Pagi selanjutnya, tepat pukul tujuh. Kudengar beberapa kali suara ketukan pintu dari pintu ruang tamu kami. Ketukan itu bukan ketukan tetangga yang berirama sopan. Dari ciri khasnya yang keras, pemilik ketukan itu adalah pemaksa.
Mungkinkah, Mereka penagih hutang?
Aku berjalan membuka pintu mencari Alina kekamarnya. Namun, Dia segera kutemukan pada posisi yang tak terduga. Alina meringkuk ketakukan dibalik sofa ruang tamu Kami. Kurasa tebakanku benar. Mereka penagih hutang, dan Gadis yang meringkuk itulah yang mereka cari. Rahang bawahku bergetar, mentalku sama ciutnya dengan Alina. Menghadapi penagih hutang, bukanlah hal mudah. Tujuan, dan apa yang bisa mereka lakukan adalah yang paling kami takutkan.
Kembali masuk kamar dan berjalan menuju layar kamar tidurku, mataku menoleh kembali pada celah balik layar kamar, mencari sosok Pria besar itu. Namun ternyata bukan hanya Pria itu saja yang datang, Dia juga bersama seorang wanita.
" Wa.. wanita? Sungguh aneh, tadi Aku tidak melihatnya?" tanyaku pada diriku sendiri, sembari mengatur napas.
Aku harus bertanya pada Alina apa yang sebenarnya terjadi!
Langkahku segera membawaku menuju pintu kamar. Sebelum keluar, kulihat Zidan tengah asyik bermain dengan mainannya diatas tempat tidur. Bagus, Dia sedang tenang. Mungkin tak akan masalah dengannya bila kutinggalkan sebentar di kamar. Aku melangkah keluar kamar kembali, dan Alina masih kutemukan meringkuk di belakang sofa itu. “Alina, Kamu berhutang pada siapa sih?” tanyaku setengah berbisik.
“Apa…, apa.. yang datang, Pria kekar dan seorang Wanita?” bisa kudengar suaranya bergetar. Aku mengangguk cepat. “Kumohon Kak.., Aku-“ Dia menelan ludahnya, rahangnya seperti mengeras, menyulitkannya untuk mengucapkan kata. Bulu kudukku membalasnya dengan merinding. Bila seperti itu, berarti kehadiran Wanita itu adalah pertanda buruk. Sangat buruk. “Aku tidak bisa melawannya, Mereka.. Mereka menawarkan hal lain...!” mata Alina melotot, ketakukan. Dari tatapannya, kutahu Dia mengharapku menggantikannya. Aku bisa menduga apa yang Mereka lakukan pada Alina. Sial.
“Alina,..... jaga Zidan dikamar!” Seruku.
Alina bangun dari belakang kursi itu, dan berlari kearahku. "Jaga dia, jangan sampai keluar, kamu mengerti kan?" perintahku, ketika jari-jemariku yang gemetar kurapatkan kuat-kuat. “Kunci pintunya! apapun yang terjadi jangan sekalipun Kalian keluar! MENGERTI?” perintahku lagi. Alina mengangguk cepat dengan mata merah berairnya. Segera, Dia masuk.
Bum!
Ckleklek.
Alina mematuhiku dengan baik, dengan mengunci pintu itu. Dalam keadaan seperti ini, Aku juga sebaiknya bersiap. Ya, bersiaplah Yura. Melangkah dengan setengah berlari Aku mencari sesuatu kedapur. Pisau. Pisau adalah pertahanan terakhirku bila Mereka macam-macam. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun Aku hanya perlu menghadapi, dan menyuruh mereka pergi.
Gugup.
Ketakutan seperti bergulung-gulung, dan mendesak tenggorokanku. Membuat napasku memberat, susah kuatur. Relaksasi napas bahkan tak membantu. Aku juga tak berdaya oleh gema keras degup jantungku, yang sepertinya berdetak diluar paru-paruku. Aku tahu yang kuhadapi adalah sesama manusia. Tapi, tujuan mereka jelek.
Apa yang harus kulakukan?
Bagaimana bila ketakukanku menjelma menjadi kenyataan?
Apa semua akan berakhir hari ini?
Setelah baru saja Aku menemukan pemecahan masalah hidup... Kumohon, siapapun, adakah yang bisa menolong Kami?
Ya Allah…
Tolong…..
Tolong Kami, tolong Aku ! Kumohon kuatkan Aku..
Toktok! Ketokan keras di pintu itu terulang kembali. Tak ada siapapun di dapur ini, hanya Aku sendiri. Baik ..hadapi! Suara hatiku menyeruku. Tak ada yang bisa kulakukan selain menghadapi mereka.
Paru-paruku mencoba menarik napas kembali. Keberanian akhirnya menepuk punggungku, memudahkan jalanku menyusuri ruang makan hingga sampai pada ruang tamu. Langkahku terhenti sebentar pada sofa. Terpikir olehku untuk menyelipkan pisau yang kubawa ini di bawah bantalnya. Tanganku kemudian menyelipkannya dibawah bantal itu, dengan hati-hati. Bila mereka masuk, Aku akan duduk pada sofa ini. Kulihat kembali dari balik tirai, Mereka belum beranjak.
Tok! Tok! ketukan itu terulang lagi, sontak membuatku bergegas.
Cklek! Pintu akhirnya kubuka.