Albanie menghentikan motornya di persimpangan kebun tempat persis di mana Bidu berdiri sebelum menumpang mobil bak sayur karena ia pikir Bidu tak akan sejauh ini berjalan walau ia tahu Bidu seorang pendaki. Albanie berusaha mencoba mencari bekas tanda keberadaan sahabatnya itu dengan memicingkan mata memandang luasnya perkebunan sayur.
“Ba, sepertinya ini bungkus rokoknya Bidu deh,” ucap Ruri sambil memperlihatkan bungkusan yang sudah lecak itu kepada Bani.
“Yah, kemungkinan mobil sayur itu juga di tumpangi oleh Bidu,” jawab Albanie sambil menunjuk ke arah mobil bak sayur yang terlihat mengecil karena jarak perkebunan yang luas.
“Ayo, Ri! Saya tahu jalan pintasnya mudah-mudahan perkiraan kita benar,” motor tua itu pun melanjutkan sisa kemampuan terbaiknya melaju membelah jalur sempit perkebunan yang berbatu, ternyata motor ini sudah dimodifikasi oleh Albanie untuk menerobos jalur perkebunan yah memang bisa dibilang motor tua yang sudah semi-trail. Lalu tak lama mereka memasuki perkampungan kecil, Ruri yang tidak tahu menahu sama sekali masalah daerah ini hanya bisa berusaha memandangi mobil bak sayur itu jangan sampai luput dari matanya.
Lalu mereka memasuki perkampungan dan Ruri sudah tidak bisa melihat mobil itu karena sudah terhalangi bayang-bayang perkampungan, Banie dengan sigap memainkan motor tua itu menuruni jalur curam sampai menanjak, sesekali Ruri sedikit terpental ke atas membuat pantatnya sedikit panas tetapi demi Bidu ia percayakan keselamatanya kepada Albaniee untuk dapat menghentikan sahabatnya itu.
Jalur semakin menurun berkelok-kelok menerobos jalur kecil beraspal dan semen yang cukup panjang yang di pinggirannya ada kali kecil, lalu menemukan jalan yang agak menanjak sampailah ia keluar menemukan jalur yang cukup besar, lalu Banie menghentikan motornya persis di tengah-tengah jalan seperti ingin mengehentikan sesuatu. Dan memang benar mobil yang Ruri lihat di kejauhan perkebunan itu terlihat berjalan kearah dimana motor tua Bani berhenti.
“Kang Bidu... itu sepertinya kang Banie sama temen akang deh, ngapain yah mereka, kok di tengah jalan?” tanya sopir sayur itu yang bernama Usep, dan mau gak mau mang usep menghentikan mobil bak sayur tersebut setelah sesampainya di dekat mereka dan keluar dari mobil untuk menanyakan aksi Albanie tersebut.
“Aya naon, Ban?” tanya Mang Usep.
“Enggak kenapa-kenapa mang, cuma mau jemput Bidu, Aang. Ada sesuatu yang belum kelar makanya gak boleh pulang dulu.”
“Ooh begitu, yah udah atuh sok... atau mau Mamang antar ke pesantern sekalian kang Bidunya.”
“Oh, gak usah Mang. Mamang lanjutkan aja perjalanannya entar diomelin Abah lagi,” jawab Albanie yang pada akhirnya Bidu mengerti untuk diam sebelum Mang Usep pergi.
***