REA

Beni satria
Chapter #21

6/

Malam yang sangat tenang walau tak terlihat banyak lanskap lampu yang menangkap gelap, hanya sekumpulan kunang-kunang yang cahayanya bertaburan lalu berpendar mengumpat di sisi malam yang jauh, dan terlihat sederet bintang yang sudah terlanjur terjatuh di batas horizon, seperti perasaannya Bidu saat ini yang sudah sedikit terhibur dengan suasana desa yang sunyi dan nyaman, sesekali matanya menangkap segerombolan kerbau yang digiring telat pulang kandang oleh beberapa anak remaja belasan tahun yang melintasi jalan setapak menuju pulang sehabis bercengkerama seharian mengupas sawah. Lalu disusul suara azan Isya yang mengalun merdu terdengar dari sebuah bangunan pondok pesantren yang tidak kurang dari 100 meter dari rumah tempat di mana ia singgah, yang semakin melembutkan hatinya selembut air matanya yang berlinang mengalir dari ceruk cawan pemilik rasa. Lalu tak selang dari beberapa menit alunan azan yang merdu itu berakhir, sosok lelaki berambut sebahu yang ia biarkan tergerai lurus berjalan menuju arah Bidu sambil membawa lipatan kain sarung dan baju kokoh lalu berhenti tepat di hadapannya dengan wajah dan senyum yang begitu ramah dan bersahabat.

“Ada cara bagaimana melembutkan hati yang sudah dipenuhi ego dan sudah bercampur aduk di dalam diri kita, kita hanya cukup memerlukan satu cara dari ribuan cara yang terbaik itu... yaitu salat”

Ucap sang pemilik suara yang agak sedikit parau itu yang tidak lain adalah teman dekat Bidu sejak mereka duduk di bangku SMU. Mereka baru dipertemukan kembali dalam skenario yang ditulis sang Maha Pencipta. Karena waktu itu saat mereka berdua lulus dari SMA, mereka berpisah cukup lama karena Bidu memilih untuk melanjutkan kejenjang perkuliahan sedangkan Albanie lebih memilih hobi bermain musiknya, dengan cara menjadi musisi jalanan yang sering menghiasi alun-alun kota Bandung. Saat Bidu bertanya kepada Albanie kenapa ia tidak mau ikut bersamanya melanjutkan ke jenjang berikutnya dan lebih memilih cita-cita musiknya itu. Lalu Albanie menjawab karena ia ingin memanfaatkan dunia musiknya hanya untuk memperkayai jiwa, bukan raga karena menurutnya seni yang telah menjiwa itu dapat membuat diri kita menjadi sosok yang sederhana dan mampu membuat hati kita bahagia, karena bahagia itu cukup sederhana karena hanya kesederhanaan yang mempunyai tali cukup pendek untuk menuju keindahan dan aku mempunyai cara tersendiri untuk mencitai seni jawabnya. 

Lalu Albanie memberikan tumpukan sarung dan baju koko kepada Bidu, Bidu yang sedikit kaget dan langsung memandangi lipatan sarung dan baju kokoh yang diberikan Albanie kepadanya, lalu kembali menatap Albanie cukup lama, yang ada dipikirannya sudah cukup lama ia tidak menyembah Tuhannya. Apakah pantas jika diri ini yang kotor tiba-tiba melangkah kerumahnya untuk mengadu. Apakah aku akan diterima-Nya?

“Allah itu mengenal setiap apa yang ia ciptakan, dan ia tidak pernah sedikit pun melupakan setiap makhluk yang tidak tahu diri itu karena tidak mengenalinya.”

Lihat selengkapnya