Jalur dari sebelah timur alun-alun Surya Kencana, Bidu dan Om Hans serta Moa, mereka bertiga mendaki dari jalur trek putri menuju Surya Kencana menuju puncak Gede, lalu kemudian menyisiri kaldera Puncak Gede untuk turun menuju jalur Cibodas. Begitulah rencana mereka antisipasi jika memang Nenez mendaki sampai Puncak Gede. Sedangkan Moza dan Tante Jasy beserta Ranu sedang menyiapkan diri dalam sebuah pondok di sekretariat Green Ranger, untuk menyusul Nenez, titik poin pertemuan mereka adalah Pos Kandang Badak.
***
Moza berdiri di teras balkon dengan segelas coklat panas sambil memandangi hilir mudik para pendaki yang mewarnai siangnya itu. Dua setengah tahun yang lalu di tempat yang sama di balkon lantai dua pondok sekretariat Green Ranger, untuk terakhir kalinya ia berbincang hangat satu sama lain dengan sosok wanita kebanggaan yang pernah dimiliki Nenez dalam hidupnya yang mungkin hingga saat ini, bahkan termasuk ia sekalipun. Banyak momen menceritakan tentang Rizuta, Nenez dan Moza yang tertulis lembarannya di tempat ini bahkan dari prolog hingga epilog Gunung Gede bak perpustakaan yang menyelipkan dari berjuta buku para pendaki untuk mereka tuliskan. Moza masih ingat saat pertama kalinya mengunjungi tempat ini bersama keempat sahabatnya dan bertemu dengan Rizuta yang saat itu ingin mendaki Gunung Pangrango. Kedekatan mereka pun menjadi akrab satu sama lain karena sering melakukan pendakian bareng bersama Rizuta hingga akhirnya Nenez berhasil merebut simpatik dari Rizuta walaupun salah satu dari sahabatnya menyimpan perasaan yang sama. Setelah mereka membina hubungan, barulah Harneza dan Rizuta menyadari bahwa Ruri pun menyukai Rizuta. Dan yang tak pernah Moza lupakan momen bersama Rizuta adalah dimana untuk terakhir kalinya Rizuta selalu melakukan kebiasan Nenez untuknya sebagai tanda bahwa ia menyayangi orang itu dengan cara mengacak rambut bondolnya dan juga sebagai pertanda bahwa Rizuta telah menyerahkan tanggung jawabnya untuk menjaga Nenez.
“Ngelamun mulu niih kerjaanya!”
“Sama sekarang nambah satu… tukang ninggalin!” sapa Irna dengan secara mengejutkan sambil ia mengacak rambut bondol Moza yang membuat Moza seakan merasakan dejavu, walaupun sebenarnya Moza masih sempat berharap salah satu orang yang dikenanglah yang melakukannya. Moza pun langsung memeluk Irna sambil ia mengumpat kesedihannya.
“Tega katanya soulmate, mau ke sini nggak ngajak-ngajak! Pisahin aja kalau begitu jiwanya kasih sana ke ayam, kan pas tuh lo sama ayam, tukang tidur sama tukang ngebangunin orang tidur!”
“Urgent sistaaa!” ucap Moza sambil mencubit kedua pipi Irna yang cemberut.
“Ciyee… yang sekarang sudah menjadi seorang pendaki, udah nggak perlu disuruh lagi memakai peralatan standar pendakian,” ledek Moza sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya.
“Mozaaa…” bisik Irna dengan nada serius.
“Apakah benar Nenez diculik sama hantu?”
Moza menatap mimik polos sok seriusnya si Irna sambil menahan tawa.
“Aku juga pernah lho merasakan seperti Nenez pada saat pendakianku yang pertama itu,”