Real

Rushi Mu'min Aziz
Chapter #4

Episode 04

Dari tempat duduk nya, Seojin memperhatikan setiap gerak-gerikku, dan Leo. Sementara Jihyo menatap ke arah Seojin.

"Aku akan pergi nanti malam, apa kau akan ikut?" tanya Junghoon pada Leo.

"Kemana?"

"Comcom Arcade Room" 

"Lagi?" Leo memastikan.

"Bukankah itu tempat tongkrongan yang bagus?" mata Leo melirikku.

"Kau mau mengajaknya?"

"Tidak"

"Ku kira"

"Sulit untuk mengajak gadis itu pergi bersama" curhat Leo pada Junghoon yang di angguki kepala Seung Cheol.

Pak Kim kembali, dan melanjutkan pelajarannya. Di tengah pelajaran Seojin menghampiri beliau. Aku tidak pernah tau instruksi darimana sampai-sampai mataku harus mengikuti langkahnya itu. 

Aku tidak seharusnya jatuh cinta pada orang lain, toh dia hanya menganggapku sebagai adiknya, lagipula mungkin masih banyak lelaki yang menyukai ku tanpa sepengetahuan ku.

"Leo" panggil Junghoon.

Panggilan itu membuat ku ikut menoleh, melirik bergantian ke arah Hana. Aku bisa menangkap dari sorot mata cantiknya sebuah rasa yang sulit di ungkapkan.

Pelajaran telah usai. Lusa akan ada rapat orangtua, dan guru, dan kami tetap di wajibkan masuk sekolah.

"Aku akan meminta ayah untuk datang" kata Jihyo sebelum masuk ke dalam perpustakaan.

Aku hanya terdiam, dan tak peduli dengan apa yang di inginkannya.

"Kau mau kemana?" tanya Jihyo saat tau aku malah berbalik, dan tak jadi masuk ke sana.

"Aku meninggalkan sesuatu di kelas" alasan ku berbohong.

Jihyo hanya mengangguk lalu masuk, dan aku pergi menuju kelas.

Di kelas hanya ada Seojin yang tersisa, aku ingin berbicara dengannya, tapi apa yang harus ku lontarkan? Akhirnya aku memilih untuk duduk, dan memainkan ponsel.

"Apa ada orang yang kamu sukai sekarang?" pertanyaan itu memecah keheningan kelas.

Aku terdiam tanpa menoleh.

"Jika ada pasti orang itu akan sangat beruntung karena memiliki gadis cantik, dan manis sepertimu" lanjutnya.

Aku masih terdiam.

"Ada gadis yang ku sukai, tapi, aku tidak tau gadis itu menyadarinya atau tidak, yang jelas aku sangat mencintainya" lagi-lagi Seojin berceloteh.

Aku bisa merasakan lelaki itu melangkah menghampiriku.

"Nanti sore aku akan pergi ke Daegu, apa kau berniat untuk ikut?" tanyanya setelah sampai di kursi depan tepat di depanku.

"Aku akan menjemput ayahku" lanjutnya.

Jika dia berbicara tentang ayahnya, aku menjadi sedikit risih karenanya. Ayahnya memang tidak bersalah apapun, tapi itu membuatku teringat akan ayahku yang sudah bersalah besar padaku, dan ibu, juga pada kakak.

"Yoonji?" tanya Seojin sambil menepuk pundakku.

Aku mengerjapkan mata, dan terbangun dari lamunan sesaat ku.

"Oh, maaf" kataku.

"Aku akan membeli dua tiket, jadi aku akan menjemputmu nanti sore" jelasnya.

"Tak perlu, aku saja yang menunggumu, lagipula rumah kita tidak berjauhan kan?"

Seojin tersenyum, lalu mencubit gemas pipiku.

"Baiklah" katanya setelah itu pergi ke kursinya sendiri, karena memang kelas mulai ramai.

...

Aku berdiri di jalan setapak depan rumah ku, menunggu Seojin yang sepertinya sebentar lagi akan datang. Dan benar saja.

Ku hias wajahku dengan senyuman semanis mungkin, berjalan menuju mobilnya, dan masuk ke mobil, Seojin menyusul setelah menutup pintu mobil. Ku pejamkan mata, ku atur nafas, lalu ku hembuskan dengan pelan. 

Aku mengarahkan pandanganku ke arah kaca jendela kamar yang tampak sangat gelap. Tiba-tiba Seojin mendekat ke arahku, dan aku terkejut, aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, lelaki itu sangat dekat.

"Seat-belt mu" katanya.

"Oh" hanya ber-oh, dan langsung membuang muka. Seojin tersenyum.

"Kau tidak berpikiran macam-macam kan?" tanya yang membuat hatiku seperti tertancap sesuatu yang tajam. 

Seojin tergelak melihat ekspresi ku saat ini.

Mobil pun mulai membelah jalanan yang cukup ramai oleh pengendara lain. Terakhir kali aku menaiki kereta Mugunghwa_1201 ntah kapan, yang pasti itu sudah sangat lama.

Seojin meraih tanganku, dan menggenggamnya dengan erat. Sedari tadi jantungku benar-benar tidak bisa ku ajak kompromi. Aku merasa jadi sedikit canggung kalau ada di sampingnya terus-menerus seperti ini.

"Tunggu disini, aku akan kesana sebentar" katanya yang kemudian melepas genggaman tangannya.

Aku hanya tersenyum. Tak lama dia kembali, dan memberikan ku susu vanila.

"Terima kasih" kataku.

"Ayo" 

Tangan itu kembali menggenggam tangan ku erat. Di dalam kereta aku memutuskan untuk sambil mendengarkan musik daripada harus terdiam, dan semakin canggung.

Ku putar lagu Winter Bear dengan suara 50%. Seojin menoleh, dan tanpa izin dariku, lelaki itu melepas satu headset ku. Seojin hanya tersenyum, lalu memasangnya di telinga kirinya.

Imagine your face

Say hello to me

'Til all the bad days

They're nothing to me

With you

...

Perjalanan dari Seoul ke Daegu membutuhkan waktu dua jam tiga puluh menit. Aku tertidur tanpa sadar di sandaran Seojin, lelaki itu menyimpan tangan kirinya di belakang punggungku, dan semakin membawaku ke sandarannya.

Aku merasa sangat nyaman, ingin lebih lama lagi, tapi sudah ku katakan sebelumnya kalau jantungku tak bisa ku ajak kompromi.

"Sebentar lagi sampai" katanya.

Aku menghindar, dan membenarkan posisi dudukku.

"Kheemmm..." aku berdeham. Aku benar-benar canggung.

Setelah turun dari kereta, Seojin langsung membawaku ke rumah nya.

"Hyeong! Kau pulang?" pertanyaan itu membutaku menoleh, dan melihat siapa yang berbicara.

"Min Hyun?" aku memastikan.

"Noona? Kau datang juga? Waahhh... kau terlihat berbeda saat ini. Lama tak bertemu noona" katanya yang langsung menghambur memelukku.

Aku balas memeluknya.

"Ya! Lepaskan" Seojin menarik-narik lengan adiknya yang tak mau melepaskan pelukannya.

"Aku merindukanmu noona" katanya dengan nada manja.

"Tak perlu berlebihan seperti itu, dia hampir kehabisan nafas karena kau memeluknya berlebihan" kata Seojin.

Minhyun melepaskan pelukannya, dan aku kembali bernafas dengan normal.

"Ayo" katanya yang langsung menarikku masuk ke dalam rumahnya.

Seojin mengikuti langakh Miinhyun, dan diriku.

"Duduk, aku akan mengambilkan minum untuk mu" katanya.

Minhyun benar-benar terlihat seperti sedang melepas rindu yang teramat dalam. Aku hanya tersenyum. Tingkah nya masih saja seperti itu, batinku.

"Kau ingat adikku kan?" tanya Seojin yang bari saja duduk di depan ku.

"Tentu saja, aku sangat senang karena dia mau merindukanku" kataku yang langsung memperlihatkan rentetan gigiku.

Senyum Seojin melebar. 

Minhyun datang dengan susu vanila kesukaan ku, dan air mineral.

"Aku masih mengingat kesukaan mu sampai sekarang" katanya.

Aku menanggapinya dengan senyuman.

"Dimana ayah?" tanya Seojin.

"Seperti biasanya. Ayah selalu sibuk, kalau tak sabar menunggu sebaiknya datang saja ke kantornya" jelas Minhyun.

Seojin mengangguk, lima detik kemudian Seojin beranjak berdiri dari sofa, dan pergi ke lantai dua. Ke kamarnya. Sementara Minhyun asyik menatap ku sambil tersenyum. Aku yang baru saja menyadari nya langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Kau tak perlu menatapku seperti itu" ucapku yang merasa risih.

Lihat selengkapnya