Reaching For The Star

Dian hastarina
Chapter #25

Akhir Penantianku #25

Satu Tahun Kemudian….

Aku menutup mataku hampir lima menit, ketika seseorang memoles wajahku. Aku tak bisa diam. Rasanya ingin sekali membaca sesuatu, dan mengalihkan kekhawatiran yang mendebarkan ini, namun nihil. Semuanya akan terjadi dan begitulah seharusnya. Ini adalah hariku. Dan, rasa gugup yang tak tertahankan ini masih akan menderaku setengah jam kedepan.

Wanita didepanku ini sedang melakukan yang terbaik untuk mendandaniku. Namun napasku tak berhenti memburu. Dan, Aku tak tahan untuk tak mendesah. “Anda gugup?” tanya Perias itu. “Ehmm.. ya” Ternyata Perias itu memperhatikanku. “Anda cukup sering mendesah” ucapnya, menatapku dari kaca. “Aku sangat gugup” jelasku lagi. “Itu lumrah, tapi semangatlah, Aku juga jadi ingin membaca buku Anda” jawab Perias itu, merapihkan kembali posisi kerudungku. “Terima kasih..” ucapku pada Wanita itu. Kata-kata Perias itu menjadi semangatku untuk lebih percaya diri. Semoga rasa rendah diri yang menyelimutiku ini tidak mengacaukan jalannya acara.

Benar. Aku telah sampai disini. Setelah berjuang, bersusah payah, tenggelam dalam kerja keras berbulan-bulan. Akhirnya, Aku memiliki kesempatan menerbitkan buku pertamaku. Berbagai penolakan, berkali-kali merevisi naskah, hingga rasa pesimis menahan langkahku lagi dan lagi. Tapi, dalam pemikiranku, Aku hanya punya satu pilihan, kembali berdiri tegak. Karena tak ada yang sia-sia dari semua perjuangan.

Aku percaya akan satu hal. Setiap naskah di dunia ini punya rejekinya sendiri. Semua orang mendukungku, menyemangatiku. Mereka yang telah membaca ceritaku, juga menjadi salah satu alasanku untuk tetap berdiri pada tempatku, TEGAP berjuang. Aku juga pernah membaca slogan seorang publik figur besar yang menyebutkan “Jangan berharap bila tak mau kecewa”-Bob Sadino. Ya, benar sekali. Karena Aku berencana untuk konsisten dengan menulis, maka semua proses harus kujalani.

Setelah penangkapan itu, semua berakhir dan persidangan yang dijalani pun tidak begitu lama, akhirnya kami terbebas dari belenggu rentenir itu. Aku dan Alina benar-benar tertolong oleh Risyad. Akhirnya hidup kami kembali normal kembali.

Kembali pada detik ini. Rasanya ada yang hilang. Mataku mencari kesegala penjuru belakangku melalui cermin rias, namun orang yang kucari tak ada. Alina, Dia menghilang. Sesaat tadi Dia masih bersamaku. “Anda melihat Adik saya?” tanyaku pada Wanita yang meriasku. “Oh, gadis yang memakai baju biru tadi? Sepertinya Dia pergi ke toilet” ucap Penata rias itu, “Yah, selesai” ucapnya lagi, yang secara tak langsung menyuruh untuk menatap wajahku sendiri. ”Tampil cantik bisa membuat seorang wanita percaya diri” tambah Wanita itu, yang juga ikut menatapku dari kaca. Apa yang Dia katakan tidak salah. Minimal, penampilanku tidak kacau.

Ya, penampilan terkadang mendukung sebuah pamor. Sama halnya Yoana Shyeril yang mulai dikenal sebagai Penulis Nonfiksi. Kepintaran dan kecantikannya mengundang rasa kagum banyak orang. Dia memang lulusan tempat terbaik, tentu Dia dipuji disana sini. Dan, ngomong-ngomong tentang dirinya, sejak dirumah sakit itu Aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Apa kabarnya? Dan sedang sibuk apa Dia saat ini?

Clek! Dum!

Kulihat dari kaca rias, Alina baru saja kembali dari pintu itu, “Alina!” Akhirnya batang hidung Gadis itu muncul juga. Dia tak menjawab, malah berjalan mendekatiku, sehingga membuatku berbalik kebelakang. “Kak, Aku bertemu seseorang…” Terangnya. “..Siapa? Dan, Kamu dari mana saja?” tanyaku. “Ah... Itu.. ada hal spesial yang harus kuurus” jelasnya. “Spesial? Membuat penasaran saja.“ umpatku, ingin tahu. Karena bisa saja Gadis itu mengurus hal pribadinya.

“Mmmh, rahasia. Pokoknya, semua akan dilalui pada waktunya” Jelasnya penuh senyum, yang lagi-lagi membuatku ingin bertanya. “Yah… baiklah, Aku tak akan bertanya banyak, saat ini Kakak sedang gugup, bahkan bernapas saja Kakak harus mengatur ritme kapan menghirup, dan menghembus” tukasku, karena itulah memang terjadi.

Alina sedikit nyegir. “Oh, ya... Diluar.. Ada orang penting, yang ingin bertemu kakak..” jelasnya kembali. “…Orang penting?” Keningku berkernyit. Sementara Perias disampingku sedikit mundur dari tempatnya, mungkin Dia akan pamit. “Baik, Saya akan keluar dulu. Masih ada dua puluh menit sebelum Anda dipanggil, Anda bebas melakukan apapun, termasuk bertemu seseorang...” tukasnya, yang ternyata menyimak percakapan kami dari tadi. Wanita itu kemudian merapihkan alat riasnya. “Terima kasih ya Kak” ucapku padanya, "Iya, sama-sama, Good luck" sahutnya yang kemudian berjalan kearah pintu, dan keluar.

“Siapa orang itu?” tanyaku pada Alina.

“Sebaiknya kupanggilkan saja” Alina segera berbalik, namun sebelum sampai pada pintu, langkah seorang Wanita yang mengenakan sepatu pantopel hitam emas telah memasuki ruang rias dimana Aku dan Alina berada.

Astaga.

Yoana Shyeril.

“Hai” sapanya, terdengar datar. Tak kusangka, Mantan sahabatku yang satu tahun lalu menentangku datang lagi dihadapanku. “Yoana..” sahutku, segera bangkit pelan-pelan dari kursi. Sementara Wanita itu melangkah maju dengan pelan. “A-aku akan keluar!” sahut Alina yang sadar akan situasi kami, “Tidak, Alina. Tetaplah disini…” pintaku, tanpa melihat ekspresi Adikku yang langkahnya kutahan itu. Dia kembali menatapku dan mengangguk.

“Ada apa?” tanyaku pada Yoana.

“Kita baru bertemu setelah setahun lebih, tapi hanya itu pertanyaanmu?” Dari nada bertanya dan ekspresinya, kurasa Dia datang dengan perasaan yang tenang. “Aku disini bukan untuk menganggumu…” ungkapnya lagi, berusaha meyakinkanku sembari memperbaiki penyangga tali tas hitamnya.

“Lama tak bertemu.. Kau sehat?” Aku beriniasiatif memulai pembicaraan dengan bertanya tentang keadaannya.

“Seperti yang Kau lihat”

Kulihat Dia sehat dan cantik. Selama ini sepertinya Dia hidup baik-baik saja. Wanita yang mengenakan blouse biru shapire itu kemudian melihat Alina yang berada tak jauh dari sampingnya, ”Jadi…. Kau Alina?” tanyanya pada Adikku. “Ya…Nona” ucap Alina, Dia tak bisa menutupi ekspresi takjubnya, karena Dia tahu dengan siapa Dia berbicara. “Jangan memanggilku Nona, Aku teman Kakakmu dari SMP” Yoana mendekat, dan secepatnya mata Alina membulat. “Haa…aah?” Diikuti kening yang mengkerut.

”Masa?” Alina baru tersadar.

"Apa Kakakmu tak pernah bercerita punya teman bernama Yoana shinta Ayudya?"

Kurasa Alina tak begitu mengenalinya karena gaya Yoana seperti Wanita metropolitan (tak sepertiku). Dan lagi, Aku tak pernah cerita bahwa Yoana Shyeril adalah teman SMPku.

Lihat selengkapnya