Outline tegas "jadwal kerja kerasku" dimulai dari malam ini. Zidan sudah terlelap di tanganku, setelah kuninabobokan. Sejak lima belas menit yang lalu, sebetulnya Dia sudah mengantuk. Namun seperti biasa, Dia perlu tidur disampingku agar terlelap dengan damai. Terkadang Dia teramat sensitif dengan suara-suara kecil. Tapi kali ini -seperti malam-malam sebelumnya-Dia tidur cukup terlelap.
Tuhan sedang baik padaku.
Aku dengan mudah menidurkan anak usia lima tahun itu dengan cepat. Semua aktivitas rumah juga telah kuselesaikan. Tiba saatnya bagiku untuk bertemu laptopku, dan meneruskan tulisanku. Dengan bantuan Outline yang selalu kuandalkan, Aku cukup tertolong. Catatan Outline itu sebetulnya selalu kubawa kemanapun, namun tak pernah kubuka bahkan kukerjakan. Kini, dimanapun, bila ide tiba-tiba menghampiriku, Aku harus segera menulisnya.
Baiklah! semangat yang membara ini membuatku segera menyingsingkan lengan, mengikat rambut, dan memaksa mataku untuk melakukan peregangan mata dengan mengerjap. Dengan pelan kutinggalkan Zidan di kamar, menutup pintu dengan sangat pelan. Klep. Kakiku segera melangkah pada sofa ruang tamu, tempatku bekerja dengan Laptop Almarhum Suamiku.
Kutarik lagi tas Laptop itu dari bawah meja, mengambilnya dari tas, dan membukanya. Sebelum kunyalakan, Aku harus memasang Charger Laptop ini pada stop kontak. Laptop ini seharusnya sudah kuperbaiki, namun Aku tak punya banyak uang yang tersisa. Tapi biarlah, yang penting Dia membantuku menulis. Ya, yang penting masih berguna.
***
Ditemani satu gelas kopi susu panas, serta buku-buku yang Risyad beli tadi, mataku mulai melihat kembali outline yang kubuat kemarin. Ide tentang plot telah kutuangkan kemarin, seharusnya hari ini bukan lagi merumuskan, tapi membuat bagian demi bagian bab (harapku). “Ayolah tokoh, lakukan yang terbaik untuk karaktermu.. Perjuangan dan cinta..”sahutku pada diri sendiri, sembari melipat ruas jari tangan untuk memulai peraduan.
Perjuangan..
Karakter Pria yang kubuat adalah pejuang. Dia menguasai Sosmed karena perjuangannya yang terkenal. "Terkenal, terkenal, dan terkenal, hmm..." Tiba-tiba saja sosok Risyad dengan masalalunya, melintas dibenakku. Orang sukses itu membuatku terinspirasi olehnya. “Benar, tak mungkin semua orang berhasil, selalu bernasib baik di masalalu, pasti ada perjuangan..ada hal yang Dia perjuangkan” jari-jemariku memegang daguku, “Dan perjuangan dalam mengalahkan rasa frustasi akan lebih bagus.., ya.. mengalahkan frustasi yang hebat.”sahutku lagi, bermanggut-manggut.
Mengagumkan..
Aku terpana oleh sosok Risyad yang berhasil mengalahkan hal tersebut. “Ah, tidak-tidak.. kenapa Aku mengaguminya?” Aku melepas tangan dari dagu, sontak melihat gelas kopi disampingku, dan mengambilnya.
Sruupp..
Kutaruh gelas kopi itu lagi disamping Laptopku. “..Hanya karena Dia baik dan tampan, bukan berarti Aku mengaguminya” ucapku, mengingatkan diri sendiri.
Smartphoneku-diatas buku-buku yang Dia belikan tadi- juga tiba-tiba menarik perhatianku. Aku belum melihat nama yang Dia simpan di nomor kontakku. Rasa penasaran membawa tanganku kembali mengambil benda itu. Selanjutnya, jari jemariku dengan lihai memeriksanya. Namun tak ada nama Risyad yang tersimpan.Tak ...ada? Aku segera mencari namanya pada pencarian. Dan..Ketemu! nama yang tersimpan itu cukup mencengangkan, mengingatkanku akan nostalgia lama.
Mr Keriting kribo.
Nama itu jelas tak cocok untuk pengusaha besar sepertinya. Aku tertawa mendeham, menggigit ujung jariku. “Ah, tidak.. apa yang kulakukan lagi sih?” Bukannya mengerjakan tulisan, Aku malah memikirkan hal tak penting. Tatapanku segera kularikan pada langit-langit rumah ini, sembari bersender pada kursi sofa. Risyad. Mungkin Aku harus kembali berterima kasih pada Risyad, karena apa yang Dia lakukan membuatku nyaman. Sangat. Apa yang kualami pagi ini tak menderaku seharian, bahkan sempat kulupakan.
Tatapanku, tak sengaja menatap jam dinding, dan menunjukkan pukul 10 lewat 15 menit. Membuat mataku membulat. Ya ampun, lima belas menit telah terbuang. Aku mendeham, segera bangkit dari senderan sofa, dan menghadap laptop kembali, "Baik. Konsentrasi, konsentrasi dan konsentrasi…!” Aku menghela napas lewat mulut. “Hal baiknya adalah Risyad baru saja menginspirasiku untuk menulis karakter, ..itu saja”