Di malam yang sama dan di waktu yang sama dan berjarak beratus-ratus kilometer dari Bidu dan Ruri di Bandung, dua anak manusia asyik bercengkrama dalam pelukan asmara, di sudut kota Jakarta, di keremangan Jalan Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, Nenez dan Moza sedang asyik menghadiri acara Apresiasi Sastra Bulanan bernama Reboan Sastra yang diadakan di Warung Apresiasi pada setiap hari Rabu di minggu pertama di setiap bulannya. Di bawah lampu temaram dan suasana yang begitu puitis sambil menikmati hidangan kopi dan balutan lirik-lirik puisi yang diapresiasikan oleh para penyair pengisi acara, membuat Moza terbuai dalam suasana langit romansa hatinya yang sedang begitu bernuansa.
“Kamu menyukai tempat ini, Za?” sambut Nenez dengan senyummnya yang begitu merona saat melihat wajah Moza yang begitu menikmati setiap percikan kata-kata yang basah membentuk menjadi lautan sajak yang mengarungi perahu kata yang berlayar.
“Suprise banget, Nez!”
Perlahan jemari Nenez menggenggam tangan Moza di atas meja yang dihiasi lilin dalam gelas kaca dan sekuntum mawar merah yang dihadiahkan Nenez kepadanya.
“Sebentar, kamu mengetahui ada acara seperti ini kenapa kamu baru mengajakku sekarang? Nyebelin!” jawab Moza dengan cemberutnya yang ia buat-buat.
“Bukan begitu sayang, aku hanya ingin menciptakan kejutan yang kelak akan disimpan dalam ruang kaca bingkai matamu,” lalu setelah itu hanya tatapan mereka yang saling bicara dan saling melemparkan senyum.
“Nez, kamu baca puisi yah?” ajak seorang pria berkacamata yang mengenakan topi dengan berbagai aneka pin yang menenempel pada topi tersebut, membuat kesan begitu unik, yang tidak lain adalah sang pembawa acara tersebut yang sudah dikenal oleh Nenez sejak lama.
“Sudah lama juga kamu tak kesini bukan, sekali-sekali bacakan puisi buat pacarmu ini, ok?” sambung pria itu.
“Aduh jangan mas, saya hanya penikmat puisi,” jawab Nenez.
“Bagaimana kamu bisa menikmati puisi, sedangkan kamu tak pernah mengapresiasikannya.”
Akhirnya Nenez mengiyakan ajakan kawan lamanya itu, dan namanya langsung tercatat dalam ‘rundown’ acara.
“Terserah Mas Agus baiknya bagaimana deh,” Mas Agus hanya tersenyum lalu membalikan badannya dan berlalu, tinggalah Moza yang memasang tampang kagum yang sedikit ia buat-buat untuk meledek.
“Kamu mau bacakan puisi untuk pacarmu? Waaaw! Suprise banget sih kamu, pasti senang wanita itu,” ejek Moza sambil menyentak-nyentakkan telunjuk jarinya di ujung hidung, yang membuat Nenez langsung mengacak-ngacakkan rambutnya yang pendek seleher. Sejenak Moza langsung terdiam entah mengapa ingatannya langsung merekam kata-kata yang pernah di ucapkan Rizuta kepadanya setelah Nenez mengacak rambutnya: “Yah karena Nenez akan menggantikan peranan aku buat kamu,” dan kata-kata itu tiba-tiba terngiang yang membuat Moza langsung beranjak menuju toilet untuk menyembunyikan air matanya. Nenez tidak mengetahui hal itu dan sedikit heran dengan perubahan susana hati Moza.