Mataku berat untuk membuka. Samar, namun perlahan-lahan semakin jelas. Kudengar beberapa suara Wanita sedang berbicara, dan cukup kukenal. Alina. Suara pertama yang kudengar sedang menjelaskan sesuatu itu adalah Adikku. Dan, suara kedua yang membalas penjelasannya itu adalah Kak Raya. Kenapa Mereka bisa mengobrol?
Kuputuskan, untuk membuka mata, sedikit demi sedikit. Silau. Mataku masih menyipit. Tapi Aku harus bertemu dunia nyata untuk memastikan apa, dan dimana Aku berada. Kususuri apa yang ada didepan mataku. Mulai dari langit-langit, kutahu ini bukan rumahku. Cahaya juga teramat terang dari sampingku kananku, menandakan matahari sudah setengah naik. Apa ini pagi?
Tatapanku kembali menyusuri kembali dinding sampingku, hingga akhirnya mataku menemukan tiang kecil yang berdiri disamping tempat tidur kiriku. Keningku mengernyit. Napasku juga mulai tak beraturan. Tiang itu menghubungkan botol infus yang terpasang pada lengan kiriku. Peluh, dan rasa nyeri tiba-tiba mengusai sekujur tubuhku. Tapi, Aku ingin bangun. “Ahw!” Ada kejutan nyeri yang dihasilkan oleh gerak pada tengkuk belakangku. “Kak Yura!” Suara Alina membuatku sadar bahwa Aku tidak berhalusinasi ketika mendengar suaranya tadi. Dia segera menghampiriku. "Alin..” Nyeri kepalaku kembali menghasilkan dengung yang membuatku ingin jatuh. “Jangan bangun dulu! kondisi Kakak masih belum stabil” Tukasnya sembari memegang kedua bahuku.
“Kenapa Aku ada disini?” tanyaku. Baru kusadari Aku juga telah mengenakan kerudung.
“Kakak mengalami geger otak, dan robek dibagian hidung dalam. Kemarin, karena kejadian itu..” Alina langsung terdiam, menutup rapatkan mulutnya, dengan mata payahnya yang ingin marah. "Aku mengutuk tindakan mereka! sungguh!"
Keningku terlalu kaku untuk mengerut ketika melihat Alina begitu marah. “Para keparat itu memukul Kakak, seandainya Aku ada disana, keadaan Kakak tidak akan seperti ini!” Serunya, terbawa emosi. Kak Raya yang ada di sofa, juga segera mendekat. “Sabarlah, tenangkan dirimu Alina, perkara itu sedang disidangkan. Ingat, Kakakmu belum stabil bukan?” ujarnya, yang memegang pundak Alina. Dan hal itu membuatku semakin ingin bertanya. Apa yang terjadi selama Aku tertidur? Kenapa Alina mengenal dan bahkan akrab dengan Kak Raya?
Rasanya, ada hal penting yang juga kulewatkan.
Zi-zidan!
“Zidan, mana Zidan!?” Aku terbangun dengan cepat ,mengabaikan dengungan yang menganggu kepalaku. Kucoba mencari sosoknya disekelilingku, namun Dia tak terlihat.
“Tenang, tenang Kak! Dia baik-baik saja, malah sejak kemarin Dia banyak bermain”
“Bagaimana Aku bisa tenang? Aku belum tahu keadaannya? Dia bukan anak yang bisa dikendalikan semua orang! dimana Dia sekarang?” Kalut mengusaiku.
“Dia baik-baik saja! Tenangkan dirimu Yura” Kak Raya juga mencoba menenangkanku. Namun pikiranku semakin gelisah, karena semua orang tak menjawab pertanyaanku. “Tak ada yang harus Kau khawatirkan, seseorang menjaganya dengan baik, bahkan lebih baik dariku” Ujar Alina, sedikit bangga.
“Benarkah?”
Jangan-jangan..
“Risyad, baru saja mengajak keluar Zidan. Zidan bosan dan tadi sempat berusaha membangunkanmu, tapi Risyad langsung membawanya” ucap Kak Raya.
“Zidan.. bersamanya….?” Tanyaku, tak percaya. Bukankah Risyad juga terluka?
"Apa Risyad baik-baik saja?" Wajahnya mendapat banyak luka karena dipukul.
“Kau tenang saja. Dia baik-baik saja. Dia bisa cuti semaunya” umpat Kak Raya.
“Ternyata Kakak punya teman seorang Pebisnis, kenapa Kakak tak bilang? Dan terlebih lagi…” ada ekspresi kecewa dari tatapannya, “Kakak sedang berjuang untuk menulis bukan?” Pertanyaannya membuatku tak mampu berkata. Sesuatu yang seperti itu, belum sempat kuberitahukan padanya, dan tentu membuatnya sedih.
“Kamu kan sedang berjuang juga..” Jawabku. Hanya itu yang bisa kukatakan. "Dan lagi, Kakak malu mengaku berjuang menulis lagi" ujarku.
“Padahal Aku pasti mendukungmu, Aku tahu tulisan Kakak selalu bagus, Kakak bisa mempercayakan Zidan padaku, Aku akan mengawasi Zidan, saat kakak menulis!” Tukasnya yang terlihat lebih semangat.
Tok, tok, tok.
Ada suara ketokan pintu dari pintu ruangan kami. “Tunggu, biar kubuka” ujar Kak Raya.
Mudah-mudahan itu Zidan.
Clek!
"..Mencari siapa ya?" tanya Kak Raya, pada seseorang didepannya. Ternyata bukan Zidan.
"Apa Yura dirawat disini?" tanya Wanita itu. Setika Adikku dan diriku saling bertatapan.
"Ya betul... "
"Shanti?" Alina tampak tak percaya.
Shanti juga tercengang, namun Dia melangkah masuk dengan cepat, dengan tatapan yang tertuju padaku. Sesosok wanita badan besar memakai sweater abu-abu besar itu menatapku tanpa berkedip. Dia juga membuatku dan Alina terperangah. Sementara tatapan kak Raya kusaksikan sedikit bingung, namun tak bertanya.
"Hai..." ucap Shanti yang memecah keningan kaku beberapa detik yang lalu.
Cklek! Pintu ditutup. Kak Raya langsung mengambil tempat di kursi.