Harneza kembali dalam sekat ruang dunia kamarnya, berusaha memetakan alur setapak kisahnya yang telah menjadi kontur. Ia kembali tersesat dalam perasaannya yang baru tercipta. Apakah ini akhir dari persahabatan yang telah memakai busana yang bernama cinta, tidak ada yang salah antara Moza, Nenez, dan Ruri. Moza hanya ingin mencoba mengeluaran Nenez dari dunia kejiwaannya yang terlihat anomali, Moza hanya berusaha mencoba membelah rimbunan belukar yang telah diciptakan oleh Nenez di dalam dunianya sendiri, hanya dengan cintanyalah Moza mencoba berusaha mebuat jalur untuk memabawanya kembali, tetapi sialnya mereka malah tersesat dalam labirin tak berpintu.
Nenez menatap semu ukiran sebuah Nama di pelataran epitaf berwarna hijau nila pemilik kekasih hatinya, sebuah nama yang ia eja dengan air mata. Kenangan itu berhasil melucuti pikirannya. Ia kembali merindukan Rizuta beserta guratan-guratan hidupnya yang selalu dapat membuat Harneza tersenyum termasuk kali ini walau gundah baru saja ia rasakan. Lalu ia tiba-tiba teringat dengan sosok wanita yang pernah menamparnya di depan pusara Rizuta, ia tidak terlalu mengetahui siapa wanita itu, yang ia tahu Rizuta hidup dalam tubuh orang lain saat itu. Dan barulah ia mengetahui dari Moza bahwa wanita itu adalah Adelia, ia adalah teman dekat Rizuta yang dikenal sewaktu ia sama-sama berkonsultasi kepada seorang dokter spesialis penyakit kanker hati.
Rizuta dan Adelia membangun sebuah ikatan emosional yang didasari karena mereka mengidap penyakit yang serupa, dan hingga sampai saat ini Nenez tak pernah bertemu lagi dengan Adelia, dan tidak tahu di mana ia sekarang berada.
“Hanya kesedihan yang teramat mendalam lah, yang mampu membawa manusia kembali ke dunia yang pernah ia ciptakan, seperti makna rectoverso.”
Tiba-tiba pemilik suara itu kembali terdengar lagi, suara yang pernah menamparnya dengan kata-kata di sebuah tempat yang sama, di pemakaman Rizuta. Harneza lalu membalikkan badannya untuk menemukan suara itu, ketika Nenez membalikan badannya ternyata yang ia temui adalah Rea.
“Rea…?”
“Sepertinya kita selalu dipertemukan dalam tempat yang sama, walau dalam kondisi yang sedikit berbeda.”
“Perasaan kehilangan rupanya akan menjadi sebuah pintu yang membuka pertemuan kita,” ucap Rea.
“Aku membutuhkanmu saat ini, Re!” jawab Nenez dengan sorot mata yang masih menyimpan kepedihan.
“Yah aku sudah tahu itu, itulah sebabnya aku ada disini untukmu,” jawab Rea.
“Aku ingin menunjukan sesuatu kepadamu melalui sebuah perjalanan,” sambung Rea.
“Maksudmu, Re?”
“Baiklah, mungkin sudah waktunya aku berterus terang kapadamu tentang siapa aku sebenarnya, tentang kenapa aku ada disini untukmu.”
“Mungkin kau akan sedikit bingung dengan apa yang aku ucapkan, tetapi percayalah aku ada hubungannya dengan masa lalumu.”
“Itulah kenpa aku ingin membawamu dalam sebuah perjalanan.”
“Baiklah. Kemana kau akan membawaku pergi, Re?” jawab Nenez.