnya Nenez untuk segera menemuinya. Dia ingin membahas tentang masalah kondisi penyakit skizofrenia yang Nenez idap. SUV merah itu lalu melaju menuju lajur pinggiran Bandara Pondok Cabe, terlihat pemandangan bangkai pesawat yang berbaris beserta hamparan tarian rerupun ilalang yang memenuhi sepanjang pinggiran bandara tersebut. Pemandangan itu terkadang menjadi penghibur rindu tersendiri buatnya. Lalu suasana teduh terasa ketika ia memasuki daerah bilangan Cinere yang rimbun, lalu kemudian mobil SUV miliknya memasuki sebuah gang yang jalannya agak sedikit menanjak, setelah memasuki gang tersebut pandanganya terpaku pada sebuah bangunan rumah pohon yang sedikit menjulang, pemandangan seperti inilah yang selalu memahat kerinduan Moza akan penghuni rumah itu.

“Nenez kenapa, Om?” tanya Moza, sesampainya ia di halaman rumah kepada Om Hans yang terlihat sedang menyaring dedaunan dan bebijian pohon pinus yang jatuh berguguran kedalam kolam.

“Kita bicara di gazebo aja yuk sambil ngeteh-ngeteh, Za!” Moza hanya menjawab pertanyaan Om Hans dengan sebuah anggukan sambil pandangannya menuju ke arah kamar Nenez dan rumah pohon yang penuh dengan berbagai potret kisah yang telah membingkai menjadi album perjalanan pertualangan persahabatan mereka yang telah memudar sambil mengikuti jalur setapak bebatuan ke arah sebuah kolam yang ditengahnya terbangun sebuah gazebo.

“Nenez kerumah bibinya kemarin sama Ranu, tadi dia juga sudah ngabarin om katanya lagi di arah jalan pulang,” lanjut Om Hans ketika sesampainya mereka di pelataran gazebo yang sudah tersaji hidangan teh dalam ceret tembikar.

“Silahkan duduk, Za! Sambil dituang sendiri tehnya yah.”

“Oh, iya bagaimana pendakian kamu ke Gunung Gede kemarin, pastinya seru sekali yah?” 

“Coba Nenez ikut bersama kalian, kasian dia berdiam diri di kamar terus.” 

Moza hanya menjawab dengan seyum lalu tatapannya mencoba sedikit mengalihkan pembicaraan itu dengan memandangi ikan gurame yang berenang bermunculan dari dalam kolam.

“Saya sudah mengajak Nenez om sepertinya itu hanya masalah waktu,” jawab Moza dengan nada sayu sembari menuangkan teh kedalam mug mereka berdua.

“Nenez kenapa, Om?” tanyanya lagi sepertinya keadaan Nenez meresahkan pikirannya untuk tidak berbasa-basi.

“Za...”

“Om, sangat berterima kasih kepada kamu karena selama ini selalu memperhatikan keadaan Nenez, Om sudah tahu kedekatan kalian sejak lama dan sepertinya kami dan tante lama-lama berpikir wanita sepertimu lah yang Nenez sekarang butuhkan.” 

Lihat selengkapnya